Konpensasi (gaji,honor dan lainnya) untuk beberapa anak negeri ini yang "gede banget" tersebut, sebenarnya sudah berlangsung sejak lama. Publik sudah mengetahuinya dan bukan "rahasia umum" lagi serta tidak dipersoalkan alias biasa-biasa saja. Namun beberapa hari terakhir ini sepertinya anak negeri ini yang menerima konpensasi  gede banget tersebut ramai diperbincangkan lantaran ada salah seorang komisaris salah satu BUMN yang bergengsi di negeri ini menerima konpensasi yang sangat fantastis, diangka Rp. 8 miliar-an  (lihat FAJAR.co.id, 31 Juli 2023 dan 4 Agustus 2023)
Terlepas dari kebenaran angka yang fantastis tersebut, yang jelas persoalan yang satu ini menarik untuk di ulas lebih jauh lagi. Bila kita cermati dan kita hubungkan dengan kondisi perekonomian anak negeri  dan negeri ini, sepertinya angka konpensasi yang fantastis tersebut memang memancing "keheboan" dan mendorong banyak pihak yang "terkesimah".
Ditengah kondisi pasca pandemi, dimana perekonimian negeri ini belum sepenuhnya kembali normal, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi dimana-mana, tidak sedikit unit usaha yang colaps alias tutup dan secara keseleuruhan perekonomian negeri ini "terkoreksi" yang menunjukkan pertumbuhan yang masih bertengger diangka 4-5 persen. Belum lagi kalau kita hubungkan dengan terus bertambahnya jumlah pengangguran dan bertambahnya angka kemiskinan termasuk kemiskinan absolut serta tidak sedikitnya unit usaha yang belum dan atau memang tidak membayar konpensasi sesuai UMR.
Antara Gede dan Kontribusi.
Jika kita telusuri, konpensasi yang gede banget tersebut sebetulnya banyak yang melatarinya, menurut saya setidaknya ada 5 (lima) pertimbangan yang melatarinya. Pertama,  memang karena pertimbangan kontribusi yang akan diberikan oleh anak negeri yang dibayar gede tersebut. Kedua,  adanya unsur ekonomi politis. Ketiga,  adanya  unsur  menjaga prestise lembaga/instusi. Keempat,  adanya balas jasa. Kelima, karena adanya unsur pertimbangan anak negeri yang berada diatasnya/pimpinan puncak (top manager).
Pertimbangan kontribusi yang akan diberikan oleh anak negeri yang bayar  gede tersebut,.  misalnya, kita tahu bahwa selama ini ada beberapa direksi Bank BUMN yang menerima konpensasi yang sangat fantastis tersebut, sepertinya tidak dipersoalkan karena unit usaha tersebut memberi kontribusi (laba) yang tidak kecil, begitu juga dengan direksi pada unit usaha negara dan swasta yang lain yang dapat memberikan kontribusi yang tidak kecil, diberi konfensasi yang tidak kecil pula.
Pertimbangan unsur ekonomi politis. Misalnya pasca Pemilu kepala daerah, karena ada tim sukses yang dapat mensukseskannya, maka ditempatkanlah ia pada suatu jabatan tertentu dengan  konpensasi yang fantastis atau setidaknya melebihi konpensasi standar yang biasa dibayar/diberikan kepada anak negeri ini.
Pertimbangan adanya  unsur  menjaga prestise lembaga.  Suatu lemabga yang sudah terkenal "bonafit", akan tidak etis bila konpensasi direksi-nya dibayar/diberikan dengan angka yang standar, tentu akan mengukuti ke-bonafit-an dari lembaga tersebut, dan tentu akan menyesuaikan dengan perolehan atau hasil yang dicapai oleh lembaga tersebut, walaupun pada kenyataanya terkadang tidak demikian.
Pertimbangan  karena adanya unsur balas jasa. Misalnya ada salah seorang anak negeri ini dapat membantu atasan di suatu lemabaga/instutusi dengan mendongkrak prestasi pimpinan lembaga/institusi tersebut, dan atau dapat "menyelamatkan"  lemabaga/institusi atau ORANG tersebut, maka sebagai balas jasa diberikanlah ia konpensasi yang angkanya sangat fantastis. Jika ia seseorang yang dapat menyelamtkan seseorang, maka ia akan diberikan konpensasi gede banget secara  permanen karena ia ditempatkan mejadi pimpinan unit usaha tersebut.
Pertimbangan,  karena adanya unsur  anak negeri yang berada diatasnya. Misalnya saya pimpinan suatu lembaga/institusi, saya akan membantu "seseorang", maka saya tempatkan ia disalah satu jabatan yang startegis yang akan diberikan konpenasi dengan angka yang fantastis tersebut. Disini muncul istilah "semua gue deh".
Bagaimana sikap kita?