Mohon tunggu...
Ami Abeb
Ami Abeb Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Anak Rantau

Nulisnya nunggu mood.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malam ke-1000

24 April 2016   19:13 Diperbarui: 24 April 2016   19:18 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="legacy.skyscrapercenter.com"][/caption]

Mekkah sejauh cintaku
terpapar rindu tak bertepi

Aku memang sedang merindu, tapi aku tak ingin pulang. Tempat ini benar-benar surga bagiku. Hanya saja, aku ingin kau di sini sekarang. Aku ingin kau merasakan ketenangan yang aku rasakan. Tapi entah kemana dirimu, janjimu untuk bertemu di bawah Clock Tower tak juga kau tepati. Aku - setiap malam - selalu kemari. Mencarimu. Mencari sosokmu di antara ribuan manusia.

Malam ini malam ke-1000, sejak pertama kali kuinjakkan kakiku di sini. Kubuka lagi ponselku. Pesanku tak pernah kau balas, panggilanku pun tak kau angkat. Nada tunggumu seakan berkata: aku sudah tak ada di sini.

merenda mimpi di Tepian DanauMu
menanti temu selepas musim berganti

Tiba-tiba ada panggilan masuk. Nomormu. Kuusap mataku beberapa kali. tak percaya. Itu benar-benar kau.

“Halo? Kau di mana?” tanyaku tergesa. Aku rindu, Salma!

“Aku di sini...” jawabmu lirih. Suaramu terdengar menyedihkan.

“Aku selalu menunggumu setiap malam! Seribu hari sudah! Entah berapa musim sudah kulalui,” suaraku berapi-api, namun airmataku mengalir, “tapi kau, menjawab pesanku saja tidak!”

“Maafkan aku, aku hanya...”

“Sudahlah, aku benci kau!” kututup telepon yang selama ini begitu kunanti. Suara yang sangat kurindukan untuk, tapi kini kulewatkan.

Aku melanjutkan tangisanku. Entah apa lagi yang harus kulakukan. Mungkin hari ini akan menjadi hari terakhirku menunggumu.

Mendadak sebuah tangan dingin merengkuh jariku dari belakang. Kurasakan sebuah cincin melingkar di jarinya. Aku mengenal jari-jari ini.

“Salma?” aku terperanjat.

Kau merengkuhku. Aku masih tak percaya.

“Maafkan aku, suamiku,” bisikmu dalam pelukan, “aku benar-benar terpenjara. Kali ini aku tawananmu. Aku sepenuhnya milikmu.”

Aku tak bisa berkata-kata lagi. Air mata keputusasaan yang masih mengalir, berubah menjadi air mata bahagia. Aku tak menyekanya. Biarkan angin musim dingin ini yang mengeringkannya. Biarkan aku sejenak dalam pelukanmu.

pada pertemuan senja ini
jarak merekat dalam dekapan
langkah kita menarikan sebuah kisah
dalam musim yang adalah rumah kita

Mekkah / Medan, 24 April 2016


Hasil kolaborasiAmi Abeb(prosa) danFitri Manalu(puisi).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun