Kemarin aku sibuk mengantarkan anak gadisku membeli kacamata ke Bandar Lampung. Jarak tempat tinggal kami ke Bandar Lampung sekitar 60 kilometer. Sekalian memantau langsung keadaan di masa pandemi ini. Agak ngeri juga sih,  karena dari yang kubaca di laman Dinas Kesehatan Lampung, Bandar Lampung masuk dalam kategori resiko tinggi penularan Covid-19.Â
Walaupun sebenarnya tidak perlu terlalu khawatir kalau kita menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin. Kalau dengar berita sana sini apalagi di grup WhatsApp sepertinya masuk ke Bandar Lampung itu bayangannya sepi, banyak toko tutup, aktivitas masyarakat terbatas, kalaupun ada yang berkeliaran di luar rumah wajahnya tertutup masker atau face shield.
Tapi ternyata keadaan kota Bandar Lampung tidak semengerikan yang kubayangkan. Suasana kota masih ramai seperti biasa. Lalu lintas masih padat. Pedagang makanan yang berjejer di titik-titik kuliner sepanjang Jalan  Z.A Pagaralam, antara Tanjung Karang sampai Rajabasa masih banyak dan ramai.Â
Pun anak-anak muda yang nongkrong masih santai bergerombol. Kedai-kedai kopi masih ramai di malam hari, hanya beberapa yang terlihat sepi pengunjung mungkin karena sebelumnya memang tidak populer. Anak-anak pengamen bermodal ukulele tanpa alas kaki juga masih ada yang berkeliaran, walau sempat kudengar salah satu dari mereka bilang, awas razia masker.
Protokol kesehatan yang diterapkan pedagang sudah sesuai aturan. Seperti menyediakan tempat cuci tangan di dekat pintu masuk atau di halaman tempat berdagang. Kursi disusun berjarak. Pelayan menggunakan masker. Orang-orang yang beraktifitas juga mengenakan masker walaupun ada beberapa orang yang hanya menggantungkan di leher. Ada peringatan dilarang masuk tanpa menggunakan masker yang ditempel di pintu kaca tempat-tempat tertentu tapi masih ada yang masuk tanpa masker dan tidak mendapat teguran.
Terlihat aktivitas ekonomi di Bandar Lampung berjalan seperti biasa. Mungkin perputaran uang tidak sederas biasanya, penjualan merosot, tapi setidaknya aktivitas tetap bisa berlangsung. Begitulah penampakan yang terpantau sekali lewat.Â
Padahal jika kita cari tahu lebih dalam lagi, misalnya ke Rumah Sakit, bisa jadi suasana pandemi terasa kuat sekali.Â
Tanggal 29 November lalu, seorang teman, tenaga kesehatan yang bertugas di Rumah Sakit Abdul Muluk berkisah di grup WhatsApp yang kuikuti, direspon oleh anggota grup lainnya :
Hari-hari kedepan adalah hari-hari yang semakin berat buat kita mba, sekuat tenaga melindungi diri dengan APD juga masih rentan terpapar. Semoga seluruh nakes di Indonesia masih diberi kesabaran dan perlindungan Allah, di situasi yang semakin sulit ini. Tiga hari berturut-turut, hari ini anggotaku yang meninggal
Sama mbak, situasi di Mesuji yang di kampung juga sama ajaÂ