Mohon tunggu...
AMI MUSTAFA
AMI MUSTAFA Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Apalah apalah, jangan ribet! aku sendiri sudah cukup ribet orangnya

Nulis suka-suka, tema suka-suka, konsistensi suka-suka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Arinam Binti Zakaria

16 November 2020   19:07 Diperbarui: 17 November 2020   02:36 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi cucu-cucu yang suka mengajarinya mengaji selalu mendapat tempat terbaik di hati Umeh. Walaupun sering memarahiku, aku tahu jauh di dalam hatinya Ia sayang padaku. Dan beberapa cucu tahu cara ampuh mencuri hati Umeh adalah rajin-rajinlah mengajarinya mengaji. Dari kegigihannya belajar mengaji bisa ditarik pelajaran bahwa belajar tidak mengenal batas umur dan keterbatasan fisik.

Pada dasarnya Umeh sayang pada semua cucunya, terlihat dari imbasnya yaitu Umeh disayangi oleh cucu-cucunya. Seringkali, para cucu berebut ingin membawa Umeh tinggal atau bermalam di rumah mereka. Keluargaku saja yang tidak ikut berebut karena sudah tahu menang, kan rumah Umeh menyatu dengan rumah kami dan Umeh selalu lebih betah tinggal di rumahnya sendiri, hehe. 

Kadang untuk membuat Umeh bersedia ikut bermalam mereka memboyong duluan keranjang tas travel Umeh. Kalau Umeh beralasan harus merawat ayam peliharaanya yang baru menetas, mereka akan ikut membawa serta induk ayam tersebut bersama anak-anaknya. Pokoknya semua dilakukan demi bisa membawa Umeh ke rumah mereka. Biasanya sih walau berhasil tetap saja Umeh tak akan terlalu lama tinggal. Selalu saja punya alasan untuk pulang.

Selain belajar mengaji ada satu lagi kebiasaan Umeh yang terkesan ngotot banget. Yaitu Sholat Subuh di Masjid dekat rumah. Dulu jama'ah Shubuh di Masjid masih agak sepi, bisa dihitung sebelah jari tangan saja. Mana penerangan belum seperti sekarang, reduup. Malah pernah Umeh ke Masjid bawa lampu minyak. 

Jadi Umeh ini di lehernya bergantunglah dua untai kalung emas seberat 150 gram. Dan itu selalu dipakainya. Walau kami sudah mengingatkan agar disimpan saja karena khawatir mengundang kejahatan tetap saja Umeh lebih yakin menyimpannya di leher. Kebayangkan betapa khawatir membiarkan Umeh keluar rumah subuh-subuh pergi ke Masjid dengan harta segitu di lehernya. Waktu itu kami masih kecil-kecil untuk menemaninya dan Ayah lebih sering menginap di kebun.

Pernah suatu kali Umeh bercerita bertemu tetangga yang seumuran dengannya, lebih muda sedikit. Yang juga rajin Subuhan di Masjid yang sama. Yang khas dengan suara tongkatnya mengetuk aspal setiap Subuh. Kami tercengang dan ketakutan. Pasalnya si tetangga ini sudah meninggal dua hari sebelumnya.  Saat kami beritahu bahwa Umeh sudah bertemu almarhum, seminggu beliau tak berangkat Sholat Subuh ke Masjid. Ternyata takut juga dia..hihi. Tapi setelah itu ya kembali rajin ke Masjid.

Belajar agar jadi orang pintar karena orang pintar lebih mudah untuk menjadi lebih baik, begitu kata Umeh dulu pada cucu-cucunya. Lebih baik dalam agama, kehidupan dan hubungan antar sesama makhluk. Kami menjadikan Umeh panutan soal belajar. Dengan keterbatasan fisik dan finansial Umeh terus belajar hingga akhir hayatnya. Beliau meninggalkan dunia dalam usia 98th. 

Umeh adalah Oshin versi kami. Dari bukan siapa-siapa, gadis yatim miskin yang selalu disisihkan, yang hak warisnya dicabut karena menjadi yatim, dengan kegigihannya belajar dan bekerja berhasil membuatnya menjadi orang terpandang dengan banyak harta untuk memuliakan anak yatim dan membuat keturunannya bisa mengenyam pendidikan yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun