Mohon tunggu...
Afira
Afira Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Masih belajar caranya belajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Ekonomi Islam, Ekonomi Berbagi Berdasarkan Kasih Sayang"

22 Februari 2013   14:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:52 383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: Moralitas Islam dalam Ekonomi dan Bisnis

Penulis: Dr. Yan Organius

Penerbit: Marja, 2012

Tebal: 240 halaman

Tradisi unik memasuki bulan Ramadhan adalah naiknya harga sembako, dikatakan unik karena salah satu penyebabnya yaitu ulah para spekulan. Bulan Ramadhan yang sejatinya merupakan bulan penuh berkah malah dijadikan ajang spekulasi bagi para pencari keuntungan, yaitu orang-orang yang memanfaatkan kesempatan Ramadhan dalam kesempitan perekonomian. Mereka tidak melihat bagaimana kaum menengah kebawah dipaksa merangkak naik menjangkau tingginya harga sembako. “Walaupun mahal pasti dibeli juga” itulah prinsip terbalik yang dirasakan antara si penjual dan pembeli. Prinsip tersebut sangatlah menguntungkan bagi para penjual, bagaimana tidak, barang dagangan mereka tetap laris manis walaupun harga naik drastis. Namun di sisi pembeli, ini adalah prinsip yang merugikan, mau tak mau harus mengikuti arus harga jika ingin bertahan hidup di saat Ramadhan tiba.

Dalam buku yang ditulis Dr.Yan Organius, Dosen Pasca Sarjana UNISBA & ITB, di paparkan bagaimana seharusnya moral seseorang dalam melangsungkan bisnis yang sesuai dengan syariat Islam agar tercipta keadilan ekonomi yang berdampak positif pada kehidupan sosial di masyarakat. Konsep yang ditulis dalam buku ini berdasarkan pemahaman penulis mengenai Al-Quran, hadist , dan praktik bisnis yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap penjelasan dalam buku ini disusun apik ke dalam tujuh bab. Dalam bab I diterangkan mengenai latar belakang dan tujuan penulisan; bab II berisi tujuan berbisnis dan berekonomi yang sesuai syariat Islam; bab III menjelaskan nilai apa saja yang harus dimiliki manusia dalam melangsungkan bisnisnya; bab IV mengulas bagaimana strategi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bernilai dalam bisnis; bab V memaparkan konsep rezeki dalam Islam; dan bab VI membahas mengenai etika dan tata kelola berbisnis; bab VII yang merupakan pamungkas menerangkan secara gamblang keindahan ekonomi Islam, ekonomi berbagi berdasarkan kasih sayang.

Dalam Islam dikatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia paling bermanfaat. Ketika menjalankan roda bisnis, hendaknya kaum muslim lebih mengutamakan akhlak mulia daripada sekedar mencari keuntungan, sedangkan keuntungan merupakan side effect akibat menjalankan bisnis yang benar sesuai syariat, karena ekonomi Islam merupakan sistem yang menjunjung tinggi kesejahteraan bagi kehidupan umat manusia.

Ekonomi Islam adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan setiap tindakan yang bersangkut-paut dengan penciptaan barang dan jasa, termasuk jual-beli atau perdagangan untuk memenuhi kebutuhan manusia berdasar rambu-rambu halalan thayyiban yang mengharuskan proses penciptaan barang ataupun jasa secara benar, halal, dan baik, apa yang dilakukannya tidak boleh membahayakan dan merugikan orang lain.

Tujuan utama dari ekonomi Islam adalah membebaskan manusia dari perbudakan dan kelaparan yang didasari kesadaran dan kasih sayang. Perbudakan dan kelaparan itu tumbuh karena adanya kemiskinan. Seseorang dikatakan miskin apabila tidak mempunyai harta dan penghasilan. Dalam pandangan Islam, kemiskinan adalah masalah ketika tidak terpenuhinya kebutuhan primer seseorang. Kebutuhan primer itu adalah kebutuhan sandang, pangan dan papan.

Secara garis besar dapat disebutkan tiga penyebab utama kemiskinan. Pertama, Kemiskinan alamiah, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alami seseorang, misalnya karena usia lanjut sehingga tidak mampu lagi mencari nafkah. Kedua, kemiskinan yang disebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat kultur dan pemahaman masyarakat tertentu yang dikenal dengan istilah kemiskinan kultural. Ketiga, Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh ketidaktepatan sistem yang digunakan oleh negara dalam mengatur urusan rakyat.

Jika seseorang dilanda kemiskinan, hendaklah tidak berdiam diri dan berpangku tangan sambilmenyesali nasib. Islam menganjurkan untuk berusaha dan bekerja serta berdoa agar kebutuhan kita tercukupi. Hidup yang layak hanya akan dicapai dengan bekerja, bukan dengan cara mengemis dan meminta-minta.

Pekerjaan apapun dapat dilakukan selama pekerjaan itu halal dan dilakukan dengan akhlakul karimah. Rasulullah menyatakan bahwa pintu rezeki 95% ada pada perdagangan atau bisnis, dan hanya 5% ada pada pegawai. Apabila menginginkan rezeki yang banyak, maka berbisnislah solusinya. Akan tetapi, sebagai seorang muslim yang wara’, sangat dianjurkan untuk berbisnis dengan amanah dan jujur.

Lantas bagaimana strategi untuk menghasilkan sumber daya manusia dalam bisnis? Bagaimana etika bisnis yang manusiawi itu harus ditegakkan di era globalisasi? Jawabannya ada dalam buku ini. Mengutip kalimat pengantar dari Prof. Dr. Sri Edi Swasosno “Penulis telah melakukan klasifikasi percikan nilai-nilai Islam dari sisi SDM, rezeki, etika, dan tata kelola bisnis, serta visi humanism Islam…”

Buku ini layak dibaca tidak hanya oleh para dosen, mubalig, ataupun mahasiswa yang serius mendalami masalah ekonomi Islam. Buku ini juga patut dibaca oleh para pebisnis, ataupun yang akan memulai bisnisnya, agar prinsip kasih sayang dijadikan landasan moral dalam perdagangan, sehingga tidak terjadi lagi ulah spekulasi yang meruntuhakn keadilan ekonomi.

28 Juli 2012

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun