Mohon tunggu...
Amey fadhilah
Amey fadhilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Pascasarjana IPS Universitas Jember

Ketertarikan saya terhadap kepenulisan berawal dari kebiasaan membaca majalah Horison milik saudara, setelah masuk SMA saya ikut ekstrakurikuler Jurnalistik menjadi tim berita. Kemudian saat kuliah S1 di Universitas Negeri Malang saya menjadi jurnalis kampus, pengalaman yang luar biasa bisa mengenal banyak sivitas akademi di kampus.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Agama dan Budaya: Tradisi Larungan Telaga Ngebel Kabupaten Ponorogo

26 Oktober 2024   22:45 Diperbarui: 27 Oktober 2024   08:10 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Pribadi : Amey KF

SEJARAH LARUNGAN TELAGA NGEBEL

Bulan Muharam atau lebih dikenal dengan istilah Suro oleh kalangan Jawa menjadi bulan yang memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Jawa. Hal tersebut juga masih berlaku bagi masyarakat Kabupaten Ponorogo. Kedatangan Bulan Suro disambut dengan antusias oleh banyak orang di Ponorogo.

 Terlebih diadakannya beberapa tradisi penyambutan Bulan Suro yang masih dipertahankan membuat kehadiran Bulan Suro semakin semarak. Rangkaian kegiatan yang diadakan di antaranya seperti Grebeg Suro, Festival Reyog Ponorogo dan tradisi larungan di Telaga Ngebel.

Dokumen Pribadi : Amey KF
Dokumen Pribadi : Amey KF

Diadakannya peringatan bulan Suro merupakan bentuk kesinambungan dari tradisi yang dicetuskan oleh Sultan Agung (16163-1645) dari Mataram .

 Sultan Agung raja terbesar Mataram Islam menciptakan kalender yang memadukan sistem penanggalan Islam, Hindu (Saka) dan unsur Julian dari Eropa, keunikan sistem kalender Sultan Agung adalah tetap melanjutkan tahun Saka terbukti dengan dimulainya penanggalan ini pada tahun 1547 Saka atau 1547 Jawa bukan tahun pertama Jawa. 

Terdapat 12 bulan dan seminggu 7 hari dari Ahad sampai Sabtu dan dalam sistem penanggalan Sultan Agung yang namanya merupakan unsur perpaduan antara bahasa Sansekerta, Jawa dan Arab dengan jumlah hari mencapai 355 hari (sesuai peredaran bulan). 

Kesultanan Mataram Islam dengan segera mengeluarkan dekrit pada tahun 1625 yang berisi seluruh wilayah kekuasaan Mataram Islam wajib menggunakan sistem kalender dari Sultan Agung tidak terkecuali Ponorogo yang menjadi bagian dari wilayah Mataram Islam.

 Nama bulan pertama dalam penanggalan tersebut adalah bulan Suro dan dianggap sebagai bulan yang penuh berkah apabila melakukan ritual tertentu sesuai dengan tradisi diwilayah masing-masing. Tradisi Suronan yang cukup unik di Kabupaten Ponorogo adalah diselenggarakannya tradisi larungan yang dilakukan di Telaga Ngebel.

Larungan merupakan tradisi yang rutin dilakukan di Telaga Ngebel dalam rangka menyambut Bulan Suro. Telaga Ngebel di Kabupaten Ponorogo menjadi  salah satu tempat yang cukup dikenal sebagai lokasi penyelenggaraan larungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun