Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Oleh-oleh dari Akademi Lupa Diri

11 Juli 2020   17:44 Diperbarui: 13 Juli 2020   04:18 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Emosi negatif yang kita ungkapkan lewat perkataan bisa merusak perasaan pasangan. Jika berlebihan, salah-salah memisahkan. Itulah perlunya menguasai tata kelola rasa. Itu bukan hal asing karena, sebenarnya, kita sudah sering mendengar istilah manajemen amarah (anger management).

Individu yang memiliki kecerdasan emosional akan mengetahui kondisi hati, tahu cara mengekspresikan perasaan, dan dapat mengontrol emosi. Jika kita cerdas secara emosional, banyak manfaat yang bisa kita petik dalam kehidupan sehari-hari.

Perlu kita ingat, kecerdasan emosional bukan pengetahuan yang bisa kita dapatkan di bangku kuliah. Banyak orang yang cerdas secara akademik, tetapi bebal secara emosional. Mereka akhirnya sering gagal di tempat kerja. Sering pula gagal dalam menjalin hubungan dengan orang tercinta.

Mendalami Manajemen Marah

Apakah karena jabatanmu lebih tinggi maka kamu merasa pantas memarahi dan memaki orang yang jabatannya lebih rendah darimu di depan banyak orang? Jika kamu seperti itu, ada yang korslet pada kabel empatimu.

Apakah karena kamu lulusan kampus tersohor maka kamu merasa sah-sah saja mendamprat dan menindas bawahanmu yang lulusan perguruan tinggi tidak tersohor? Jika kamu seperti itu, ada urat simpatimu yang putus.

Apakah pantas karena parasmu rupawan, hartamu berlimpah, gelarmu berderet, atau jabatanmu tinggi sehingga kamu mencaci dan menghina bawahan atau rekan kerjamu di depan banyak orang? Jika kamu seperti itu, otot sopan santunmu sudah rusak parah.

Sebenarnya, kuliah di mana pun tidak akan membuatmu fasih berempati dan bersimpati pada orang lain. Serupawan dan sehartawan apa pun kamu, tidak menjamin hatimu akan peka terhadap perasaan dan harga diri orang lain.

Orang yang memilih diam ketika mendapat perlakuan tidak manusiawi, seperti dimarahi atau dicaci di depan umum, bukan berarti mereka bodoh. Sebenarnya mereka pintar mengendalikan amarah.

Mereka tahu kapan harus berbicara, bagaimana mengatakan isi hati, dan apa efek lidah bagi perasaan orang lain. Mereka memahami asertivitas atau kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan keinginan kepada orang lain secara langsung, jujur, dan terbuka dengan tetap menghargai orang lain.

Sayangnya, manajemen amarah bukan ilmu yang mudah dikuasai. Dasar-dasarnya saja sudah ribet. Kamu harus lebih dulu tahu peristiwa yang memantik marah (anger trigger). 

Lalu, harus mau menakar tingkat kemarahan sesuai dengan situasi pemicunya (anger meter). Terakhir, harus mampu merancang cara mengontrol amarah secara saksama dan dalam tempo yang singkat (anger control plans).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun