Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Serenita Tasbih dan Rosario

20 April 2020   19:19 Diperbarui: 20 April 2020   19:31 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sekarang, aku dan kamu menjadi kita. Kita yang tiap hari makin dekat. Kita yang semoga selalu saling memahami. Kita yang semoga selalu saling membahagiakan. Kita yang semoga selalu saling mengisi. Kita yang semoga selalu saling menghargai. Kita yang semoga selalu saling memberi maaf atas kekecewaan, sekecil apa pun, yang akan atau sudah terjadi di antara kita.

Apakah "semoga-semoga" yang kuinginkan terlampau jauh, bahkan sangat jauh, sehingga sulit kugapai? Aku berharap tidak ada. Kalaupun ada, aku tidak ingin berharap banyak. Biarlah takdir yang menentukan perjalanan kita.
 
"Iya, sebegininya aku kepadamu"

Kalimat itu kembali muncul di antara susunan kalimatmu. Satu-satunya kalimat yang begitu menyita perhatian dan perasaanku. Seakan-akan kalimat tersebut menjadi tiang kokoh penyokong isi suratmu. Aku gila. Aku sedih sekaligus kagum membaca kalimat itu.

Tidak dapat kumungkiri, ada kegelisahan yang diam-diam memangku segala harapanku. Benarkah yang kamu tulis berasal dari lubuk hatimu? Secepat itukah hatimu menjatuhkan perasaan kepadaku? Wajarkah jika kalimat itu muncul dalam hubungan yang belum genap sebulan? Gombal atau bohong macam apa lagi yang harus aku terima dari lelaki? 

Kamu tahu, ternyata rasa sakit, sedih, dan kecewa yang kualami telah menjadikan aku sebagai pribadi yang sangat insecure. Merasa sangat tidak nyaman pada diri sendiri. Kepribadian dan cara berpikirku ambrol. Perlahan-lahan, dari hari ke hari, aku menjadi perempuan yang benar-benar kehilangan rasa percaya diri.

Aku merasa menjadi perempuan paling buruk, bodoh, dan menyedihkan. Aku takut pada sesuatu yang sebenarnya belum tentu terjadi. Setiap hari aku merasa makin kehilangan jati diri. Aku jatuh terlalu dalam pada lubang kekecewaan dan kesedihan. Obat yang aku tenggak lima bulan belakangan ini ternyata belum menghasilkan perubahan besar pada kepribadianku.

Sialnya, aku selalu memaksa diri agar tampil dalam keadaan baik-baik saja di depan banyak orang. Aku juga sering membayangkan andai saja aku tidak pernah memintamu untuk menemani hari-hariku. Barangkali sistem saraf pusat dalam otakku sudah lupa cara bekerja yang semestinya. Tetapi perlu kamu tahu, aku tidak memanfaatkan waktumu hanya untuk membantuku agar pulih seperti semula. Aku tidak seperti itu. Semoga kamu tahu.

Aku berharap mudah-mudahan kamu selalu bersedia menerima aku dengan dan dalam keadaan seperti ini. Andai suatu ketika kamu jenuh menemaniku, pergi saja. Pergi saja, asalkan kamu pergi setelah pamit. Tidak menghilang begitu saja. Tidak meninggalkan tanda tanya tentang mengapa kamu pergi sehingga aku bisa melepasmu dengan penuh keikhlasan.
 
Dear Danish Farshad, 

Sekarang sudah pukul 08.55 dan aku belum beranjak dari tempat tidur. Pesanmu di whatsapp belum sempat kubaca. Kamu tahu, kehadiranmu membuatku merasa nyaman. Aku mulai resah jika tidak mendapat kabar darimu atau melihat dirimu walau sekadar lewat videocall.

Aku mulai rindu. Aku mulai merasakan candu pada lembut usapanmu di kepalaku sebelum aku terlelap. Aku mulai cengeng karena kamu, tetapi juga mulai kuat karena kamu. Sudah dua minggu ini aku mengkhawatirkan kesehatanmu: Jam tidurmu yang berantakan dan jam makanmu yang sering telat. Ternyata kehadiranmu sudah mengisi labirin di hatiku. Aku mulai menginginkan kamu agar lebih lama bersamaku.

Di sisi lain, aku tahu diri. Aku merasa tidak pantas mengkhawatirkan keadaanmu, walau sekadar dalam obrolan panjangku dengan Tuhan. Aku merasa tidak pantas meminta agar Ia mengabulkan doaku, doa yang isinya selalu sama: Supaya aku bisa terus bersamamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun