Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ujian Nasional, Sensasi Kompetensi dan Kompetisi

15 Desember 2019   21:11 Diperbarui: 16 Desember 2019   13:40 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya ingin membuka artikel ini dengan sebuah pertanyaan. Mengapa Ujian Nasional (UN) selalu memicu kehebohan? 

Pertanyaan tersebut tidak neko-neko. Itu pertanyaan ringan dan sederhana. Meski begitu, jawabannya sama sekali tidak enteng.

Kisruh soal ujian akhir sudah berlangsung selama 17 tahun, semenjak Ujian Akhir Nasional (UAN) diberlakukan pada 2002. Kala itu, Mendikbud dijabat oleh Abdul Malik Fajar. 

Kisruh menjadi-jadi setelah pada 2005 Ujian Nasional menggantikan UAN dan ditetapkan sebagai syarat kelulusan peserta didik. Saat itu, Mendikbud dijabat oleh Muhammad Nuh.

Puncaknya terjadi tahun ini saat Pak Nadiem menyatakan akan mengganti UN dengan kebijakan baru. Pernyataan tersebut beliau sampaikan ketika menghadiri Rapat Dengar Pendidikan (RDP) dengan Komisi X DPR RI (Kamis, 12/12/2019).

Menurut beliau, UN akan diganti dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, mulai 2021, yang terdiri dari kemampuan bernalar dengan menggunakan bahasa (literasi) dan matematika (numerasi), serta penguatan pendidikan karakter.

Riak bermunculan. Ada pihak yang pro, ada pula yang kontra. Dari tahun ke tahun, UN memang selalu menjadi biang perdebatan tanpa ujung pangkal.

Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menyatakan bahwa menghapus UN tiada berbeda dengan menciptakan generasi lembek. 

Beliau juga menegaskan bahwa semangat belajar siswa akan melempem jika UN dihapus. Intinya, beliau tidak setuju apabila standar kelulusan bernama UN itu "dialmarhumkan".

Dalam nada sedikit lebih lunak, Buya Syafii Maarif mengingatkan agar Mendikbud tidak grasa-grusu. Esensinya, beliau berharap agar Pak Menteri lebih berhati-hati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun