Tanpa sadar, UN menempatkan siswa dalam posisi serbasalah. Tidak belajar alamat terancam tidak lulus UN. Terlalu fokus pada mata pelajaran (mapel) dalam UN alamat abai pada mapel lain. Seperti disodori buah simalakama, tidak tersedia pilihan yang enak.
Padahal kalau kita mau berlapang dada, UN sedikit pun tidak menjamin siswa pasti mampu menempatkan nilai-nilai pengetahuan dalam memecahkan problem hidup sehari-hari.Â
UN juga tidak memastikan siswa pasti sanggup menghadapi situasi di dunia kerja selepas sekolah, sekalipun nilai UN selangit.
Nahasnya, siswa digiring untuk berpikir pendek dan apatis. Masa bodoh dengan kejujuran, yang penting lulus UN.Â
Siswa terpaksa ikut bimbel, les privat, uji coba (try-out), hingga seluruh waktu siswa tersita hanya untuk UN. Ujung-ujungnya frustrasi. Siswa yang cerdas saja stres, apalagi siswa yang setengah cerdas dan sedikit cerdas.
Lembaga sekolah ikut-ikutan bermasa bodoh. Alasannya sederhana, siswa gagal lulus UN berarti sekolah ikut gagal. Akhirnya sekolah mengambil jalan pintas. Alih-alih menjalankan kewajiban mengembangkan potensi siswa, sekolah malah sibuk memperjuangkan agar 100% siswanya lulus UN.
Dalam karya ilmiahnya yang mengulas sisik-melik UN (2007:129), Keksi Girindra Swasti menyatakan, "Ada banyak masalah yang muncul dengan diterapkannya kebijakan tersebut (UN). Soal ujian yang bocor sebelum ujian dilaksanakan, kunci jawaban yang tersebar, hingga guru yang nekat membetulkan jawaban siswanya."
Kajian Keksi bukanlah pepesan kosong. Tidak dapat dimungkiri, UN telah memantik kecemasan siswa, sekolah, dan pemerintah daerah.Â
Dampaknya luar biasa bagi siswa, sebab beban yang dipikul makin berat. Tidak heran jika ada siswa yang frustrasi, ketakutan berlebihan, bahkan ada yang sampai bunuh diri.
Sungguh berat beban yang ditanggung oleh siswa, karena di pundaknya terletak nama baik sekolah dan daerah. Demi nama baik itulah bermunculan praktik kecurangan.Â
Sia-sialah slogan "dilarang menyontek" yang setiap hari didengung-dengungkan di ruang belajar. Semua percuma karena guru dan sekolah ikut ambil bagian dalam praktik kecurangan itu.