1 Mei 2019. Hari Buruh telah tiba. Semalam saya menonton film keren besutan Francis Lawrence. The 33 judulnya. Film yang diadaptasi dari buku Deep Down Dark, karya Hector Tobar, berkisah tentang 33 buruh tambang emas yang terjebak selama 69 hari di perut bumi.
Saya terkesima selama menonton film berlatar musibah itu dan sama sekali tidak bosan. Tentu ada magnet dalam film tersebut sehingga saya sangat terpikat. Ya, itu betul. Film yang mengangkat kisah 33 buruh tambang di Copiapo, Cili, sungguh sarat makna. Banyak hal yang saya pelajari darinya.
Sebenarnya film ini sedikit melenceng dari film kegemaran saya, yakni film bertema misteri pembunuhan kaum psikopat. Berkali-kali juga saya mengurungkan niat menulis artikel untuk mengulas film psikopat yang telah saya tonton, sebab saya sering dicengkam rasa takut jangan-jangan film yang saya ulas itu menjadi kenyataan.
Akhirnya saya memutuskan untuk mengulas film yang dilansir pada Agustus 2015 ini.
The 33Â dibuka dengan pesta bakar-bakar ikan, tari-menari, nyanyi-nyanyian, dan seru-seruan di rumah Mario---salah seorang petambang. Benar-benar replika kehidupan: sekarang bersenang-senang, selang beberapa saat kemudian tertimpa bencana.
Karakter setiap tokoh tertata apik: Lucho sang komandan regu yang peragu; Mario si petambang yang karismatik; Alex sang calon ayah yang bimbang karena ingin berganti profesi; Elvis yang berangasan; Pastor yang tabah dan menabahkan; Dario yang tengil dan mengabaikan adiknya; suami dengan dua istri yang lucu; serta Mamani yang kerap dirundung akibat berbeda ras.
Penokohan di luar para buruh pun tak kalah menakjubkan: pemilik tambang yang hanya memikirkan laba; Presiden Cili yang terlalu berhati-hati; Laurence Golborne, Menteri Pertambangan, yang berjuang habis-habisan demi menolong korban; insinyur geologi yang penuh perhitungan; dua perempuan berebut cinta satu suami; serta seorang perempuan yang tak pernah kehilangan cinta kepada kakaknya.
Alur cerita dan alir konfliknya juga keren. Mula-mula tertayang adegan berlarian dikejar reruntuhan batu-batu gunung yang runtuh, lalu upaya bertahan di ruang perlindungan dengan makanan sekadarnya, lalu Lucho selaku komandan regu yang memilih pasrah dan menyerah, hingga kendali berada di tangan Mario.
Sementara itu, konflik juga terbangun elok di luar area tambang runtuh. Keluarga korban yang berunjuk rasa di depan kantor perusahaan tambang emas, perdebatan sengit antara Menteri Pertambangan dan pemilik tambang, hingga menteri ganteng yang ditampar oleh keluarga korban.