Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Ketika Kompasiana Main Paksa

30 April 2019   14:56 Diperbarui: 30 April 2019   15:36 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak mungkin memilih salah satu di antara sambal dan kerupuk. Itu pilihan sulit yang dapat membuat pikiran saya kalut. Mengapa? Sebab sambal dan kerupuk ibarat gairah dan tenaga bagi berahi. Dua-duanya saling melengkapi dan menggenapi.

Kemarin saya sempat terpana melihat sajian pro-kontra Kompasiana. Selama ini saya santai-santai setiap membaca topik yang diulas dalam rubrik pro dan kontra. Kalaupun ada yang membuat hati saya sedikit tergerak, biasanya cukup saya baca. Begitu saja.

Kali ini tidak. Tidak lain karena topik yang diangkat adalah makanan tidak lengkap jika tidak ada sambal atau kerupuk. Di sini letak masalahnya: makanan tidak lengkap. Artinya, sambal atau kerupuk sekadar pelengkap. Ada atau tidak ada sama sekali tidak berpengaruh.

Selain itu, ada kalimat sambal atau kerupuk. Artinya, hanya ada satu sajian pelengkap. Kalau bukan sambal, berarti kerupuk. Begitu pula sebaliknya. Dengan kata lain, harus dipilih salah satu di antaranya. Itulah arti kata "atau" di antara sambal dan kerupuk.

Beda perkara seandainya Admin Kompasiana menggunakan sambal dan kerupuk. Jadi, ada sambal ada kerupuk. Dua-duanya ada, sekalipun hanya sebatas pelengkap. Tidak apa-apa. Yang penting kedua-duanya ada. Bagi saya, juga keluarga saya, sambal dan kerupuk itu sepaket.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Begini. Saya berasal dari keluarga yang mencintai kerupuk. Makan tanpa kerupuk tiada beda dengan tidur tanpa dipeluk dari belakang. Hambar. Kakek dan Nenek saya suka kerupuk. Ayah dan Ibu saya suka kerupuk. Saya dan kedua adik saya juga suka kerupuk.

Bahkan saking cintanya, Ibu saya kerap membawa kerupuk apabila kami sekeluarga makan di restoran cepat saji. Ini fakta. Dan, Ibu saya tidak pernah risi, jeri, atau malu membawa kerupuk. Saya dan adik-adik saya tentu saja senang karena tetap bisa makan kerupuk walau di restoran cepat saji.

Saya juga tumbuh besar di sebuah keluarga yang mencintai sambal. Makan tanpa sambal tiada beda dengan jalan bergandengan dengan lelaki, tetapi si lelaki malah asyik melirik perempuan lain. Menjengkelkan. Kakek dan Nenek saya suka sambal. Ayah dan Ibu saya suka sambal. Saya dan adik-adik saya juga suka sambal.

Bahkan saking cintanya, Ibu saya acapkali lebih dulu membuat sambal dibanding menggoreng lauk atau menanak nasi. Ini kenyataan. Dan, Ibu saya selalu merasa ada yang kurang apabila tidak ada sambal. Kadang malah malas makan jikalau kehabisan sambal. Saya dan adik-adik saya tentu saja senang karena Ibu selalu menjamin ketersediaan sambal di meja makan.

Apakah saya, termasuk keluarga saya, punya alasan khusus sehingga begitu mencintai kerupuk? Sebenarnya saya termasuk penganut paham "tidak semua pertanyaan butuh jawaban". Namun, tidak apa-apa kalau kali ini saya jawab.

Begini. Jangan pandang enteng kerupuk. Ada kandungan kalsium dan fosfor dalam kerupuk, terutama kerupuk ikan dan udang, sehingga kerupuk dapat memperkuat pertumbuhan gigi dan memperkuat tulang. Sajian data lengkapnya dapat dibaca di inspiradata.com. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun