Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Revolusi Bank Digital dan Resolusi Bank Syariat

7 Februari 2019   21:53 Diperbarui: 8 Februari 2019   01:06 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: worldfinance.com

Kita telah berdiri di depan gerbang revolusi industri 4.0, yaitu era ketika dunia fisik kita begitu lekat dengan dunia digital. Semula harus ke bank untuk mengajukan pinjaman uang, sekarang bisa berutang lewat pinjaman daring di gawai. Singkat kata, hampir seluruh sisi kehidupan kita sangat rekat dengan dunia digital.

Dunia perbankan syariat ikut terciprat kemajuan teknologi digital. Nahasnya, kemajuan itu belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat. Jangankan mereka yang berada di pelosok, yang bermukim di jantung kota besar pun belum semuanya melek atau ramah teknologi digital.

Kemajuan teknologi digital pasti meminta tumbal. Kita tarik contoh sederhana saja. Dulu cuma ada bank konvensional di negeri tercinta ini. Praktik bunga di bank konvensional serta-merta memicu cemas di kalangan umat Islam. Bagaimanapun, "bunga uang" tidak sesuai dengan syariat Islam.

Riwayat Bank Syariat

Majelis Ulama Indonesia cepat tanggap. Pada 18--20 Agustus 1990 MUI menggelar lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Dari sana terpantik gagasan untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia. Gagasan tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI, Jakarta (22--25 Agustus 1990). Dalam Munas itulah dibentuk Tim Perbankan MUI.

Riwayat mencatat, Tim Perbankan MUI harus mematangkan gagasan pendirian bank Islam di Indonesia. Bermula dari kekhawatiran, lahirlah bank syariah pertama di Indonesia. Pada 1 November 1991 berdirilah PT Bank Muamalat Indonesia (BMI). Enam bulan kemudian, 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi di Indonesia.

Sejak itulah kita mengenal dua macam sistem operasional dalam dunia perbankan di Indonesia, yakni bank konvensional dan bank syariat.

Antara Bank Syariat dan Bank Konvensional

Sebuah pertanyaan kritis mencuat. Apakah bank syariat itu? Garanya-garanya bermula dari UU No. 7 Tahun 1992 yang hanya menyebut bank syariat sebagai "bank dengan sistem bagi hasil". Tanpa perincian landasan hukum syariat, tanpa jenis-jenis usaha yang diperbolehkan. Pertanyaan itu menggelinding di tengah benak khalayak, hingga Pemerintah dan DPR RI "menelurkan" undang-undang baru.

Jawaban utuh tertuang dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pengertiannya sederhana, tetapi lebih sempurna. Bank Syariat ialah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariat atau prinsip hukum Islam. Prinsip tersebut mencakup (1) keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), (2) kemaslahatan (maslahah), (3) universalisme (alamiyah), serta (4) tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim, dan objek yang haram.

Lantas, apakah perbedaan mencolok antara bank syariat dan bank konvensional? Kita bisa tilik perbedaannya dalam tabel berikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun