Mohon tunggu...
Amel Widya
Amel Widya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PPNASN

Perempuan Berdarah Sunda Bermata Sendu. IG: @amelwidyaa Label Kompasiana: #berandaberahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anatomi Berahi di Hari Puisi

18 November 2018   11:02 Diperbarui: 18 November 2018   22:50 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya membaca puisi/Dokumentasi pribadi

Seperti tempat lain di Jakarta, panas menyambut saya di Taman Ismail Marzuki di bilangan Cikini, Jakarta Pusat. Sudah pukul sepuluh. Panggung belum berdiri tegak sempurna. Juru tata panggung masih sibuk memasang ini dan itu, meletakkan ini dan itu, atau memalu ini dan itu.

Mata saya mencari-cari panitia yang bisa ditanyai kapan acara dimulai, tetapi tidak ada penanda yang bisa saya kenali. Bahkan, meja registrasi pun belum ada. Hanya sebuah meja panjang bertutup kain putih dengan buku-buku di atasnya yang belum tertata rapi.

Di dalam hati saya bersyukur karena tidak telat. Acara perayaan Hari Puisi Indonesia 2018 belum dimulai. Padahal, sebelumnya saya sudah deg-degan takut terlambat. Semakin berdebar karena helat akbar ini akan dihadiri kira-kira 200-an penyair dari pelosok Nusantara. 

Selama ini saya tidak suka "jam karet". Terlambat lima menit saja bakal uring-uringan. Kadang-kadang hilang mood.

Untunglah acara belum dimulai, bahkan belum ada tanda-tanda akan segera dimulai. Di bagian belakang panggung sudah terpampang baliho akbar. Puisi sebagai renjana dan sikap budaya. Begitu tema utama yang diusung panitia pada perayaan HPI ini. Acara ini akan digelar selama dua hari, yakni 17-18 November 2018.

Sekulum senyum Adhi Nugroho menyambut saya dan uluran tangan yang hangat sejenak mengusir galau di hati. Kami memang janjian mau bertemu di pusat kesenian di tengah ingar-bingar kota. Ia seorang Kompasianer yang berteman dengan saya di Instagram dan Twitter. Bersama Khrisna Pabichara, lelaki yang hari ini berjanji akan menemani saya seharian, kami memilih menyesap kopi di kantin. 

TIM memang tiada matinya. Sabtu saja masih ramai, apalagi hari-hari biasa.

Percakapan di kantin berlangsung seru dan hangat. Ada-ada saja yang kami bahas. Sesekali kami ulas dunia tulis-menulis, sesekali saling berbagi kabar tentang kesibukan sehari-hari. Akrab dan menyenangkan. Jauh dari sekadar basa-basi. Meskipun obrolan kami sesekali ditingkahi celetukan tentang perkara bahasa Indonesia. Khrisna memang begitu. Apa pun tema obrolan, di mana pun obrolan berlangsung, dengan siapa pun kami mengobrol, bahasa Indonesia selalu nongol.

Menjelang pukul sebelas, belum ada kabar dari panitia. Iqbal Naspa, penyair sekaligus teaterawan kelahiran Makassar, bergabung bersama kami. Ia juga akan tampil, bersama saya, di panggung hajat perayaan HPI 2018. Wajahnya semringah. Tidak tampak jejak-jejak letih di wajahnya.

Perbincangan kami semakin seru. Sementara itu, keringat mulai bermunculan di jidat, pipi, leher, dan punggung saya mulai berasa agak basah. 

Setelah azan zuhur berkumandang, Ketua Yayasan Hari Puisi Indonesia, Maman S. Mahayana, sudah memasuki kawasan kantin bersama panitia lain. Mereka menempati meja dan langsung memesan makan siang. Di belakang saya, terhalang beberapa baris meja, Kurnia Effendi dan Kurniawan Junaedhi tampak asyik bercengkerama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun