Langit di atas Sekolah Bogor Raya sangat cerah. Matahari leluasa mencurahkan cahayanya ke bumi karena tiada segumpal awan pun yang menghalang. Jumat, 7 September 2018. Saya berada di sekolah internasional itu demi menghadiri undangan peringatan Hari Literasi Internasional.
Pak Adi, guru Bahasa dan Sastra Indonesia, menyambut saya dengan senyum riang dan sapaan ringan penuh semangat. Baru pukul 08.30. Acara akan digelar pada pukul 09.50. Masih ada waktu sejam lebih untuk mempersiapkan diri, mematut wajah, dan menikmati debur-debur dada.
Namun, saya diantar ke ruang guru. Para guru menyambut dan menyapa saya dengan hangat. Bukan perasaan melambung seperti bintang tamu menghadiri satu acara, melainkan degup-degup di dada yang makin kencang. Saya sering merasa seperti ini setiap akan mengisi acara. Apa pun itu.
Setelah percakapan ringan tentang sekolah yang lebih kerap memakai bahasa asing ketimbang bahasa Indonesia, tentang murid-murid yang penuh rasa ingin tahu, tentang kedekatan emosional antara guru dan murid, tentang hal-hal yang kerap saya tanyakan sebagai bahan materi, tibalah saat menepi di toilet.
Sisa 15 menit. Dalam situasi tertentu, seperempat jam dapat terasa amat lama. Dalam suasana menjelang acara, seperempat jam itu serasa hanya semenit. Singkat sekali. Mepet sekali. Saya hanya merapikan rambut dan menenangkan cemas.
Sepasang pewara, Vaneesa dan Fritz Sebastian, mempersilakan saya duduk di kursi yang telah disediakan. Mereka kocak. Keduanya sudah duduk di kelas XII. Begitu informasi dari Pak Adi sewaktu kami mengobrol di ruang guru. Suasana ramai. Gegap gempita. Seketika rasa gugup saya hilang begitu saja.
Waktu serasa amat berharga. Tepat pukul 09.50, pewara sudah membuka acara. Sepasang pewara bercuap-cuap membuka acara dengan nada riang.
Acara dimulai. Sekelompok guru menampilkan musikalisasi puisi. Guru-guru di SBR memang dituntut harus berani tampil di hadapan siswa. Uniknya, siswa-siswa terlihat antuasias menyaksikan penampilan gurunya.
Dalam komunikasi sehari-hari di lingkungan sekolah memang bahasa asing yang lebih sering digunakan. Terutama bahasa Inggris. Siswa asli Indonesia pun berbahasa Inggris.Â
Saya teringat informasi dari seorang guru bahwa biasanya siswa warga Indonesia yang bersekolah di sana memang terbiasa menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari.Â
Artinya, bahasa Inggris adalah bahasa ibu mereka. Seperti orang Jawa dengan bahasa Jawa, orang Sunda dengan bahasa Sunda, dan sebagainya.