Mohon tunggu...
Amel Lia
Amel Lia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Uin malang

Seoarang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mari Menelusuri Akan Uniknya Fikih Muamalah Dalam Akad Murabahah di Perbankan Syariah

11 Juni 2023   18:53 Diperbarui: 11 Juni 2023   19:18 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mari menelusuri akan uniknya fikih muamalah dalam akad murabahah di perbankan syariah
Islam sebagai agama yang  komprehensif dan universal berarti bahwa agama Islam diringkas secara keseluruhan Berbagai aspek kehidupan manusia yang bersifat aqidah dan ibadah. Ketaatan dalam ibadah, perhatian harus diberikan untuk menjaga keharmonisan hubungan antar manusia dengan pencipta-Nya dan juga sebagai pengingat akan tanggung jawab manusia di bumi sebagai khalifah. Selain itu, Islam juga bersifat universal  berarti segala ketentuan yang  diatur dalam kaidah hukum Islam universal dan fleksibel. Sifat universal terlihat terutama terlihat di fiqih Muamalah, di mana Islam tidak pernah menyerah perlakuan khusus antara seorang muslim dengan muslim lainnya dibedakan dari non-Muslim lainnya. Itu sudah termasuk Sayyidina Ali menyampaikan fiqih tentang Muamalah yang artinya "dalam bidang muamalah kewajiban mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita" (Qodri, 2014).
Di sisi ekonomi, Islam juga mengatur istilah-istilah tersebut terkait dengan penerapan ekonomi syariah baik dalam Al-Qur'an, As-Sunnah dan Ijtihad ulama. Misalnya di bidang perbankan, kapan organisasi memegang peranan penting dalam segala aspek kehidupan manusia seperti halnya menjadi jiwa sistem keuangan suatu negara, mewujudkan lembaga perbankan menjadi entitas penting bagi setiap individu, badan usaha, baik swasta maupun yang berada di bawah kendali negara. Lembaga perbankan bertindak sebagai setiap organisasi yang melakukan transaksi keuangan seperti hutang dagang, penitipan uang dan semua transaksi lainnya di sektor keuangan.
Dalam Islam, lembaga perbankan dituntut untuk memenuhi permintaan tersebut masyarakat syariah, itu sangat berbeda dengan apa yang terjadi dengan bank konvensional pun tak luput dari praktik riba. bank Islam ini adalah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang memiliki sistem bagi hasil hasil dan risiko sambil menghormati prinsip-prinsip solidaritas dan adil dalam pelaksanaannya, tentu itu sebuah alternatif masyarakat yang diharapkan dapat memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat sipil terkait perbankan syariah (Syauqoti & Ghozali, 2018).
Kegiatan utama Bank Syariah adalah menghimpun uang dari sosial melalui tabungan dalam bentuk transfer, tabungan dan deposito dengan menggunakan prinsip wadiah (titipan) dan murabahah (bagi hasil) (Lathif, 2013). Dana masyarakat yang terkumpul kemudian dialihkan melalui layanan perbankan kepada masyarakat melalui berbagai bentuk rencana keuangan, seperti Musyarakah (kemitraan), Mourabahah (jual beli), Ijarah (sewa), Al-Ijarah Thumma Al-Bai' (sewa berakhir setelah pembelian), Qard Al-Ahsan (pinjaman sukarela), Bai' Al-Salam (pembayaran di masa depan), Kafalah (jaminan), Al-Wakalah (dealer), Al-Hiwalah (pengiriman), Al-Sarf (tukar mata uang), Ujr (komisi) dan Hibah (subsidi) (Badan Pelayanan Keuangan, 2021).
Konsep pengembangan Fiqh Muamalah merupakan suatu penawaran dalam Islam untuk memberi warna dalam aspek kehidupan manusia salah satunya dalam bidang ekonomi. Salah satunya ada akad murabahah yang berarti adanya transaksi jual beli barang dengan menggunakan harga asli ataub bisa dikatakan dengan harga pokok terhadap barang yang di beli itu dengan menentukan margin keuntungan yang diperoleh disepakati oleh ke-2 belah pihak .
Praktik murabahah dikenal sebagai salah satu akad jual beli sangat umum digunakan dalam transaksi bisnis Islam. Kontrak murabahah juga dikenal sebagai transaksi jual beli dengan biaya tambahan. Beli dan jual ini dilakukan ketika penjual mendapatkan keuntungan dengan menambahkan keuntungan tentang benda yang  dijual (Triyanta, 2016). Bahkan transaksi keuangan penggunaan diagram murabahah yang biasa digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya di masa lalu. Dasar hukumnya adalah otorisasi untuk membeli dan menjual berdasarkan kontrak murabahah dalam perbankan syariah, antaranya terdapat pada Q.S Al-Baqarah: 275 yang artinya : "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapapun yang telah sampai kepadanya peringatan dari tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya".
Akad Murabahah adalah salah satu jenis akad dalam transaksi jual beli yang pelaksanaannya wajib untuk memenuhi semua bentuk hukum sehubungan dengan praktik pembelian dan penjualan. Termasuk kepatuhan terhadap hukum menyatakan bahwa barang yang  dijual kepada pembeli harus berupa barang kepemilikan penjual pada saat penutupan kontrak sebagaimana tercantum dalam kontrak adalah nas (Nas adalah peribahasa atau ungkapan dalam Islam  yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang dijadikan dasar atau pembenaran memecahkan masalah (sebagai pedoman dalam hukum syara'), yang menyatakan bahwa jual beli sambil menggunakan suatu barang adalah haram barang yang bukan milik penjual atau agennya (Mun'im,2018).
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)mengeluarkan fatwa untuk melaksanakan Murabahah melalui fatwa DSN-MUIMurabahah nomor 04/DSN-MUI/IV/2000: "Jual murabahah Barang konfirmasi harga pembelian untuk pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi daripada keuntungan" (Yusmad, 2018). UU Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008  juga memperjelas hal tersebut tentang pengertian Akad Murabahah yang disebutkan dalam Pasal 19(1).Dinyatakan: "Akad Murabahah adalah akad untuk membiayai suatu objek."menegaskan harga pembelian kepada pembeli dan pembeli membayarnya secara tunaiharga yang lebih tinggi dari laba yang disepakati.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), saat ini memang demikian"Akad jual beli muamalah menerapkan prinsip jual beli barang harga beli barang ditambah margin yang disepakati  para pihak. Penjual menginformasikan pembeli tentang harga pembelian" (DivKeuangan, 2016). Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan definisi tentang murabahah dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No16.10.PBI Tahun 2008 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan UsahaPenghimpunan dana dan penyaluran uang serta layanan perbankan syariah,Beliau menjelaskan bahwa murabahah adalah "jual beli barang dengan harga barang". barang ditambah  margin keuntungan yang disepakati.
Ada tiga cara untuk menerapkan perjanjian akad murabahah dalam Perbankan Syariah (Prabowo, 2009). Pertama, bank terlebih dahulu membeli barang yang dibeli bank setelah kesepakatan sebelumnya dengan pelanggan. Jika barang dibeli atas nama bank itu kemudian dijual kepada pelanggan dengan biaya ditambah margin keuntungandengan janji Pembelian dapat dilakukan dengan uang tunai (cash) atau uang tunai, baik secara mencicil atau sekaligus pada waktu tertentu. Cara ini dipertimbangkan sebagai pendekatan Fiqh Muamalah klasik yang paling tepat (Lathif, 2013).  Kedua, bank melakukan pembayaran kepada pihak ketiga atas permintaan pelanggan, sehingga pengalihan jual beli dilakukan langsung oleh pihak ketiga pelanggan. Dan yang ketiga adalah bank yang melakukan akad Murabahah klien, tetapi pada saat yang sama memenuhi (mewakili) akad wakalah pelanggan dapat membeli barang mereka sendiri untuk pembelian. Seperti itu Perbankan Syariah di Indonesia.
Oleh karena itu, akad murabahah juga populer karena saat ini terlihat bahwa massa perbankan syariah umumnya menginginkan pendapatan  tetap  dari tingkat margin Murabahah yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga bank syariah seperti Mudharib Shahibul Mall dan penabung mudharabah, bisa menawarkan bagi hasil yang cukup menarik. Semakin tinggi margin yang diminta bank  (murabahah) dari pelanggan pembelian, semakin banyak pendapatan yang dapat didistribusikan bank syariah ke mal-mal Shahibulnya. Sehingga dalam penerapan akad murabahah dilakukan melalui mekanisme jual beli barang dengan penambahan margin sebagai keuntungan yang akan diperoleh bank. Bahkan di Indonesia, akad murabahah berkontribusi paling besar (60%) dari total pembiayaan Perbankan Syariah Indonesia. Semoga bermanfaat dan menambah berkah bagi penulis dan pembaca amin.
Referensi
Afrida, Y. (2016). Analisis Pembiayaan Murabahah Di Perbankan Syariah. Jebi (Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam), 1(2), 155--166.
Retrieved from http://journal.febi.uinib.ac.id/index.php/jebi/article/view/32
Antonio, S. M. (2001). Bank Syariah dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun