Mohon tunggu...
Amelina Junidar
Amelina Junidar Mohon Tunggu... Guru - Guru SD Islam Al Azhar 67 Bukittinggi

Nama pena Elina Ajrie. Ibu rumah tangga. Hobi coret-coret semenjak kelas 3 SD. Sudah memiliki sekitar 6 buku puisi solo dan 20 antologi cerpen-puisi.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Say No to Bukber, Alright?

14 Maret 2024   19:45 Diperbarui: 14 Maret 2024   19:53 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Kalau udah Ramadhan, percaya nggak percaya, banyak kafe atau tempat makan di seantero kota berlomba membuat paket bukber alias paket yang akan dipesan untuk buka bersama. Poinnya, selama ramai. Mengapa? Karena manusia yang pada hakikatnya adalah makhluk sosial dan suka berkumpul-kumpul pada bulan Ramadhan jadi terikat dengan yang namanya bukber outdoor, apalagi buat para remaja atau dewasa muda yang memiliki relasi sekeliling pinggang. Berawal dari harga-menghargai, lalu terbentuklah budaya tahunan yakni bukber setiap Ramadhan.

Percaya nggak percaya bagian dua, ceremonial dan ngobrol ngalor ngidulnya yang asyik dan memakan waktu. Bahkan tak jarang hingga Maghrib tenggelam, kemudian terbit lagi ketika Isya menjelang. Kaum kaum denial mungkin akan dengan frontal mendebat, tidak semua orang seperti itu, ada juga kok yang ibadah tepat waktu. Benar, hanya saja ketika yang bukber adalah anak muda, hanya 1 dari 10 yang sadar dengan kewajibannya lalu meninggalkan tempat bukbernya sejenak lantas menunaikan salat Maghrib. Astaghfirullahal azhim. Sebegitu pentingnya menjaga marwah di hadapan manusia sampai-sampai lupa pada Yang Maha Mencipta.

Sebenarnya, saya juga bukan termasuk hater garis keras terhadap segala macam bukber bukberan ini. Untuk seseorang yang hanya punya 2 sahabat dekat teman lama sedari SMP sampai hari ini, saya juga akan bersedia untuk bukber apabila datang ajakan dari mereka. Ya, semata-mata memang untuk menyatukan kembali rindu yang sebelumnya jauh. Selain itu, saya akan berupaya mencari berbagai alasan masuk akal apakah itu melibatkan larangan orang tua (ketika belum menikah) dan larangan suami (ketika sudah menikah). Bukan malas bersosialisasi, hanya saja malas berkumpul dengan isian obrolan-obrolan yang kemungkinan besar isinya ghibah semua.

Jadi menurut saya, bukber dengan teman lama oke oke saja, apabila tidak meninggalkan atau melalaikan prioritas ibadah yang sudah lebih dulu menempati skala daripada bukber itu sendiri. Tapi kalau asyik bukber hingga lupa waktu dan lalai dari ibadah, itulah kesalahan besar.

Percaya tidak percaya bagian tiga, bukber yang paling enak itu tetap bersama keluarga yang nomor satu. Sebab rumah tempat kembali yang paling tulus adalah mereka. Tak ada yang lain. Hubungan yang akan bertahan dalam cinta meskipun sekeliling membenci. Hubungan yang akan senantiasa menguatkan meskipun pijakan mulai melemah. Bukan saatnya lebih mementingkan marwah di depan orang lain. Jangan sampai kehilangan dulu baru setelahnya kita mendapat pelajaran bahwa kehadiran keluarga baru terasa. 

Perbanyak berbuka bersama keluarga, entah itu di rumah atau di luar, bukan bersama orang-orang yang belum tentu dalam hatinya juga memiliki perasaan yang sama dengan keluarga di rumah. Benar kan?

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun