Dia ibuku.
Wanita pembohong nomor satu di dunia.
Yang rela menyodorkan sepiring nasi dan tempe dengan gigil tangannya.
Padahal sendirinya belum bertemu nasi semenjak hari semakin menjadi.
Iya, dia ibuku.
Perutnya yang kini sudah ditopang dengan berbagai kebutuhan sandang itu.
Di sana, aku berdiam.
Sebuah tempat tinggal yang nyaman.
Tanpa gangguan.
Sembilan bulan sepuluh hari.Â
Ragam siksa kuberikan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!