Pernah dengar hidup itu murah, tapi yang mahal gengsinya? Yes, that's right, Babe. Hidup memang murah, pada dasarnya nggak butuh biaya. Cukup mensyukuri apa yang Allah beri maka Dia pasti bakal kasih yang lebih dan lebih lagi seperti yang dijanjikan dalam firman-Nya Quran surat Ibrahim ayat 7. Sampai sini paham dong, ya. Benar, memang Allah yang bilang begitu, hanya saja mengapa realitanya masih banyak yang mengingkari bahkan mencekik lehernya sendiri karena stigma HIDUP ITU MAHAL. Bukan hidupnya, tapi gengsinya.Â
So, solusinya apa? Kembali ke pelajaran zaman dahulu kala pas kita ngaji abata di madrasah. Kan pernah tu saudara saudari belajar sifat yang namanya qonaah. Nah, tu dia jawabannya. Merasa cukup dengan apa yang dikasih Allah. Jadi nggak bakal yang namanya besar pasak daripada tiang. Hmm, manusia sih ya namanya. Pas awal penciptaan aja, malaikat ragu, ya udah deh itulah salah satu bukti keraguan malaikat yang memang nyata-nyata kejadian.
Manusia itu punya nafsu. Bisa lebih baik dari malaikat, bisa juga lebih rendah dari binatang. Jadi, kalau mau jadi manusia sempurna, di tengah-tengah deh tu berdirinya. Memang mengendalikan itu susahnya minta ampun, tapi bukannya nggak bisa loh ya. Bukannya dulu guru matematika juga gitu ya, awalnya rumus-rumus itu bertengkar di kepala, ujung-ujugnnya pas dewasa ngerti juga kan akhrinya, paham juga kan? Berarti bukan nggak bisa, kan kan?
Maka dari itu, stop membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Nggak ada teori apalagi penelitiannya bahwa seseorang bisa jadi tolak ukur keberuntungan atau kesialan orang lain. Nasib itu beda-beda. Ada yang sekali jalan dapatnya jalan tol, mulus. Ada juga yang jalannya berlubang dari awal sampai ujung. Eh tapi jangan salah, di pengguna jalan tol pun karena sudah asyik di zona nyaman akan terlena dan jatuh berdebum terhenyak karena lubang kecil yang diremehkan. Sebaliknya pengguna jalan berlubang yang sudah biasa meloewati onak dan duri akan dapat taman bunga sebagai bonus kesabaran dalam perjalanannya. The winner is ... yes.
Hiduplah untuk diri sendiri. Jangan hidup untuk orang lain, apalagi untuk tetangga. Stop menatap dan mengagumi rumput mereka yang kita bahkan tak tahu sudah dikasih skinker apa sehingga selalu tampak hijau di mata.
Allah saja menerimamu apa adanya, mengapa harus mementingkan pandangan manusia sedangkan kita juga akan menemui akhir yang sama ke hadapan Sang Pencipta?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H