Covid-19 menjadi fokus global nomor 1 sejak 2019 karena penyebarannya yang begitu cepat. Deklarasi WHO terkait pandemi global mematikan ini, harus ditindaklanjuti dengan proses isolasi atau lockdown beberapa negara di dunia. Beralihnya sistem pembelajaran menjadi online class, dan penutupan tempat wisata menjadi cara Indonesia untuk setidaknya memperlambat penyebaran virus ini.
Saat ini, penyebaran coronavirus baik dalam negeri maupun luar negeri terus berkembang. Hal tersebut dibutikan dengan jumlah angka pasien yang terus meningkat dalam kurun waktu singkat. Covid-19 dianggap sebagai satu-satunya pengancam eksistensi manusia di masa depan jika tidak segera ditangani.
Isu climate change belum berhasil membuat aksi nyata
Reaksi terhadap isu Covid-19 ini sangat bertolak belakang dengan isu perubahan iklim yang semakin tidak diperhatikan. Jika dilihat dari segi "mematikan manusia", Climate Change memiliki pengaruh besar dalam kelangsungan hidup manusia. Diiringi dengan penebalan atmoster yang terus bertambah, namun sedikitnya aksi nyata dalam penyelamatan bumi. Hal tersebut membuat pemanasan global tetap pada angka yang tinggi. Sedikit dari kita yang menyadari fakta bahwa bumi terus mengalami kerusakan setiap harinya. Bencana alam yang kerap terjadi tidak cukup untuk membuat masyarakat sadar, padahal climate change ini memiliki potensi kematian seperti isu coronavirus, atau bahkan lebih.
Sebelum pandemi korona muncul, seluruh negara yang terlibat dalam KTT Perikliman Dunia hanya berfokus pada lingkaran yang sama, yaitu memperbaiki emisi karbon. Namun tanpa adanya tindak lanjut yang nyata, membuat isu climate change ini mudah terlupakan hingga bumi terus mengalami kerusakan.
Menurut data dari NOAA (The National Oceanic and Atmospheric Administration), pada tahun 2019 lalu bumi mencapai suhu tertinggi kedua setelah tahun 2015. Suhu bumi mencapai angka 2,07 derajat Farenheit yang mana bertambah 1,15 derajat celcius dari biasanya. Hal tersebut membuktikan kondisi bumi yang semakin kritis yang dapat menimbulkan kekeringan ekstrim dan juga ketidakstabilan pasang surut laut.
Keadaan kritis bumi masih menjadi isu standar atau klise untuk sebagian besar orang, dimana  masyarakat masih menutup mata dan telinga rapat-rapat mengenai perubahan iklim. Saat ini, perubahan cuaca yang semakin ekstrim dan didukung oleh daya tahan tubuh yang menurun, membuat bertambahnya potensi-potensi penyakit baru. Perubahan iklim juga mempengaruhi alur ekosistem bumi, salah satu contohnya adalah pengaruh terhadap virus jenis flu yang awalnya hanya bisa menjangkit saat musim dingin, namun kini bisa berkembang di cuaca yang lebih hangat.
Bumi sudah mengawali tahun 2020 dengan berbagai tragedi, dimulai dari banjir ibukota Indonesia, kebakaran hutan Australia, puluhan belalang menghabisi hasil panen di Afrika, ancaman World War III antara Amerika Serikat dan Iran, hingga epidemik coronavirus di China.
Tidakkah Bumi membutuhkan evaluasi kita?