Mohon tunggu...
Amelia Zaneta
Amelia Zaneta Mohon Tunggu... -

Me; loves eat but never get more than 45kg / a quite serious person in real life but witty in her writing / still try her best to be more independent / love to laugh / never understand why people love football / book lovers /

Selanjutnya

Tutup

Politik

7 Tahun Setelah ‘98

15 Oktober 2010   14:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:24 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berapakah umur anda ketika reformasi ’98 sedang terjadi? Pada saat itu saya masih duduk dibangku kelas tiga sekolah dasar. Ayah saya adalah pegawai di kantor pemerintahan dan kami tinggal di kompleks perumahan yang diberikan oleh pemerintah. Di halaman rumah kami juga terdapat mobil dengan plat merah. Yang saya ingat pada saat itu, setiap malam saya dan dua orang kakak laki-laki saya (yang hanya berjarak dua dan tiga tahun) tidur dengan mengenakan sweater dan celana panjang. Dan terdapat sebuah tas yang berisi baju dan beberapa dokumen. Radio kecil dirumah kami terus menyala, dan ayah saya mendengarkan berita yang disiarkan dengan sangat cermat. Peristiwa itu tidak mungkin dapat dilupakan oleh siapapun; Pemerkosaan terhadap perempuan etnis Cina dan pembakaran dan penjarahan pusat perbelanjaan.

Diawali dengan Tragedi Trisakti yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, yang kemudian sehari setelahnya konflik meluas menjadi di seluruh Indonesia. Bila dilihat sekilas, pemicu dari konflik ini adalah akibat dari ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintah; inflasi mata uang, harga bahan pangan yang sangat tinggi, dsb.

Tapi yang terjadi sebenarnya saat itu adalah akumulasi dari tekanan yang dialami masyarakat selama 32 tahun pemerintahan Era Orde Baru. Seperti yang kita ketahui, pada masa itu walaupun Indonesia telah diberi label “negara demokrasi” dan pemilu tetap diadakan secara teratur, tetapi Partai yang paling berkuasa hanya satu, yaitu Golkar, partai yang menjadi kendaraan Presiden Soeharto. Selain itu rakyat tidak memiliki freedom of speech. Argumen yang mengkritik keputusan presiden sama saja dengan bunuh diri. Daftar pelanggaran kemanusiaan banyak terjadi di pemerintahan orde ini. Jaringan korupsi-pun meluas. Pemerintah lebih suka menggunakan kekerasan untuk meredam konflik yang terjadi di daerah-daerah. Contohnya adalah konflik separatis Aceh yang berusaha diselesaikan oleh pemerintah melalui pendekatan militer.

Puncak dari ketidakpuasan rakyat tersebut akhirnya berakhir pada bulan Mei 1998.

Saat ini sudah hampir tujuh tahun setelah reformasi Indonesia. Bangsa Indonesia mulai familiar dengan demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Pemerintah berusaha agar Indonesia dapat menjadi negara demokrasi melalui transparansi kinerja pemerintahan, memberikan kebebasan pada rakyat untuk menyampaikan pendapat, dan berusaha menyelesaikan konflik-konflik domestik tanpa menggunakan pendekatan militer, walaupun budaya korupsi masih belum dapat dihapus di negara ini.

Tujuh tahun setelah reformasi pemerintahan, apakah anda sudah puas dengan sistem yang ada? Apakah menurut anda situasi ini lebih baik ketimbang pemerintahan Orde baru? Atau apakah tujuh tahun setelah kita merasakan demokrasi anda malah menjadi semakin apatis dengan kinerja pemerintahan?

Saya pribadi lebih memilih pilihan yang ketiga. Karena demokrasi yang diperkenalkan oleh rakyat tidak diikuti dengan kemajuan kualitas pendidikan oleh pemerintah. Jadi yang terjadi adalah setiap orang berpikir bahwa mereka berhak melakukan ini dan itu, walaupun sebenarnya hanya sedikit dari mereka yang faham apa itu demokrasi.

Saya ingat ketika Cina bertransisi menuju pemerintahan komunis, sektor pertama yang disentuh oleh pemerintah ialah pendidikan. Semua tahanan pemerintah diwajibkan mempelajari faham komunis. Di dalam tahanannya, para elit pemerintahan dan kerajaan yang dulu menjadi kaki tangan pemerintahan Jepang diperlakukan dengan baik. Reformasi pendidikan pun dilakukan dengan baik pada awal-awal era komunis. Sebanarnya ini adalah bentuk halus dari cara brainwash pemerintah Cina terhadap warganya. Tapi ternyata cara ini berhasil.

Sebenarnya saya kurang mengerti jenis demokrasi yang diadopsi oleh pemerintah. Kebebasan yang ada malah digunakan oleh kelompok-kelompok fanatik untuk mengambil tindakan-tindakan ekstrim. Contoh yang paling jelas adalah FPI. Dengan nama Islam, mereka menghancurkan tempat-tempat yang menjual minuman keras, seperti tempat biliyar. Dengan alasan tempat-tempat itu adalah tempat maksiat dan saat itu mendekati bulan puasa.

Pernahkah pemerintah kita sadar, karena walau bagaimanapun juga, mereka tidak punya hak untuk melakukan tindakan kekerasan apapun. Karena mereka bukan bagian dari pemerintah.

Sementara itu saya pernah melihat rombongan motor mereka dan tidak satupun dari mereka yang memakai helm. Polisi yang bertugas di jalan-pun tidak ada yang berani menghentikan mereka. Menurut saya ini membuat negara kita terlihat menjadi fail state. Aparat hukum telah gagal menghentikan tindakan kekerasan antar warga sipil.

Bentuk kegagalan sistem demokrasi lainnya adalah ketika dibentuknya Undang-undang yang berlawanan dengan demokrasi itu sendiri. Anda tentu masih ingat dengan kehebohan yang terjadi ketika di temukannya video-video dewasa yang “di mainkan” oleh sejumlah artis-artis dalam negeri. Nazriel Irham (Ariel ‘Peterpan’) sampai saat ini masih berada di penjara karena melanggar UU Pornografi.

Bukankah setiap orang mempunyai hak atas tubuh mereka? Selama tidak ada orang yang merasa dirugikan maka harusnya peristiwa tersebut hanya menjadi kategori “isu ringan” dan tidak seharusnya dibicarakan di media selama hampir satu bulan.

Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan saya menjadi apatis terhadap demokrasi ala Indonesia ini. Faham liberalisme malah digunakan untuk main hakim sendiri oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.

Mungkin Indonesia memang belum pantas dengan sistem demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun