Pada tanggal 29 Juni 1995, terjadi peristiwa yang paling tragis di Korea Selatan, sehingga peristiwa itu dianggap sebagai “The Largest Peacetime Disaster in South Korean History”. Sampoong Departement Store yang didirikan di distrik Seocho-gu, Seoul, yang menjadi icon kemajuan kota Seoul pada saat itu, runtuh dalam waktu 20 detik, dengan 1.500 orang berada didalamnya.
Sampoong Mall awalnya merupakan daerah tempat pembuangan sampah, yang kemudian dibeli oleh Sampoong Group. Awal pembangunannya dilakukan pada tahun 1987 dan dirampungkan pada akhir tahun 1989. Pada tanggal 7 Juli 1990, Mall tersebut sudah terbuka untuk umum. Departement Store terbesar di distrik Seoul ini terdiri atas lima lantai dan satu lantai basement. Lima tahun pertama sejak dibukanya mall tersebut, jumlah pengunjung setiap harinya mencapai 40.000 orang.
Pada tanggal 29 Juni, pukul 8 pagi, beberapa jam sebelum bangunan tersebut runtuh, manajer Sampoong Departement Store, menerima notes di mejanya dari karyawan jaga malam. Karyawan tersebut menulis bahwa ia mendengar suara yang keras dari bagian atas gedung. Manajer segera mengecek dan menemukan adanya retakan yang besar dilantai. Beberapa jam kemudian, salah satu pemilik restoran di lantai lima menemukan retakan sebesar kepalan tangan di dapur restorannya. Manajer hanya menyarankan agar restoran itu ditutup untuk satu hari, sambil menunggu adanya perbaikan gedung. Manajer melaporkan masalah ini kepada pemilik gedung, dan arsitektur bangunan. Manajer dan arsitektur menyarankan untuk menutup pusat perbelanjaan itu sampai diketahui penyebabnya, namun pemilik gedung menolak, karena akan mengakibatkan kerugian yang besar.
Sekitar dua jam sebelum bangunan runtuh, terdengar kembali suara yang sangat keras dari lantai atas, tetapi semua pengunjung mengabaikan tanda tersebut. Manajer segera mengambil tindakan dengan mematikan pendingin ruangan. 52 menit sebelum bangunan runtuh, toko masih belum ditutup dan pengunjung sudah mulai complain dengan suhu udara yang terlalu panas. “Bagaimana mungkin pusat perbelanjaan sebesar ini mematikan pendingin ruangannya?”.
Meskipun begitu, para pemimpin telah meninggalkan gedung, sebagai tindakan jaga-jaga. Kemudian sekitar pukul 5 sore, kembali terdengar suara yang sangat keras diikuti dengan jatuhnya pecahan-pecahan kaca. Suara tersebut hanya terdengar sampai dengan lantai satu, tidak sampai lantai basement. Pengunjung mulai berhamburan mencari pintu keluar. Sampoong Departement Store akhirnya rata dengan tanah dalam waktu dua puluh detik.
Kurang dari lima belas menit, tim penyelamat, kepolisian, dan relawan tiba di lokasi kejadian. Dengan peralatan berat, runtuhan bangunan diangkat pelan-pelan dan proses evakuasi-pun dimulai. Beberapa hari setelah tindakan evakuasi korban (sekitar hari ke-4 atau hari ke-6), semua tim evakuasi ditarik dari lokasi kejadian. Tindakan itu dilakukan pemerintah karena khawatir sisa bangunan sayap kanan dan kiri, sangat berpotensi untuk runtuh dan menimpa tim evakuasi yang berada di bawah. Keputusan tersebut memancing amarah warga, khususnya dari pihak keluarga dan kerabat. Mereka melakukan demonstrasi besar dijalan yang memohon kepada pemerintah untuk tetap melanjutkan pencarian bagi keluarga mereka. Pemerintah mencari arsitektur kota untuk mencari solusi agar sisa bangunan tidak mengancam keselamatan tim evakuasi, dan ia berhasil menemukan solusinya. Esok harinya pekerjaan tim evakuasi kembali dilanjutkan, dengan perubahan tujuan, bukan lagi untuk mencari korban yang selamat, tetapi untuk mencari mayat-mayat yang masih tertimbun. Karena tubuh manusia tidak akan dapat bertahan lebih dari tiga hari pada suhu 30 derajat celcius, tanpa air. Pada hari ke-17 evakuasi, tim menghentikan semua pekerjaannya, karena mendengar bunyi dari bagian bawah reruntuhan. Park Seung Hyun, yang berumur 19 tahun terbaring dibawah reruntuhan. Ketika ia mulai mendengar suara-suara diatasnya, ia memukul-mukul runtuhan dinding yang menahannya. Ia hanya mengalami luka ringan tanpa ada sama sekali luka serius. Ia berhasil bertahan hanya dengan meminum aliran dari air hujan.
Total korban meninggal disebutkan sebanyak 501 orang sedangkan 937 lainnya mengalami luka berat dan ringan.
Seorang ahli instruktur bangunan sangat yakin runtuhnya Sampoong Departement Store bukanlah disebabkan oleh ledakan bom yang dilakukan oleh kelompok teroris. Karena runtuhnya bangunan yang disebabkan oleh bahan peledak, pasti akan meninggalkan bentuk yang berbeda. Seperti ketika terjadinya pemboman di sebuah departement store di Oklahoma. Pada Sampoong Mall, seluruh lantai bangunan jatuh kebagian bawah bangunan. Ahli instruktur ini terus melakukan penelitian dan percobaan untuk menemukan alasan runtuhnya bangunan tersebut.
Sementara itu Departement Kepolisian berhasil menangkap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Pemilik gedung, Lee Jon, di jatuhi hukuman penjara 10,5 tahun. Putranya yang merupakan CEO dari bangunan tersebut, Lee Han-Sang, dituntut sebagai pelaku pembunuhan berencana dan dipenjara selama 7 tahun. Manajer gedung dipenjara selama 5-6 tahun. Penyelidikan ini akhirnya mengarah pada ditemukannya praktek korupsi besar-besaran dalam tubuh perusahaan. Beberapa petugas kebersihan dan staff dinyatakan bersalah karena terbukti menerima suap dari perusahaan. Pejabat kota dan mantan kepala administrasi kota juga ditahan, karena kelalaian mereka dalam memeriksa kelayakan bangunan dan mengizinkan penggunaan materil bangunan yang kurang terjamin keamanannya.
Ditetapkannya tersangka pada kejadian ini merupakan hal yang sangat penting bagi penelitian ahli instruktur tersebut. Ia melakukan wawancara kepada arsitektur bangunan, manajer, dan pemilik gedung. Sampoong Departement Store awalnya direncanakan sebagai pusat perkantoran, dengan desain empat lantai. Namun seiring dengan pembangunannya pemilik gedung merubahnya menjadi pusat perbelanjaan, dan karena kebutuhannya menjadi meluas, maka lantai lima ditambahkan. Arsitek dan para kontraktor tidak setuju dengan penambahan lantai tersebut, karena di khawatirkan bagian bawah bangunan tidak dapat menahan beban. Pemilik gedung yang tidak mau mendengar kritikan ini, memecat arsitek dan semua kontraktornya, dan mencari kontraktor penggantinya sendiri.
Lantai lima yang tadinya akan dijadikan sebagai tempat bermain sepatu roda diganti oleh pemilik gedung menjadi food court, dengan 8 restoran berada di dalamnya. Perubahan fungsi lantai lima dianggap menjadi awal mula kesalahan pembangunan. Karena ketika makan, masyarakat Korea duduk dengan tidak menggunakan kursi, maka pemanas ruangan ditaruh dibagian bawah lantai. Panas yang dikeluarkan oleh pemanas ini terus menjalar ke pilar-pilar penyangga gedung. Kemudian, getaran yang ditimbulkan oleh pendingin bangunan juga semakin memperburuk retakan diantara pilar-pilar gedung. Ketika manajer gedung mematikan AC satu jam sebelum bangunan runtuh, hal ini sudah sangat terlambat untuk dilakukan. Retakan di restoran lantai lima yang tadinya hanya sebesar kepalan tangan, telah melebar menjadi 10 cm. Akhirnya seluruh bangunan-pun runtuh, menimpa pengunjung yang terlambat menyelamatkan diri.
Peristiwa yang terjadi di Sampoong menuntut pemerintah untuk menguji kembali kelayakan bangunandi seluruh Korea Selatan. Hasil dari pengujian tesebut menunjukkan 20 persen bangunan dianggap tidak aman, 80 persen bangunan diwajibkan melakukan perombakan bangunan besar-besaran, dan hanya 1:50 bangunan yang dinyatakan aman untuk digunakan.
Terdapat tiga moral of the story yang bisa diambil dari cerita ini:
Pertama, sifat tamak (greedy) pada manusia untukmemperoleh keuntungan yang lebih besar besar lagi, seperti bom waktu yang akan terus berakumulasi, sampai pada satu titik, itu akan meledak. Dan tidak hanya merugikan orang lain tapi juga diri sendiri.
Kedua, korupsi adalah tindakan yang sangat berbahaya dan harus dihindari, karena merugikan banyak pihak. Dalam kasus Sampoong, korupsi mengakibatkan 1.500 orang tertimbun dalam runtuhan bangunan. Di Afrika, korupsi mengakibatkan banyak negara tidak dapat berkembang dengan baik, dan banyak masyarakatnya yang mati karena terlalu miskin. Di negara-negara berkembang (Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Amerika Selatan), masyarakat dan pemerintah telah menyadari bahaya korupsi, dan sudah adanya sikap untuk menolak praktek-praktek korupsi, namun tentu saja masih membutuhkan waktu yang lama untuk mendirikan pemerintahan bebas korupsi. Seperti kebijakan yang dulu pernah ditetapkan oleh pemerintah China: pemusnahan satu keluarga jika salah satu anggotanya keluarganya terbukti melakukan korupsi. Meskipun melanggar HAM, tetapi efek jera yang ditimbulkan sangat efektif.
Sementara itu di negara-negara maju, praktek korupsi masih tetap terjadi, namun dengan skala yang sangat kecil. Masyarakat di negara-negara maju sangat sadar dengan bahaya korupsi, mereka bahkan sangat peka dengan hal-hal yang berbau penyuapan (bribe). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa setiap orang atau setiap pemerintahan harus lebih sadar akan kebiasaan tindakan korupsi yang tidak pernah berujung kepada hal-hal yang menguntungkan.
Moral of the story yang ketiga ialah pujian kepada tindakan pemerintah yang sigap dalam menanggulangi masalah di wilayahnya. Dalam kurun waktu beberapa bulan, pemerintah dapat menemukan pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk penanggung jawab kotanya. Two thumbs up untuk penegakkan hukum di Korea Selatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H