Mohon tunggu...
Amelia Wulandari
Amelia Wulandari Mohon Tunggu... Administrasi - wanita biasa

wanita receh suka menulis hal recehan. Ibu rumah tangga lulusan sekolah kuliner yang suka memasak dan membagikan resep.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Si Pupuk Bawang

18 Juni 2015   22:25 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:42 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Namanya Ula, anaknya cantik, tinggi dan kulitnya sawo matang. Wajahnya manis sekali, selain itu anaknya sangat menyenangkan sehingga temannyapun banyak. Dia juga pandai memasak dan kecerdasannya bisa di bilang lumayan. Tetapi, seringkali Ula di pandang sebelah mata karena pangkat dan julukannya oleh keluarganya. Iya, Ula memang berpangkat anak bungsu sedangkan julukannya adalah si pupuk bawang.

Dengan predikat pupuk bawang Ula selalu mendapat kesulitan jikalau ingin melakukan segala sesuatunya. Berbeda dengan kakaknya yang selalu dapat melakukan apapun yang dia inginkan, tidak demikian dengan Ula. Setiap kali Ula ingin melakukan sesuatu pasti mendapatkan tentangan dari kedua orangtua dan kakaknya. Alasan tentangan yang diberikan juga ada saja. Mulai yang masuk akan hingga yang tidak masuk akal. Apa yang bisa dilakukan Ula? Hanya duduk, diam dan merenungi nasibnya sebagai si pupuk bawang yang sejatinya tidak demikian.

Sejatinya Ula selalu memimpikan dirinya menjadi wanita karir yang sukses di segala bidang, dan Ula sangat ingin membuktikan kemampuannya sehingga tidak di anggap gadis pupuk bawang lagi. Tetapi karena rintangan dari orangtua yang begitu besar, akhirnya Ula hanya dapat pergi ke kampus dan selanjutnya diam di rumah. Ula yang tumbuh semakin besar berpikir bahwa dirinya adalah Kartini modern, yang masih di kungkung di dalam rumah dan tidak mendapatkan hak emansipasi yang sudah diperjuangkan kartini.

Karena Ula adalah gadis yang maju terus pantang mundur dan bercita-cita teguh, akhirnya diapun secara diam-diam mengikuti berbagai kegiatan kampus. Meskipun kegiatan yang diikuti hanya sebatas di dalam kampus, di dalam kota, dan paling banter pulang jam tujuh malam, Ula tetap melakoninya. Dalam pikiran Ula yang penting aku mendapatkan pengalaman baru.
Ketika lomba di kampus lain, Ula berkenalan dengan seseorang yang bernama Tera. Tera adalah siswa semester tujuh yang berasal dari luar kota. Wajahnya tampan dan rupawan, semua wanita pasti jatuh cinta kepadanya. Apalagi Tera adalah orang yang berasal dari keluarga yang sangat mapan. Tidak ada alasan untuk menolak pria yang satu ini. Demikian juga dengan Ula ketika di ajak berkenalan dengan Tera.

Setelah bertukar nomor telepon yang dituliskan di atas selembar tissue, merekapun menjadi akrab dan sering berkirim pesan sekaligus bertelepon ria setiap malam. Orangtua Ula yang mengamati perubahan anaknya menjadi curiga dan takut. Mereka khawatir kalau-kalau Ula di bohongi pria, padahal Ula sudah cukup dewasa dan mampu menilai orang. Karena rasa ingin tau yang begitu besar , akhirnya orangtua Ula bertanya:

“Dengan siapa kau bertelepon akhir-akhir ini, asik kali rasanya”. Ujar ibu Ula.
“Pria asal Malang Bundo, Tera namanya dia teman yang kukenal di kampus”. Jawab Ula.
“Siapa namanya? Terajana? Seperti lagu dangdut saja namanya”. Canda ibu Ula.
“Nanti dia datang mari ku panggil mampir ke rumah lah bundo. Biar bapak dan bundo berkenalan”. Tukas Ula.

Mendengar jawaban Ula, kagetlah Ibu Ula. Dia pikir anaknya sudah berpacaran dengan Tera itu. Padahal Tera hanya sebatas teman biasa, dan Ula pun tidak ada maksud lebih kepada Tera.

Hari itu Tera datang dari Malang dan berencana pergi ke rumah Ula, tetapi karena ada suatu urusan akhirnya dia membatalkan pergi ke rumah Ula. Ula bercerita kepada ayahnya mengenai kebatalan Tera ke rumahnya. Ayah Ula hanya diam tanpa kata, hanya saja raut mukanya sudah di tekuk.

“Hatinya pasti nggerundel”. Pikir Ula.

Ula juga mulai kebingungan karena temannya itu menghilang tanpa kabar selama di Surabaya, sebenarnya dalam lubuk hati yang terdalam Ula merindukan gurauan Tera yang seperti dulu. Hanya saja Tera menghilang begitu saja bagaikan butiran debu yang tidak tahu jalan pulang.

Seminggu hari berlalu, keadaan juga mulai menjadi tenang. Ayah dan Bundo tidak lagi meributkan Tera. Sedangkan makhluk yang bernama Tera masih belum menampakkan dirinya. Sehingga Ula menjadi tidak ada kerjaan dan iseng-iseng Ula bermain Facebook. Ketika masuk pada bagian home terlihat ada foto Tera dengan wanita lain. Mereka mesra sekali, dan entah mengapa seketika air mata Ula menetes dan hatinya terasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun