Kapanpun dan dimanapun kita berada pasti terikat akan peraturan-peraturan baik peraturan lisan dan tulisan. Berbagai jenis peraturan dibuat untuk mendisiplinkan pekerja atau siswa dan mahasiswa.
Peraturan yang paling sering terlihat dan yang harus dipatuhi adalah larangan untuk terlambat. Memang sepintas larangan ini sangat bagus dan berfungsi sebagai alat yang menunjukkan seberapa besar kedisiplinan pekerja, pelajar ataupun dalam hal lainnya. Beberapa perusahaan malah langsung memarahi pekerjanya yang terlambat dan memberikan sanksi tegas karena di anggap tidak disiplin.
Sedangkan pada level pelajar, sanksi yang diberikan akan berbeda setiap sekolah. Jika jaman saya sekolah dulu, ketika terlambat sekali hingga tiga kali saya tidak diperkenankan mengikuti jam pelajaran pertama dan mendapatkan point minus, tetapi tetap boleh mengikuti jam pelajaran ke dua dan seterusnya. Lalu jika sudah lebih dari tiga kali maka saya akan dipulangkan. Setelah lulus SMA saya memasuki jenjang universitas, peraturan yang diterapkan berbeda. Peraturan mengatakan bahwa keterlambatan 15 menit ditoleransi dan jika lebih dari 15 menit boleh masuk dan mengikuti perkuliahan tetapi tidak di absen dan tidak mengumpulkan tugas apapun pada hari itu.
Sepintas peraturan yang diterapkan memang bertujuan baik. Tetapi, pernahkan Sang Pembuat Peraturan membayangkan apabila pekerjanya atau siswanya melihat seseorang yang kecelakaan di jalan sepi padahal jam untuk masuk kerjanya sudah mepet? Atau tiba-tiba sakit perut di pagi hari yang tak tertahan sehingga mengakibatkan jam berangkat ke kantor atau ke sekolah, dsb terhambat selama beberapa saat? Bagaimana saudara? Apakah peraturan yang terlalu kaku itu masih mendisiplinkan ataukah membunuh perasaan kemanusiaan?
Bukankah lebih baik agak sedikit melonggarkan peraturan. Tetapi untuk melonggarkan peraturan sendiri masih perlu didukung oleh kejujuran pekerja, siswa, dsb. Atau mungkin jika memang keterlambatan tersebut disebabkan oleh menolong seseorang di jalan yang bersangkutan bisa memberikan bukti melalui foto sebagai bukti sehingga tidak perlu ada amarah atau sanksi yang menghantui. Malah jika benar yang bersangkutan menolong seseorang maka perusahaan atau institusi tertentu seharusnya berbangga. Karena peraturan yang mereka buat benar mendisiplinkan tetapi juga memperhatikan hal-hal kemanusiaan.
Baca juga : http://sosok.kompasiana.com/2015/05/01/perjuangan-perawat-kusta-715423.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H