Mohon tunggu...
Titisari Wardani
Titisari Wardani Mohon Tunggu... -

an Amateur Reversionist.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Anda itu Sia-Sia!

29 Februari 2016   08:29 Diperbarui: 29 Februari 2016   09:05 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hidup itu indah? Nikmatilah hidup? Hidup adalah anugerah? Salah! Semuanya sia-sia dan tidak berguna! Hidup itu percuma dan tidak ada artinya. Seumur hidup bekerja dan memeras keringat, tapi mana hasil yang dapat kita banggakan? Satu orang lahir, orang lain mati, tapi dunia tak berubah. Matahari terbit, lalu tenggelam. Dengan letih ia kembali, lalu terbit lagi. Angin bertiup ke selatan, lalu kembali ke utara, berputar-putar, dan kembali lagi. Semua sungai mengalir, tapi laut tidak penuh juga. Segalanya membosankan. Mata kita tidak pernah kenyang memandang dan telinga kita tidak pernah kenyang mendengar.

Tawa adalah kebodohan dan kesenangan tanpa kegunaan. Karya-karya besar sudah manusia lakukan. Rumah dan bangunan besar telah dibuat. Hal-hal ajaib telah diciptakan. Benda-benda aneh telah diteliti. Emas dan perak telah didapat. Bakat-bakat terpendam telah digali. Tetapi itu semuanya adalah sia-sia dan fana. Orang bodoh segera dilupakan, namun orang berhikmat tak akan dikenang. Orang pintar dapat kaya, namun pencuri pun dapat. Orang pintar dapat melihat arah, orang bodoh meraba-raba, namun nasib mereka tetap telah ditentukan. Orang bodoh akan mati, begitu pula orang yang sangat terkenal akan kepintarannya. Kita semua harus mati. Jadi semua hal yang kita kerjakan adalah sia-sia bagaikan usaha menangkap udara.

Nasib manusiapun tidak lebih dari binatang. Bagaimananpun juga, nasib manusia dan binatang adalah serupa. Yang satu akan mati, begitu juga yang lain. Jadi, manusia tidak lebih beruntung dibandingkan binatang, sebab bagi keduanya hidup itu sia-sia. Mereka berasal dari debu dan kembali menjadi debu. Di mana seharusnya ada kebaikan, disitulah adanya kejahatan. Orang-orang menderita dan tidak ada yang mau menolong. Karena para penindas mempunyai kuasa besar. Lebih baik orang yang sudah lama meninggal yang lebih bahagia dibandingkan orang-orang yang masih hidup. Dan yang lebih bahagia lagi adalah mereka yang belum lahir. Atau bahkan gagal lahir. Karena mereka tidak melihat dan merasakan kepedihan dunia ini. Kata orang, orang yang membiarkan dirinya mati kelaparan adalah orang bodoh. Mungkin itu benar, tapi mungkin juga harta sedikit disertai ketenangan hati lebih baik daripada kerja keras tanpa hasil. Orang yang cinta uang tak akan puas dengan uangnya. Orang yang mencari harta tidak akan puas dengan hasilnya. Namun, lebih baik pekerja yang tidak punya makanan, tapi dapat tidur lelap. Kita hadir dalam dunia ini tanpa membawa apapun dan suatu saat nanti kita akan meninggalkan dunia ini tanpa membawa apapun. Itu sungguh menyedihkan! Ke mana hasil kerja keras kita? Selama hidup kita meraba-raba dalam gelap, bersusah-susah, cemas, jengkel, sakit hati. Maka lebih baik adalah makan, minum, dan menikmati hasil kerja untuk hidup yang sangat pendek ini. Ada kalanya keinginan kita terwujud. Namun, hal itu langka. Lebih baik bayi yang lahir langsung mati dibandingkan seseorang punya 100 anak dan hidup 300 tahun namun tidak bahagia. Bukankah keduanya ke tempat yang sama? Lebih baik akhir suatu perkara dripada awalnya. Jaman dulu lebih baik dari jaman sekarang. Hari kematian lebih baik daripada hari kelahiran. Lebih baik ke rumah duka daripada ke rumah pesta.  Kesedihan lebih baik daripada tawa. Orang bodoh mengejar kesenangan namun tak dapat, orang pintar mendapat kesenangan namun memikirkan maut. Ada kalanya orang binasa, meskipun dia orang saleh. Adakalanya orang panjang umur, meski berdosa.  Allah membuat diri kita sederhana dan biasa. Tetapi kita sendiri yang membuat diri kita rumit dan berbelit-belit. Orang saleh dihukum bagai pendurhaka, pendurhaka diganjar bagai orang saleh. Orang jujur maupun orang bejat, orang baik maupun orang jahat, orang yang bersih maupun orang yang najis, orang yang mempersembahkan kurban maupun yang tidak semua HIDUP ADALAH SIA-SIA.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun