Mohon tunggu...
Amelia
Amelia Mohon Tunggu... Tutor - Menulis Dengan Tujuan

Penulis amatir , mencari inspirasi dan terinspirasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Belajar Hidup Bahagia Dari Anak-Anak

17 Oktober 2023   21:57 Diperbarui: 18 Oktober 2023   05:34 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata membersamai anak - anak terselip pembelajaran bagaimana hidup bahagia yang sederhana dan 'instan'. Hal yang remeh dan sering nya tidak terlihat ini, terkadang tidak menyadarkan saya betapa sederhana nya kebahagiaan itu.

Lelah nya seorang ibu bekerja mengurus rumah tangga, anak, dan lain - lain. Sementara sang ayah berjuang dan bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Semua sama - sama lelah. Lelah nya ibu berbeda dengan ayah. Ayah bekerja dengan lelah yang nyata. Terkadang jika ada masalah di kantor , memerlukan solusi yang cepat dan dapat terselesaikan dengan tepat di hari itu juga. Ibu, melewati hari yang panjang, jika semua anggota keluarga sehat , tentulah sebuah 'bonus' yang melegakan. Bagaimana dengan anggota keluarga yang sakit? Pusing tujuh keliling , memikirkan anak yang tidak nafsu makan bukanlah masalah yang dapat menghasilkan solusi instan di saat itu juga. 

Perjuangan seorang ibu tidak berhenti di saat itu saja. Bagaimana dengan hari esok? Merawat anak yang sakit tentu saja membuat seorang ibu seperti saya frustasi. Sudah lelah, belum lagi memikirkan besok akan masak apa. Pekerjaan rumah banyak yang tertunda. Mengurus anak pertama kedua yang sekolah esok hari. Terlebih lagi hidup jauh dengan pasangan. Seperti yang saya alami.

Pernah di satu titik saya hampir menyerah dengan keadaan. Dimana saya harus selalu menghadapi anak - anak yang sakit secara berganti gantian. Tentu lah hal yang berat. Pikiran ini harus memikirkan besok mereka akan makan apa. Sementara pekerjaan rumah sudah menumpuk tidak tersentuh karena fokus mengurus anak yang sakit. 

Di saat itu hati kecil saya bergumam  ;" saya ingin anak - anak lekas sembuh dan berjanji akan banyak bersyukur serta bahagia". Hidup bahagia menurut versi orang dewasa berbeda - beda. Ada yang ingin hidup sukses tajir melintir , memiliki mobil mewah, rumah mewah, memiliki helikopter, investasi, perusahaan dan angan - angan lain nya.

Ketika kita memiliki sebuah mimpi dan ingin terwujud mimpi tersebut maka bekerja keras untuk mewujudkan nya. Perlu proses panjang agar semua mimpi tersebut terwujud. Bukan hal yang mudah, cobaan dan rintangan berat harus di hadapi. Ketika mimpi sudah terwujud, bahagia di akhir cerita. Sungguh bahagia yang memakan proses hampir separuh kehidupan dan usia. Standar bahagia yang kompleks, rumit dan mumet. 

Bagaimana dengan anak - anak? Di suatu sore, saya tercenung. Melihat anak - anak saya bermain di luar rumah. Setelah seharian mereka di dalam rumah. Sore itu mereka merengek minta main di luar. Saya khawatir, mereka yang sedang batuk pilek jika bermain keluar akan bermain bersama teman nya yang sehat, sehingga berpotensi menularkan teman main nya. Serumit itu pikiran saya. Sedangkan mereka hanya ingin main di luar. Kemudian saya berfikir, kasihan juga jika mereka tidak bermain di luar dan mendapatkan hak bermain nya. 

Akhirnya saya izinkan mereka bermain. Kemudian, saya melihat mimik wajah bahagia mereka. Betapa sederhana nya bahagia ala mereka. Bahkan, mereka cukup bahagia dengan permen seharga 1000 rupiah.  Betapa sederhana nya hal itu. Saya mencari arti bahagia dan 'mencontek' dari mereka. Bahagia dari hal hal yang kecil dan sederhana. Saya pikir, saya harus banyak bersyukur setiap hari nya, menetapkan sebuah standart kehidupan yang sederhana, tidak tinggi dan tidak mustahil untuk di gapai karena jika terlalu tinggi untuk di gapai, akan sangat panjang proses menuju kebahagiaan. Yang ada malah tertekan dengan standart kehidupan yang kita buat sendiri. 

Banyak hal yang saya pelajari dari anak - anak saya sendiri. Pikiran mereka yang lugu, polos, tidak ternoda dengan kepentingan - kepentingan ambisi, hasrat ingin menguasai dunia, keinginan untuk memanipulasi dan mengendalikan orang lain dan niat - niat kotor lain nya.

Apa yang mereka inginkan ? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun