Resolusi Pengembangan Moral Siswa PAUD: Solusi Menuju Indonesia Emas 2045
Oleh : Amelia Putri Ardiani
Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini Uin Sunan Ampel Surabaya
Generasi emas Indonesia 2045 menghadapi tantangan moral yang semakin kompleks di tengah dinamika globalisasi dan kemajuan teknologi. Anak usia dini (AUD), sebagai pondasi bangsa, memerlukan perhatian khusus agar tumbuh menjadi individu berkarakter kuat. Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan moral sering terabaikan. Di berbagai kota besar, perilaku menyimpang mulai terlihat, seperti rendahnya empati, ketidaksopanan, dan kurangnya kejujuran, yang sering kali dianggap sepele. Kemajuan teknologi telah menjadi pedang bermata dua dalam pendidikan moral AUD. Akses tanpa batas ke media digital dapat membuka wawasan, tetapi juga membawa ancaman berupa konten negatif.
Generasi emas Indonesia 2045 menghadapi tantangan moral yang semakin kompleks di tengah dinamika globalisasi dan kemajuan teknologi. Anak usia dini (AUD), sebagai pondasi bangsa, memerlukan perhatian khusus agar tumbuh menjadi individu berkarakter kuat. Sayangnya, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan moral sering terabaikan. Di berbagai kota besar, perilaku menyimpang mulai terlihat, seperti rendahnya empati, ketidaksopanan, dan kurangnya kejujuran, yang sering kali dianggap sepele. Kemajuan teknologi telah menjadi pedang bermata dua dalam pendidikan moral AUD. Akses tanpa batas ke media digital dapat membuka wawasan, tetapi juga membawa ancaman berupa konten negatif. Dalam konteks ini, perumusan resolusi pengembangan moral yang efektif menjadi kebutuhan mendesak agar anak usia dini tidak sekadar cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki integritas moral yang kokoh.
Widyawati, seorang ibu dari siswa PAUD Badrussalam di Surabaya, menyampaikan pandangannya dalam wawancara, bahwa moralitas anak adalah refleksi dari pola asuh di rumah yang kemudian diperkuat di sekolah. Hal ini sejalan dengan pendapat Asih Salamah, ibu dari siswa lain di sekolah yang sama, yang menggarisbawahi pentingnya sinergi antara orang tua dan guru. Penelitian oleh Supriyanto (2020) dan Lestari (2021) dari Universitas Brawijaya mendukung temuan ini, menegaskan bahwa pendidikan moral yang konsisten sejak dini berkontribusi pada pembentukan karakter unggul di masa depan. Sayangnya, keduanya juga mencatat bahwa implementasi program moral di PAUD sering kali terbentur keterbatasan kurikulum.
Kasus Aris dan Salma, siswa PAUD Badrussalam, memberikan gambaran konkret tentang pentingnya pengembangan moral. Aris, yang memiliki latar belakang keluarga dengan pola asuh demokratis, menunjukkan perilaku empati tinggi terhadap teman-temannya. Sebaliknya, Salma, yang sering menghabiskan waktu lebih banyak dengan perangkat digital, mengalami kesulitan dalam berbagi dan berkomunikasi secara efektif. Kedua kasus ini menggarisbawahi peran lingkungan keluarga sebagai penentu utama, sementara sekolah berfungsi sebagai pelengkap dalam membangun moral. Dibandingkan dengan PAUD lain yang memiliki pendekatan lebih sistematis, seperti PAUD Harapan Bangsa, Ngagel, Surabaya, hasil perkembangan moral siswa di PAUD Badrussalam masih membutuhkan peningkatan signifikan. Perbandingan antara PAUD Badrussalam dan PAUD Harapan Bangsa menunjukkan bahwa program pengembangan moral yang terstruktur dapat memberikan dampak positif lebih besar. Di PAUD Harapan Bangsa, misalnya, pengajaran moral dilakukan melalui permainan interaktif dan cerita bermuatan nilai yang dilaksanakan secara rutin. Siswa tidak hanya diajarkan nilai-nilai moral, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan yang mempraktikkannya.
Teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Lawrence Kohlberg menjadi pijakan penting dalam memahami tahapan perkembangan moral AUD. Piaget mengidentifikasi tahapan perkembangan moral anak yang dimulai dari heteronomi menuju otonomi, sementara Kohlberg menekankan pentingnya lingkungan dalam membentuk moral anak. Dalam konteks Islam, konsep ini dapat dikaitkan dengan pembentukan akhlak mulia sejak dini melalui keteladanan, nasihat, dan pembiasaan. Pendidikan moral yang terintegrasi dengan nilai-nilai Islam memberikan pondasi spiritual dan etis yang kuat untuk membentuk generasi berakhlak mulia. Al-Qur'an memberikan panduan yang jelas mengenai pentingnya pendidikan moral sejak dini sebagai landasan pembentukan karakter. Dalam Surah Luqman ayat 13, Allah berfirman:Â
Â
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat ia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.'" (QS. Luqman: 13).Â
Ayat ini menunjukkan tanggung jawab orang tua dalam menanamkan nilai-nilai tauhid dan moral kepada anak sejak dini. Pendidikan moral berbasis agama, seperti yang diteladankan Luqman kepada anaknya, harus dimulai dari prinsip fundamental tentang keimanan dan penghindaran perilaku buruk. Hal ini menegaskan bahwa pondasi akhlak yang kokoh berasal dari keluarga dan harus terus dikuatkan melalui lingkungan pendidikan.Â
Selain itu, Surah An-Nahl ayat 90 juga memberikan arahan moral yang jelas:Â
Â
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil, berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl: 90).Â
Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan umat manusia untuk menanamkan keadilan, kebajikan, dan penghormatan terhadap sesama sejak usia dini. Hal ini mencerminkan pentingnya pendidikan berbasis praktik nyata seperti berbagi, menghormati orang lain, dan menghindari perilaku buruk. Implementasi nilai-nilai ini dalam lingkungan keluarga dan sekolah menjadi langkah penting dalam menciptakan generasi berkarakter unggul.Â
Solusi yang bisa didapat untuk implementasi pendidikan pada AUD adalah sinergi antara keluarga dan lembaga pendidikan melalui program kolaboratif yang berfokus pada pembentukan karakter. Orang tua perlu diberikan pelatihan tentang pola asuh yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, seperti keteladanan, nasihat, dan pembiasaan akhlak mulia. Sekolah dapat merancang kurikulum pendidikan moral yang mengintegrasikan nilai-nilai Al-Qur'an, termasuk melalui cerita nabi, kegiatan sosial, dan permainan edukatif yang mengajarkan kejujuran, empati, dan tanggung jawab. Pendekatan ini bertujuan agar anak tidak hanya memahami nilai-nilai tersebut, tetapi juga mampu mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.Â
Solusi kedua adalah optimalisasi peran teknologi untuk mendukung pendidikan moral anak usia dini. Pemerintah dan lembaga pendidikan dapat mengembangkan aplikasi berbasis digital yang memuat konten edukasi moral dengan pendekatan interaktif. Aplikasi ini dapat berisi cerita Al-Qur'an, video edukatif, dan permainan berbasis nilai-nilai Islam. Selain itu, pengawasan penggunaan teknologi oleh orang tua juga perlu ditingkatkan, agar paparan terhadap konten negatif dapat diminimalkan. Pendekatan berbasis nilai agama dan budaya lokal menjadi kunci dalam membangun generasi emas Indonesia 2045. Pendidikan moral tidak hanya tentang apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana nilai-nilai itu ditanamkan melalui pengalaman sehari-hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H