Mohon tunggu...
Amelia Oktaviani
Amelia Oktaviani Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Menjadi Jurnalis yang Belajar Etika Jurnalistik

27 Desember 2013   07:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:27 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istilah jurnalis dan wartawan mungkin sudah tidak asing kita dengar. Namun apa perbedaannya jurnalis dan juga wartawan. Jurnalis merupakan profesi yang berhubungan dengan media baik itu sebagai penulis, fotografer ataupun sebagai desain layout. Sedangkan wartawan lebih mengarah kepada kegiatan mencari berita. Mulai dari peliputan hingga penulisan isi berita yang didapat.

Bagi yang berkutat dengan dunia jurnalistik pasti sudah tidak asing mendengar tentang kode etik jurnalistik. Bagi yang tidak berkutat dengan dunia kejurnalistikan mungkin akan asing mendengarnya, atau mungkin sudah ada yang mengetahuinya namun tidak terlalu paham dengan kode etik jurnalistik.

Dalam kegiatan jurnalistik, tentunya ada kode etik yang mengatur semua kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para jurnalis. Kode etik tersebut mengatur tentang bagaimana seorang jurnalis bekerja profesional agar tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang telah ditetapkan. Nah kode etik itulah yang dinamakan sebagai kode etik jurnalistik.

Mungkin bagi yang ingin menjadi seorang jurnalis yang handal dan juga profesional, banyak hal yang perlu dipelajarinya. Bukan hanya sekedar bisa menulis berita secara lengkap menggunakan rumus 5W1H saja. Tetapi jauh dibalik itu semua, seorang jurnalis dituntut pula mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam bidang yang dijalaninya tersebut.

Di Indonesia, saat ini kebebasan pers dalam penyampaian berita semakin besar. Terbuki, jika kita bandingkan disaat masa orde baru dimana pers terkekang dalam melakukan penyampaian pemberitaan terutama pemberitaan terkait pemerintah. Namun kita lihat saat ini, pers berani melakukan pemberitaan terhadap pemerintahaan saat ini, baik itu pemberitaan mengenai pemerintah yang baik ataupun yang buruk semua dapat disiarkan kepada masyarakat luas.

Dengan semakin berkembangan pers yang ada di Indonesia, maka semakin berani pula pers membuat suatu berita. Dalam suatu kasus pemberitaan terkadang kita dapat menemuinya dari beberapa sudut pandang yang berbeda. Sehingga isi berita akan semakin beragam untuk diketahui.

Namun karena banyaknya isi berita yang beragam dan juga seiring dengan adanya kebebasan pers di Indonesia, dalam penyampaian berita kepada masyarakat, ditemui banyak terjadi kasus-kasus pelanggaran kode etik jurnalistik, baik itu di media cetak, elektronik dan juga media online. Lalu, apa saja pelanggaran kode edik jurnalistik yang sering dilanggar oleh para jurnalis dalam penyampaian berita.

Menurut Wikipedia Indonesia, disebutkan dalam pasal 5 yang berbunyi, Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Jika kita lihat dalam kasus kecelakaan yang menimpa AQZ , media memberitakan mengenai hal tersebut. Namun dalam penyampaian pemberitaannya, beberapa diantaranya ada yang melanggar kode etik jurnalistik. Di dalam media online misalnya, dengan sangat jelas media tersebut memberikan nama asli dari pelaku penabrakan, padahal jelas telah disebutkan dalam pasal 5 agar tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Apalagi pelakunya tersebut masih dibawah umur.

Jika yang menjadi pelaku kejahatan adalah anak dibawah umur, media wajib untuk tidak menyebutkan identitas aslinya. Identitas diri seperti nama diganti menjadi nama inisial, bukan memberikan nama inisial kemudian disusul dengan nama asli si pelaku dan juga latar belakang kehidupan pelaku kejahatan. Jika hal tersebut diinformasikan kepada masyarakat, maka masyarakat akan mengetahui identitas asli si pelaku.

Walaupun dalam faktanya sebagian besar masyarakat sudah mengetahui siapa pelakunya. Namun demi melindungi perasaan pisikologis si anak, setidaknya media mengurangi beban mental si anak saat mendengar berita yang disampaikan. Karena anak dibawah umur, bukanlah untuk dieksploitasi di media terlebih mengenai permasalahan kejahatan yang menimpanya. Untuk itu perlu adanya implementasi etika jurnalistik dalam penyampaian berita

Pelanggaran-pelanggaran seperti penerimaan suap menjadi salah satu pelanggaran kode etik pula. Karena beberapa wartawan apalagi yang bekerja disebuah media yang kecil, yang merasa gajinya kurang cukup untuk memenuhi tuntutan hidup. Kemungkinan besar ia akan menggadaikan etika keprofesionalismean seorang wartawannya. Yang terpenting baginya ialah, mendapatkan berita dan juga pemasukan tambahan.

Padahal, dalam pasal 6 telah jelas disebutkan, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Berarti, jika sudah demikian maka wartawan yang menerima suap sama saja ia telah melanggar etika sebagai seorang jurnalis.

Hal tersebut mungkin dapat dikatakan dilematis bagi seorang jurnalis yang dengan penghasilan tidak besar. Disatu sisi, ia harus bekerja profesional, namun disisi lainnya ada godaan yang mengancam keprofesionalismeannya sebagai seorang jurnalis.

Namun bagaimana dengan kasus terbaru yang menimpa dua orang wartawan ditangkap karena merupakan residivis yang dimana ditemukan ganja sebesar 9 kilogram dirumahnya, dan pada saat dilakukan penggrebekan oleh pihak kepolisian ia segera mengeluarkan kartu identitas persnya dan menunjukannya kepada polisi untuk melindungi dirinya dari jerat hukum.

Kasus tersebut sangat jelas melanggar etika jurnalistik dan telah mencoreng citra para wartawan, karena ia telah menyalahgunakan profesinya untuk melindungi diri dari hal yang melanggar hukum.

Menjadi wartawan yang profesional berarti ia mau tunduk akan peraturan dalam jurnalistik. Mau menerima segala resiko menjadi seorang jurnalis, karena jurnalis bekerja tanpa mengenal waktu di kejar oleh deadline yang sudah menunggu. Sehingga kesalahan-kesalahan dalam penyampaian berita sudah tentu ada.

Jika sudah seperti ini maka perlunya adanya pemahaman yang lebih mengenai kode etik jurnalistik oleh para calon jurnalis sebelum terjun kedunia jurnalistik. Dengan lebih memahami mengenai kode etik jurnalistik, maka diharapkan para jurnalis kedepannya akan lebih baik lagi dalam membuat dan menyiarkan berita. Setidaknya meminimalisir kesalahan dalam menulis berita dan bertindak sebagai jurnalis yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun