Saat menerima kunjungan kehormatan Chief of Mission IOM UN Migration, H.E. Mr. Louis Hoffmann di kantornya, Jakarta. Menteri Hukum dan HAM Indonesia Yasonna H. Laoly, menyatakan bahwa Indonesia tidak memiliki kewajiban hukum untuk menyediakan pemukiman permanen bagi pencari suaka / pengungsi internasional di karenakan Indonesia bukan bagian dari kovensi pengungsi 1951 dan protokol 1967 tentang status pengungsi.
Dilansir dari situs web Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia  menurut Retno Lestari Priansari Marsudi selaku Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia pada acara Global Refugee Forum di Jenewa (13/12/2023) menyatakan bahwa Masyarakat Internasional harus bekerja sama untuk menghentikan konflik dan memulihan demokrasi di Myanmar sehingga para Pengungsi Rohingya dapat kembali kerumah mereka.
Seperti yang Retno Lestari Priansari Marsudi selaku Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia sampaikan, Masyarakat Internasional juga wajib mengambil peran dalam menghentikan konflik yang terjadi di Myanmar. Masyarakat Internasional seharusnya bisa memberikan solusi yang pasti untuk Etnis Rohingya dan jangan membebankan semua kepada 1 negara saja. Untuk menangani kasus seperti ini harus diadakan kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Masyarakat Internasional agar Etnis Rohingya dapat kembali ke tempat asalnya.
Pemerintah Indonesia mempunyai hak mendeportasi Etnis Rohingya di karenakan status mereka bukan lagi pengungsi melainkan pendatang gelap. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Andi Saputra Sh., Mh. Menyebutkan 3 alasan mengapa Etnis Rohingya tidak termasuk dalam kategori pengungsi melainkan pendatang gelap. Etnis Rohingya tidak sesuai dengan definisi pengungsi yang dijelaskan pada Pasal 1 Huruf  A.2 Dari Konvensi Pengungsi 1957,  verifikasi imigrasi belum dilakukan oleh UNHCR dan Otoritas Indonesia, dan  mereka tidak memiliki dokumen perjalanan yang lengkap dan sah.
Pemerintah bisa memulangkan pendatang gelap Etnis Rohingya yang ada di Aceh ke tempat Penampungan Internasional yang telah diputuskan oleh UNHCR atau Pemerintah bisa membantu mencari negara ke 3 yang dapat menampung para pendatang gelap Etnis Rohingya. Tidak sampai disitu saja, Pemerintah Indonesia juga wajib ikut campur dalam pemulangan Etnis Rohingya ke tempat yang bersedia menampung mereka seperti melakukan pengawalan dan pengawasan pengembalian pengungsi Etnis Rohingya sebagaimana yang tercantum kedalam Peraturan Presiden No 125 Tahun 2016 Pasal 37.
Pemerintah harus tegas dalam menangani kasus ini dan Pemerintah juga harus mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan Warga Negaranya karena di dalam Demokrasi Pemerintah mempunyai peran penting untuk memenuhi dan memperjuangkan kesejahteraan Warga Negaranya agar dapat terpenuhi. Sebagaimananya prinsip Demokrasi ialah rakyat. Dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.