Mohon tunggu...
Amelia Nabila
Amelia Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Evaluasi dan Implementasi Pelayanan Publik Terhadap Hak Disabilitas

15 Desember 2024   20:20 Diperbarui: 15 Desember 2024   20:18 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam upaya memantapkan sistem universal untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, serta menjalankan program-program untuk menyusun instrumen yang secara hukum mengikat guna menangani aspek-aspek hak asasi manusia yang khusus. Atas dasar kewenangan untuk menyusun instrumen hukum di tingkat internasional maka PBB menetapkan The Convention on The Rights of Persons With Disabilities (CRPD) merupakan sebuah instrument HAM internasional khusus yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas sebagai upaya konkrit dari penghormatan, pelindungan dan juga penjaminan terhadap hak-hak penyandang disabilitas di seluruh dunia. Indonesia juga memiliki komitmen untuk meratifikasi Konvensi memengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas tersebut. Komitmen peratifikasian Convention on The Rigths of Persons With Disabilities (CRPD) oleh Indonesia dilakukan dengan ditandatanganinya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention of The Rights of Persons With Disabilities. Sebagai upaya pemenuhan HAM warga Negara Indonesia khususnya hak-hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pekerjaan dan lapangan kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 27 CRPD. Namun dalam implikasinya, pemenuhan terhadap Pasal 27 CRPD belum secara penuh di implementasikan. Hal tersebut dapat dilihat dari laporan yang menyebutkan adanya beberapa kasus seperti diskriminasi dalam sistem pengupahan hingga pelecehan dan kekerasan yang dialami perempuan dengan disabilitas di tempat kerja. Penyandang disabilitas mempunyai kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama sebagai warga negara Indonesia. Penyandang disabilitas merupakan aset negara bidang Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagaimana manusia lainnya. Potensi yang dimiliki penyandang disabilitas dapat dikembangkan sesuai dengan talenta yang dibawa sejak lahir. Namun karena kekurangan yang disandangnya, penyandang disabilitas mengalami hambatan fisik, mental dan sosial, untuk mengembangkan dirinya secara maksimal. Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 Tanggal 13 Desember 2006, disebutkan bahwa Penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan atau tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya. Sedangkan menurut Undang-undang 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, disebutkan bahwa Penyandang disabilitas setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau ensorik dalam jangka waktu lamyang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Pentingnya Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD)

Bagi Penyandang Disabilitas Istilah disabilitas berasal dari bahasa Inggris different ability, yang berarti manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah penyandang disabilitas dilingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan disebut dengan istilah berkebutuhan khusus. Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama di mana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya (UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights of Persons With Disabilities (Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas). Dalam konvensi ini penyandang cacat disebut sebagai penyandang disabilitas. Berdasarkan pengertian tersebut, penyandang disabilitas diakui sebagai bagian integral bangsa Indonesia, yang tidak terpisahkan dari anggota masyarakat lainnya. Indonesia merupakan salah satu negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa yang telah meratifikasi CRPD melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Keberlakuan CRPD di negara anggota khususnya Indonesia, di mana pada akhirnya memberikan dampak yang signifikan terhadap aplikasi kebijakan atau peraturan yang akan di bentuk nantinya. Dampak yang paling terlihat jelas adalah dalam hal aksesibilitas infrastruktur, kontraktor, developer, operator transportasi atau manajemen gedung perkantoran adalah pihak yang sangat terpengaruh. CRPD juga menjadi dasar lahirnya Undang Undang Nomor 8 tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Melalui Undang Undang Nomor 8 tahun 2016, Pemerintah berupaya untuk mewujudkan kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas.

Implementasi Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Terkait Pendidikan Dasar Dan Ketenagakerjaan

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Menurut Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan batasan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan nakat istimewa.

Implementasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas bukan sekadar tanggung jawab dari Kementerian Sosial atau Dinas Sosial di daerah. Setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, isu disabilitas tidak lagi hanya milik sektor sosial tetapi sudah terkait dengan berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, transportasi, ketenagakerjaan, dan sektor lain. Riset Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menunjukkan bahwa materi muatan Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas mengatur tugas dan fungsi dari 30 kementerian/lembaga yang berbeda. Selain itu, pemegang tanggung jawab bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemerintah daerah. Bahkan 9 pasal yang berbeda
juga mengatur pihak swasta, seperti perguruan tinggi, rumah sakit, sampai kepada pemberi kerja.

Kemudian Perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak memperoleh pekerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat yang ada untuk meningkatkan harkat, martabat dan harga diri, serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, baik materil maupun spiritual. Penyandang disabilitas sering mendapat diskriminasi terkait keadaan fisik dan mental. Atas dasar itulah penyandang disabilitas perlu mendapat perhatian khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang berbeda. Kebutuhan yang berbeda ini harus mendapat perhatian dari institusi pemerintah, khususnya Dinas Sosial, dan Dinas Tenaga Kerja, sehingga hak memperoleh pekerjaan dapat terpenuhi bagi penyandang disabilitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun