saya merasa bahwa pembelajaran yang diterapkan dengan gaya mengajar monoton dengan guru sebagai sumber belajar, zaman digital ini sudah tidak relevan atau tidak memiliki daya tarik bagi siswa. Sebagai guru, saya merasa gagal, bingung, bersalah, sedih, kecewa sebab nyatanya pembelajaran yang saya sampaikan kepada siswa kurang bermakna untuk mereka. mereka gampang lupa dengan materi dan kompetensi yang sudah saya berikan untuk mereka. Mungkin saya lebih mementingkan semua materi telah rampung disampaikan dan dengan innocentnya menagih nilai ketercapaian ketuntasan materi dari pertemuan satu ke pertemuan selanjutnya. Saya abai terhadap kebutuhan belajar mereka. Atas dasar inilah saya mencoba untuk memperbaiki agar pembelajaran yang saya sajikan dimasa mendatang benar-benar merangkul kebutuhan siswa, berpihak pada mereka.Â
Semenjak saya belajar dan mendalami mengenai kurikulum merdeka, saya baru menyadari bahwa selama ini saya sudah keliru dan salah dalam mengemas pembelajaran kepada siswa yang disebut generasi stroberi ini. generasi yang sejatinya kreatif dan memiliki gagasan menarik namun kurang gigih karena dimudahkan oleh teknologi dan mudah hancur ketika mendapatkan tekanan sosial, serupa dengan buah stroberi; menarik dan rapuh yang mana jika kulit buahnya ditekan sedikit saja maka buahnya menjadi rusak.
Mungkin diruang-ruang kelas sebagai pemimpin pembelajaran, guru-guru lain juga menemui kondisi lapangan yang tak jauh berbeda seperti yang saya alami. maka dari itu, pemberlakuan kurikulum merdeka ini adalah momentum yang tepat untuk kita mulai berbenah dan merubah gaya mengajar kita menjadi lebih berpihak pada siswa. Contoh sederhananya, secara bersama-sama menyepakati apa saja yang akan dipelajari, dengan cara seperti apa belajarnya, dan bermufakat tagihan pembelajaran yang seperti apa yang harus siswa tunaikan. Â
Pada bagian Findings (Pembelajaran), guru diminta memetik pelajaran dari pembelajaran yang sudah dilaksanakannya selama ini. Pada bagian ini saya tergugah dan menjadi mengerti bahwasanya pembelajaran yang seharusnya terjadi diruang-ruang kelas di era ini harus sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman. siswa yang mengenyam pendidikan di era digitalisasi hari ini tidak bisa lagi disamakan dengan siswa dimana guru-gurunya dulu pernah bersekolah, sudah beda zaman, sangat berbeda sekali malahan. Alampun sekarang sudah jauh berbeda dibandingkan dengan 13 tahun silam. Begitu juga dengan zaman sekarang yang serba praktis, cepat, dan mudah.Â
Siswa-siswa sudah terbiasa dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan berbantukan jaringan internet. Aplikasi android yang menawarkan berjuta kemudahan baik dalam kegiatan sehari-hari maupun dalam penyelesaian tugas sekolah tinggal download diplaystore dan siap digunakan; setali tiga uang dengan aplikasi berbasis web yang diakses melalui browser, cloud computing, internet of things, social media. Yap. Seperti itulah potret kehidupan siswa era kontemporer ini. Â
Lantas bagaimana dengan nilai dan sumbangsih guru terhadap pendidikan zaman sekarang ? menelisik filsafat yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwasanya pendidikan itu adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan siswa dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani, maupun rohani bukan malah membebani siswa sehingga siswa generasi stroberi mengalami stress akademik. Sistem pendidikan yang memanusiakan manusia dapat dilakukan dengan sistem pendidikan among. Among membuat siswa dijaga, dibina, dan didik penuh kasih sayang dengan menyentuh dari hati ke hati makanya kemudian Ki Hadjar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan bernama Taman Siswa. Taman adalah suatu tempat yang indah dan membuat betah sebagai area persinggahan. Suatu tempat yang kata anak-anak jaman sekarang bisa bikin mereka healing. Â
Pada bagian Future (Penerapan ke depan), saya membuat rencana aksi dalam rangka memperbaiki sederet ketidaktahuan dan kesalahan saya sebagai pemimpin pembelajaran dimasa lalu dan memastikannya tidak berulang dimasa kini. Praktik laku dan komitmen pada diri sendiri yang akan saya terapkan mulai dari hari ini dan kedepannya sebagai langkah siap mengimplementasikan kurikulum merdeka pastinya adalah menyajikan pembelajaran yang berpihak pada siswa; menjadi guru pembelajar sepanjang hayat dengan terus selalu mengupgrade kualitas diri sembari memberikan inspirasi dan pengaruh positif kepada siswa maupun rekan sejawat; selalu menyediakan ruang dan waktu dalam mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada disekolah terutama dalam konteks pembelajaran; dengan senang hati berkolaborasi dengan rekan sejawat, kepala sekolah, entitas pendidikan lain atau bahkan dengan masyarakat sekitar untuk menciptakan ekosistem pendidikan disekolah yang berpihak pada siswa; dan berkecimpung dalam komunitas praktisi yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan sekolah dalam menanamkan nilai-nilai kemanusian untuk mencetak generasi emas yang berprofil pancasila.
Kurikulum merdeka yang saat ini diberlakukan disekolah-sekolah, berpedoman dari filsafat Ki Hadjar Dewantara yang mana siswa diberikan kemerdekaan dalam belajar bukan menjadi generasi pengekor. Belajar merdeka itu bermakna berdaulat atas diri siswa sendiri. Kegemaran, hobi, dan bakat tiap-tiap siswa diakomodir dan dimerdekakan sekolah malah dirangsang untuk berkembang seluas mungkin. Angka tidak boleh menjadi tolak ukur keberhasilan siswa. Guru bisa mengukur pencapaian siswa dengan cara yang lebih deskriptif. Attitude dan karakter kearifan lokal profil pelajar pancasila harus menjadi laku ajar yang sangat penting dalam laku kembang diri siswa. Kurikulum tidak lagi dibuat sebagai "alat menjajah" intelektual, minat, dan bakat siswa.  Kurikulum justru harus menuntun kembali guru sebagai pemimpin pembelajaran yang mengajarkan siswa sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya.  Konsep inilah yang menjadi cetak biru kurikulum merdeka yang sesungguhnya. Â
Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, maukah kita mengimplemtasikan kurikulum merdeka dalam ruang-ruang kelas kita mulai dari hari ini, mulai dari diri sendiri, dan mulai dari menyajikan pembelajaran yang membuat siswa merasa mereka telah melakukan pembelajaran dengan "belajar merdeka atas diri mereka sendiri"?