Saya sudah menjadi nasabah BCA sejak Tahun 2003, satu tahun sebelum saya mengenyam perkuliahan di Yogyakarta. Selama itu pula BCA banyak membantu saya berkaitan dengan transaksi finansial. Ada satu cerita menarik tentang bagaimana BCA mewarnai kehidupan saya utamanya pada malam Senin kemarin, 26 November 2018 kala saya "hang out" bareng dengan mama saya tercinta.
Malam itu sekitar pukul 19.00 WIB saya menghampiri mama yang sedang asik mendengarkan ceramah di radio. "Ma, temenin amel yuk beli buku di Gramed (Gramedia-red) sekalian ntar kita ngisi bensin dan makan otak-otak. Perginya gak usah bawa dompet ma, cukup bawa hape butut yang layarnya retak seribu ini (menunjukan handphone sambil cengar-cengir) dijamin aman damai lancar sejahtera kok ma karena didalamnya ada E-Wallet alias Electronic Wallet alias Dompet Elektronik!" saya berujar penuh semangat layaknya semangat para pemuda yang meminta Bapak Soekarno untuk bergegas memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia seraya menjelaskan ke mama e-Wallet itu layaknya uang yang ada di dompet tapi #DibikinSimpel karena hanya perlu bawa handphone utk beli ini itu. jadi keluar rumah tanpa dompet? ya no worry lah....
Si mama yang merasa mustahil keluar rumah terlebih berbelanja buku, mengisi bensin, dan makan tidak membawa dompet tidak memedulikan ajakan saya yang penuh dengan semangat juang tadi. Pantang pasrah saya pun melancarkan aksi kembali "ma. #DibikinSimpel aja sih, ayolah ma cepetan pakai jilbab, cuss let's go" (adegan nya tangan kiri saya memegang handphone, tangan kanan saya menggenggam tangan mama untuk segera memasuki mobil). Mama menepis genggaman tangan saya dan dengan nada datar beliau berujar: "Keluar Rumah Tanpa Dompet? Apa Kamu Sudah Gila?" sesaat mama terdiam (mungkin beliau tersentak dengan kalimat yang baru diucapkannya) kemudian mama melembutkan nada bicaranya dan melanjutkan ucapannya "Nak, mana ada orang yang pergi ke luar rumah, belanja buku dan lainnya gak bawa dompet, hanya bawa handphone?".
Sebelum mama melanjutkan ucapan-ucapan merdu pendukung teori yang dipahaminya selama ini bahwasanya keluar rumah harus selalu membawa dompet, saya segera mengeluarkan ancang-ancang, bak Jurus Tapak Naga Geni 212 ala Wiro Sableng buru-buru saya tangkis serangannya. "plisss ma, percaya sama amel deh. Everything will be okay ma. Hari ini kita beli buku dan lainnya hanya bermodal e-Wallet di handphone. Ada kok saldo di e-Walletnya". Sebagai jurus pamungkas dengan menirukan nada bicara ala-ala bintang iklan suplemen susu untuk pria saya pun bertutur "Ma, Trust Me.... Its Work!" sambil mengedipkan mata sebelah kiri.
Mama yang kegelian melihat tingkah anaknya ini pun akhirnya menyetujui ajakan "hang out" tanpa membawa dompet yang diikhtiarkan anaknya sedari tadi. Ya, perbedaan perspektif wajar adanya mengingat saya dan mama adalah dua orang dari generasi yang berbeda. Mama yang kelahiran tahun 60an digolongkan ke dalam generasi X atau gen X. Generasi mama ini masih belum mengenal teknologi yang sangat maju, baru pertama kali mengenal video games, TV kabel, dan MTV.  Itu generasi mama, untuk mama sendiri entahlah sudah mengenal teknologi diatas atau belum. Nampaknya teknologi di atas belum sempat singgah ditempat dimana mama tumbuh dan berkembang di masa kecilnya di sebuah desa kecil tersembunyi ditepi Sungai Bengawan Solo.  Sedangkan saya yang dilahirkan hampir memasuki tahun 90an digolongkan ke dalam generasi Y atau gen Y. Saya sudah mengenal komputer walau pada mula kemunculan komputer kala itu belum secanggih sekarang. Namun, semua yang berbasis computerized dan internet sudah mulai diterapkaan dalam berbagai lini kehidupan.
Kejadian di Gramedia
Senja telah meremang dan malam memasuki peraduannya begitu pula dengan kami yang juga memasuki Toko Buku Gramedia di Jalan Toniwen Pangkalpinang, kami mulai tenggelam dalam kesyahduan "aura ilmu" yang disajikan. Alunan musik klasik seakan menjadi bahan bakar kami dalam mencari buku-buku menarik yang ingin dibeli. Satu dua tiga empat total ada dua belas buah buku yang kami beli, sedikit pernik, dan alat tulis. Berbekal aplikasi Sakuku di Handphone, kedua kaki ini melangkah mantap menuju kasir. Terjadilah transaksi jual beli dan pembayaran di kasir.
Saya menggunakan aplikasi Sakuku untuk pembayaran tagihan buku, sedikit pernik, dan alat tulis yang kami beli.
Setelah di total belanjaan kami malam itu di Gramedia, seorang kasir Gramedia yang ramah ini pun memberikan QR kode dan saya men-scan QR kode yang diberikan via akun Sakuku. Secara perlahan tapi pasti berkuranglah jumlah saldo yang ada di akun Sakuku saya dengan lancar luncur. Tak apalah karena saya dan mama memiliki prinsip good books can satisfy us, semacam kepuasan batin ketika kami membeli buku yang kami anggap bagus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan hidup terlebih malam ini kami membeli buku mendapat potongan diskon 10%, yay!