Ide awal lahirnya Hari Pemuda Internasional berawal dari Konferensi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Lisabon tanggal 8-12 Agustus 1998 dihadiri para menteri yang menangani bidang kepemudaan di negaranya.
Pada hari terakhir konferensi, para menteri menilai perlunya satu hari khusus setiap tahun untuk para pemuda di seluruh dunia kemudian direkomendasikanlah hari terakhir konferensi yaitu tanggal 12 Agustus sebagai Hari Pemuda Internasional.Â
Singkat cerita, sidang umum Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) yang diselenggarakan Bulan Desember 1999 menetapkan tanggal 12 Agustus sebagai Hari Pemuda Internasional untuk diperingati setiap tahunnya.
 Isu-isu pemuda yang menjadi perhatian dunia digulirkan menjadi tema peringatan Hari Pemuda Internasional setiap tahunnya. Menurut World Health Organization,Â
Pemuda adalah individu dengan rentang usia antara 10-19 tahun artinya dilihat dari rentang usia ini, pemuda adalah individu usia sekolah sehingga tema peringatan Hari Pemuda Internasional tahun ini yaitu safe spaces for youth atau ruang yang aman bagi pemuda dapat diterapkan oleh lembaga pendidikan formal, non formal, maupun informal dengan memberikan ruang yang aman bagi siswa di lingkungan tersebut dan tidak mentolerir adanya kekerasan, pelecehan, perundungan, diskriminasi, ujaran kebencian, serta hal-hal negatif lainnya. Â
Satu diantara empat penduduk Indonesia adalah pemuda sehingga memberikan ruang yang aman bagi mereka di lingkungan lembaga pendidikan adalah hal yang dipandang perlu khususnya di Indonesia agar pelajar memiliki tempat yang aman sehingga mereka dapat dengan nyaman menyuarakan pemikiran-pemikirannya yang seringkali unpredictable, brilian, cerdas, maupun ekstrim.Â
Bisa jadi pemikiran-pemikirannya positif para pelajar berkontribusi sebagai solusi atas permasalahan-permasalahan dan pemikiran-pemikirannya negatif yang berbahaya dapat diketahui sejak dini dan edukasi atas pemikiran-pemikiran negatif pelajar dapat dilakukan sedini mungkin.
Menurut Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2010, Indonesia memiliki 1.340 suku dan 300 kelompok etnik. Indonesia juga mengakui keberadaan 6 agama. keberagaman ini memantik beberapa daerah di Indonesia  rentan terhadap konfik bermuatan SARA (Suku Ras Agama dan Antar Golongan).Â
Dalam situasi konflik, tentunya para pemuda dengan ras, suku, agama, atupun golongan tertentu merasa takut bahkan merasa terintimidasi jika ia ingin memberikan sumbangsih pemikirannya secara terbuka di masyarakat. Untuk itulah, lembaga pendidikan harus mempunyai peranan dalam menyediakan ruang-ruang aman yang inklusif untuk memastikan harga diri dan kehormatan para pelajar dihargai di sana. Â Â Â Â Â Â Â
Ruang aman di lingkungan pendidikan tidak hanya ada secara fisik tetapi juga ada secara virtual. ruang aman publik dilingkungan pendidikan memberikan kesempatan pelajar untuk berkembang, bertukar pikiran, berbagi ilmu pengetahuan, berdiskusi, atau bahkan berpidato mengenai pemikiran-pemikiran nya terhadap isu global.
Ruang aman digital dilingkungan pendidikan memberikan fasilitas kepada pelajar untuk berkorelasi secara maya lintas batas dengan semua orang.Â