Mohon tunggu...
ameliana t p novianti
ameliana t p novianti Mohon Tunggu... Guru - GURU KOMPETENSI KEAHLIAN MULTIMEDIA/DKV SMK

Bertugas di SMK Negeri 1 Simpang Katis Kab. Bangka Tengah Prov. Kepulauan Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menakar Perbedaan Kadar Kesehatan Hasil Pertanian Organik dan Anorganik bagi Tubuh

20 November 2018   09:21 Diperbarui: 25 November 2018   14:21 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pola hidup sehat yang menjadi trend dewasa ini membuat banyak orang beralih mengkonsumsi pangan dari hasil pertanian konvensional ke hasil pertanian organik. Seperti yang dilakukan Ameliana (31) seorang guru disalah satu SMK Negeri di Kabupaten Bangka Barat sudah dua bulan terakhir memilih pangan organik untuk dikonsumsi oleh keluarganya. Ameliana meyakini nutrisi pangan organik lebih baik dari pangan anorganik sehingga membuat keluarganya menjadi lebih sehat.

Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintesis (wikipedia) atau dikenal dengan istilah bercocok tanam tanpa menggunakan bahan kimia. Sebenarnya bukan hanya tanpa menggunakan bahan kimia, bertani organik dalam prosesnya juga menghindari penggunaan antibiotik, hormon pertumbuhan, dan rekayasa genetika. 

Sedangkan pertanian konvensional adalah pertanian yang biasa dilakukan selama ini dengan menggunakan bahan kimia dalam bercocok tanam. Di indonesia sendiri, pertanian organik sudah mulai dikembangkan untuk jenis tanaman padi, buah-buahan, sayur-sayuran, rimpang-rimpangan, rempah-rempah bahkan tanaman perkebunan pun mulai menggalakan sistem pertanian organik seperti tanaman kelapa, teh, dan kopi.

Petani penghasil pangan organik akan melabeli produknya dengan label organik. Untuk dapat melabeli produk dengan label organik dan memasarkan produknya secara luas seperti ke supermarket-supermarket besar petani harus mempunyai sertifikat khusus dari lembaga sertifikasi organik sebagai bukti bahwa lahan pertanian yang digunakan adalah lahan bebas dari paparan kimia minimal tiga tahun sejak penanaman terakhir menggunakan cara konvensional dan proses bercocok tanam bebas bahan kimia. Selain itu, petani juga harus membayar biaya pengajuan sertifikasi produk organiknya yang tidaklah murah. Itulah sebabnya mengapa harga produk pangan organik lebih mahal dari produk pangan anorganik.

Produk pangan organik yang bebas dari paparan kimia maupun pestisida sejak awal ditanam sampai pada pemanenan hasilnya membuat konsumen menganggap pangan organik lebih sehat dan memiliki nilai gizi yang baik, sehingga konsumen rela mengeluarkan uang lebih untuk dapat mengkonsumi produk pangan organik. Lantas benarkah anggapan tentang produk pangan organik yang melekat selama ini?

Menurut Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS., Dewan Guru Besar Institut Pertanian Bogor Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor kepada tirto.id mengatakan bahwa "Kalau dilihat dari aspek keamanan, tentu banyak orang sepakat bahwa produk pangan organik lebih aman, karena cemaran pestisida nyaris tidak ada. Tetapi kalau dilihat dari aspek gizi maka belum konklusif, artinya belum ada kesimpulan yang meyakinkan bahwa pangan organik lebih bergizi dibanding pangan anorganik". Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa "Memang ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa sayur A kandungan gizinya lebih bagus ditanam secara organik. Sementara, untuk komoditas B tidak begitu. Oleh karenanya, pernyataan lebih sehat itu bukan kesimpulan yang cukup meyakinkan" (tirto.id).

Spesialis gizi klinik yang berpraktik di RS Medistra dan RS Gading Pluit Jakarta yaitu Dr. Cindiawaty Josito Pudjiadi MARS, MS, SpGK juga mengungkapkan bahwa "Sampai saat ini, saya belum mendapatkan data ilmiah dari medical journal yang mendukung pernyataan bahwa makanan organik lebih sehat dari yang konvensional. Pernyataan bahwa rasa yang organik lebih enak, juga belum didukung oleh penelitian ilmiah". 

Beliau juga memaparkan hasil penelitian yang dimuat di American Journal of Clinical Nutrition pada 2009yaitu "Dari berbagai penelitian didapatkan [fakta] bahwa tidak ada perbedaan kualitas makanan antara makanan organik dan yang konvensional. Adanya sedikit perbedaan kandungan nutrisi, lebih disebabkan karena perbedaan cara produksinya" (CNNIndonesia.com).

foto: dok.pribadi
foto: dok.pribadi
Berdasarkan kedua ahli dan hasil penelitian diatas, tidak ditemukan perbedaan yang substansial antara produk pangan menggunakan cara organik dengan produk pangan menggunakan cara konvensional dari sisi lebih sehat untuk tubuh dan kandungan gizi nya.  Perbedaan yang substansial justru terdapat pada pertanian organik yang lebih memberi dampak baik untuk lingkungan karena penggunaan pupuk alami seperti pupuk kandang dan pupuk kompos, penggunaan bantuan alam seperti daun pepaya, serangga, orang-orangan sawah, ataupun perangkap untuk membasmi hama dan penyakit tanaman.

Memang benar jika produk pangan organik memiliki resiko tercemar bahan kimia maupun pestisida sangat rendah sekali atau bahkan mungkin tidak tercemar sama sekali. Namun jika tidak memiliki alokasi anggaran yang relatif besar untuk membeli kebutuhan pangan, produk pangan anorganik tetap bisa menjadi pilihan karena kandungan gizinya pun tak jauh berbeda dengan produk pangan organik, kuncinya adalah mencuci produk pangan anorganik dengan air bersih yang mengalir atau dengan cairan khusus pengilang pestisida sebelum diproses atau dapat mengupas kulit buah sebelum dikonsumsi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun