Mohon tunggu...
Amelia Kusuma hani
Amelia Kusuma hani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Brawijaya

Saya merupakan mahasiswa semester 6 Universitas Brawijaya Jurusan Psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT): Tantangan dalam Pendidikan yang Adil di Indonesia

19 Juni 2024   12:32 Diperbarui: 19 Juni 2024   12:37 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hak Asasi Manusia (HAM) dan kewajiban warga negara saling terkait dan membutuhkan keseimbangan dalam pelaksanaannya.

HAM merupakan tanggung jawab yang dijalankan oleh masyarakat Indonesia, sementara warga negara adalah elemen penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (Izzati, 2023). Oleh karena itu, penting bagi warga negara untuk memiliki pemahaman yang komprehensif dan jelas tentang HAM serta contoh-contoh pelanggarannya agar dapat dihindari. Penjelasan mengenai HAM akan lebih efektif jika negara turut berperan aktif. Pemerintah dapat menjamin hak-hak warga di berbagai bidang, sebagaimana dijamin oleh konstitusi. Hal ini memperkuat pelaksanaan HAM melalui penegakan hukum. Hukum yang berlaku mengenai HAM didasarkan pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Memahami hukum ini adalah salah satu cara utama untuk mencegah pelanggaran HAM oleh warga negara. Pelanggaran tersebut dapat berupa perilaku yang menghindari atau tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan kewajiban, yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang fundamental dan diakui secara universal, termasuk dalam konstitusi Indonesia. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, isu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Indonesia telah menimbulkan kekhawatiran dan protes dari berbagai kalangan, terutama mahasiswa dan orang tua. Kenaikan UKT dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM karena dapat menghambat akses pendidikan bagi banyak warga negara yang tidak mampu membayar biaya kuliah yang semakin tinggi.

Penting untuk memahami bahwa pendidikan bukan hanya sekadar proses transfer pengetahuan, tetapi juga sarana untuk mencapai keadilan sosial dan ekonomi. Ketika akses pendidikan terhambat oleh biaya yang tinggi, hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan yang lebih dalam di masyarakat. Dalam konteks ini, artikel ini akan membahas berbagai aspek pelanggaran HAM yang berkaitan dengan kenaikan UKT di Indonesia, termasuk dampaknya terhadap akses pendidikan, respon pemerintah, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai isu ini, diharapkan ada langkah-langkah konkret yang diambil untuk memastikan bahwa setiap warga negara Indonesia dapat menikmati haknya atas pendidikan tanpa hambatan finansial yang tidak adil.

Salah satu bukti nyata, menjelang tahun akademik baru perguruan negeri (PTN) menaikkan besaran uang kuliah tunggal (UKT) kepada calon mahasiswa yang akan masuk ke perguruan tinggi. Hal ini menjadi polemik hangat beberapa pekan akhir-akhir ini hingga menuai protes dari para calon mahasiswa. 

Hal ini serupa juga terjadi di perguruan tinggi Universitas Brawijaya, Kota Malang, Jawa Timur, sekitar 300 mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) melakukan demonstrasi bersama dengan mendatangi rektorat untuk menyuarakan hak mereka mengenai penolakan kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai terlalu mahal. Mahasiswa melakukan aksinya guna menyampaikan hak-hak mereka di halaman gedung rektorat Universitas Brawijaya. Poin-poin  yang disuarakan oleh para mahasiswa kepada pihak rektorat yakni tuntutan untuk merevisi penetapan 12 golongan UKT yang tertera dalam Peraturan Rektor Nomor 37 Tahun 2024. 

Menurut Presiden Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya yakni Satria Naufal Putra Ansar, pihaknya sebelum melakukan aksi kepada rektorat telah melakukan audiensi bersama pihak pejabat kampus tetapi hal itu tidak membuahkan hasil yang berarti. Bahkan setelah aksi kepada rektor bersama ratusan mahasiswa tersebut, pihak EM UB akan mengirimkan surat kepada Mendikbud Ristekdikti yaitu Nadiem Makarim sebagai simbol bahwa mahasiswa telah dipermainkan. Akibat belum adanya solusi dari pihak kampus, mahasiswa langsung melakukan aksi untuk menyuarakan sejumlah tuntutan. 

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) untuk perguruan Tinggi Negeri (PTN) akan dibatalkan sementara dan akan dinaikkan pada tahun depan. Hal ini serupa dengan tanggapan Menteri Pendidikan yakni Nadiem Makarim, beliau akan membatalkan semua kenaikan UKT pada tahun ini. Putusan ini telah dibahas sebelumnya dengan para rektor dan mendengarkan seluruh aspirasi masyarakat mengenai kenaikan UKT. 

Dari kasus di atas, Peningkatan UKT di berbagai perguruan tinggi di Indonesia telah memicu berbagai reaksi, mulai dari demonstrasi mahasiswa hingga perdebatan sengit di media. Mahasiswa yang terkena dampak merasa tertekan oleh beban finansial yang semakin berat, yang tidak jarang memaksa mereka untuk bekerja sambilan atau bahkan menghentikan studi mereka. Fenomena ini memicu pertanyaan penting tentang peran negara dalam menjamin hak atas pendidikan bagi setiap warganya, sesuai dengan amanat UUD 1945 dan prinsip-prinsip Pancasila.

Kenaikan UKT sering kali dikaitkan dengan kebutuhan universitas untuk menutupi biaya operasional yang meningkat dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, argumentasi ini perlu dikaji lebih mendalam. Apakah kenaikan tersebut sejalan dengan prinsip keadilan sosial? Apakah ada mekanisme transparan dalam penetapan UKT yang melibatkan partisipasi mahasiswa dan pemangku kepentingan lainnya? Dan yang terpenting, bagaimana dampaknya terhadap kelompok-kelompok rentan yang sudah menghadapi berbagai hambatan untuk mengakses pendidikan tinggi?

Menghambat Visi Indonesia Emas 2045

Anggota DPD RI Fahira Idris menilai polemik kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) harus dibenahi dari akarnya agar tidak menjadi preseden buruk bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi. Menurut Fahira, jika kebijakan soal UKT ini ingin tetap dipertahankan, harus dipastikan berkeadilan bagi semua mahasiswa dalam penerapannya.

"Kenaikan UKT di sejumlah kampus bukan hanya membuat cemas mahasiswa dan orang tua, tetapi juga berpotensi menjadi penghambat visi Indonesia Emas 2045," ucap Fahira pada Jumat (17/5/2024). Oleh karena itu, Fahira menegaskan, keterbatasan anggaran negara untuk pendidikan tinggi seharusnya tidak menyulitkan warga yang tidak mampu untuk berkuliah. 

"Ini karena sebagian besar sasaran utama Indonesia Emas yaitu daya saing SDM, kemiskinan menuju nol persen dan pendapatan per kapita Indonesia setara negara maju, hanya bisa diraih jika sebagian besar anak Indonesia mengenyam pendidikan tinggi yang tuntas dan berkualitas," ujarnya. Oleh karena itu, Fahira menyarankan agar kebijakan UKT diterapkan secara proporsional dan berkeadilan, yakni pemerintah dan kampus bersama-sama harus memiliki kebijakan yang proaktif dan progresif untuk membuka akses pendidikan tinggi seluasnya-luasnya.

Pelanggaran HAM

Kasus tersebut melanggar HAM yang tertuang dalam UUD. Berikut adalah pasal yang dilanggar:

  1. Pasal 28C Ayat 1 berbunyi, "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia."

  2. Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 berbunyi, "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun