Selasa, 3 Desember 2019 adalah peringatan hari disabilitas internasional. Pada tahun 1992, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan  3 Desember menjadi Hari Disabilitas Internasional. Peringatan ini bertujuan untuk kembali meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa para difabel juga ada di dunia ini. Dan karena itu, peringatan ini juga diharapkan untuk bisa memberikan dukungan dan semangat untuk kesejahteraan difabel.
Dan tulisan ini, dibuat untuk mengingatkan kesadaran para pembaca, bahwa penyandang disabilitas juga manusia, sama seperti kita. Sebagaimana kita tahu, tidak semua manusia diciptakan Tuhan dengan sempurna, ada beberapa orang istimewa yang diberi cobaan dengan kekurangan, seperti tidak  bisa mendengar, tidak bisa melihat, tidak  bisa berjalan, tidak bisa berbica, keterbelakangan mental, dan lainnya.Â
Semua kekurangan ini menyebabkan teman-teman istimewa mengalami keterbatasan sosial dan bahkan keterbatasan kehidupan. Tidak sedikit yang merasa minder dan rendah diri karena adanya sebutan 'cacat' di masyarakat yang dikhususkan untuk mereka. Dengan kesadaran penuh, penggunaan kata 'cacat' tidak lagi dipakai untuk mereka, yang ada hanya 'penyandang disabilitas' dan 'difabel'.
Sebagai manusia, kita diberikan rasa kemanusiaan oleh Tuhan. Maka dari itu, menjadi manusia yang utuh penting adanya. Kita perlu menjadi manusia, kepada siapa pun, dan kepada manusia mana saja, termasuk kepada penyandang disabilitas.Â
Tingkatkan simpati dan empati, saling menghargai dan jangan saling mengucilkan, membantu sesama dan jangan ditindas. Kita semua mempunyai hak asasi manusia, hak untuk semua manusia.Â
Tidak adil rasanya jika teman-teman ini disamakan standar adilnya dengan yang lain, maka dari itu Negara membuat undang-undang khusus untuk para penyandang disabilitas, yang dituangkan dalam undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang penyadang disabilitas.
Untuk para pembaca, ada pesan dari seorang yang mengajar di sekolah swasta khusus untuk anak berkebutuhan khusus kepada kalian. Katanya, "Saya mengharapkan agar masyarakat lebih menghargai kaum disabilitas dan tidak mendiskriminasi mereka, tidak memandang sebelah mata, dan tidak meremehkan mereka lagi. Difabel juga mempunyai perasaan, pun kita. Difabel juga manusia, pun kita. " -Mery Safitri, guru di sekolah berkebutujan khusus di Kota Jambi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H