Hereditas dan Lingkungan dalam Proses Perkembangan
Hereditas merupakan  potensi yang diwariskan dari generasi induk ke generasi penerus melalui gen-gen. Ini mencakup sifat-sifat biologis seperti bentuk tubuh, warna kulit, intelegensi, bakat, serta cacat tubuh atau penyakit.Â
Sebagai contoh, seseorang mungkin memiliki fitur wajah mirip dengan orang tuanya karena warisan genetik mereka yang sama. Selain sifat-sifat fisik, hereditas juga dapat mempengaruhi perilaku individu.Â
Meskipun tidak semua anak memiliki sifat-sifat bawaan yang sama dengan orang tuanya, namun ada beberapa perilaku yang lebih cenderung diwariskan seperti kebiasaan makan atau cara berbicara.
Sedangkan Lingkungan disini mencakup segala hal yang melingkupi individu, baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun sosio-kultural. Ini meliputi gizi, suhu, sistem saraf, vitamin, air, dan segala faktor material jasmani lainnya yang terkandung dalam badan. Lingkungan memiliki peran signifikan dalam membentuk perilaku dan kepribadian seseorang karena interaksi berkelanjutan antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
berinteraksinya hereditas dan lingkungan membentuk suatu proses perkembangan yang kompleks dan dinamis yang memberikan individu potensi dasar menuju masa depannya. Masing-masing memiliki kontribusi penting tapi tetap membutuhkan interaksi berkelanjutan untuk mengoptimalkan hasil perkembangan pribadi manusia secara keseluruhan.
A.Teori Empirisme dalam Perkembangan Manusia
Teori empirisme, yang dipelopori oleh John Locke (1632-1704), mengemukakan bahwa bayi lahir seperti kertas putih kosong. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, tanpa pengaruh dari faktor bawaan. Aliran ini berpendapat bahwa kualitas seorang anak sepenuhnya bergantung pada pendidikan yang diterimanya.Â
Manusia memiliki potensi untuk dibentuk, baik ke arah positif maupun negatif, sesuai dengan pengaruh lingkungan dan pendidikan yang diterimanya. Dalam pandangan ini, faktor eksternal memainkan peran kunci dalam pembentukan karakter individu.Â
John Locke, dengan teori tabula rasa-nya, mengibaratkan setiap bayi yang lahir seperti selembar kertas kosong. Konsekuensinya, lingkungan lah yang akan mengisi dan memberi warna pada "kertas" tersebut (Daimah & Niam, 2019).
B.Teori Nativisme dalam Perkembangan Manusia
Nativisme, yang berakar dari kata "native" yang berarti asli atau asal, merupakan aliran pemikiran yang memiliki kemiripan dengan Naturalisme. Teori ini berpendapat bahwa sejak kelahiran, seorang anak sudah membawa sifat-sifat dan dasar-dasar tertentu yang merupakan bawaan atau warisan genetik.Â
Menurut aliran ini, pertumbuhan dan perkembangan anak sepenuhnya ditentukan oleh sifat-sifat dan dasar-dasar bawaan (herediter) tersebut. Teori nativisme, yang dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (1788-1860), menyatakan bahwa perkembangan manusia sangat bergantung pada pembawaan atau sifat bawaan.Â
Menurut teori ini, jika seseorang memiliki pembawaan cerdas, ia akan tumbuh menjadi individu yang pintar, sedangkan jika pembawaannya kurang cerdas, maka ia akan menjadi kurang pandai.