Pemerintah Indonesia terus berupaya memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui berbagai program tabungan dan investasi strategis. Upaya ini bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri, serta menciptakan ketahanan ekonomi di tengah dinamika global yang tidak menentu. Meski telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, berbagai tantangan masih perlu diatasi untuk memastikan manfaatnya dapat dirasakan secara merata di seluruh wilayah Indonesia.Â
Salah satu langkah konkret yang diambil pemerintah adalah melalui program tabungan domestik, seperti Simpanan Pemerintah Daerah (SIPD) dan kebijakan suku bunga deposito tinggi yang diterapkan oleh bank-bank BUMN. Kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas tabungan nasional yang dapat digunakan sebagai sumber dana pembangunan jangka panjang. Menurut data Bank Indonesia, tingkat tabungan domestik mengalami peningkatan dari 29,2% pada 2020 menjadi 30,1% pada 2022. Kenaikan ini mencerminkan keberhasilan kebijakan yang mendorong rumah tangga dan institusi untuk lebih aktif menabung, meskipun kondisi ekonomi global sedang menghadapi tekanan.Â
Selama pandemi COVID-19, peningkatan tabungan rumah tangga menjadi fenomena yang mencolok. Pembatasan mobilitas dan penurunan konsumsi masyarakat selama pandemi mendorong lonjakan tingkat tabungan, seiring dengan implementasi program bantuan tunai langsung oleh pemerintah. Dari total stimulus ekonomi sebesar Rp695,2 triliun, sekitar 10% dialokasikan untuk mendukung program tabungan dan subsidi bunga pinjaman. Alokasi ini tidak hanya membantu rumah tangga bertahan selama krisis, tetapi juga meningkatkan daya beli masyarakat dalam jangka menengah.Â
Di sisi lain, program investasi pemerintah yang berfokus pada pembangunan infrastruktur vital telah menjadi motor penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Proyek Strategis Nasional (PSN), seperti pembangunan jalan tol, pembangkit listrik, dan pelabuhan, berkontribusi besar terhadap peningkatan konektivitas antarwilayah. Menurut laporan Kementerian PPN/Bappenas, pemerintah berhasil menyelesaikan 137 proyek senilai lebih dari Rp5.000 triliun sejak 2016. Proyek ini tidak hanya meningkatkan daya saing produk domestik di pasar internasional, tetapi juga membuka peluang baru bagi sektor swasta melalui skema kerja sama publik-swasta (PPP).Â
Model PPP memungkinkan partisipasi sektor swasta dalam pembiayaan proyek besar, sehingga mempercepat realisasi dan mengurangi beban anggaran negara. Dalam konteks ini, partisipasi swasta menjadi elemen kunci dalam mengoptimalkan efisiensi dan keberlanjutan proyek infrastruktur. Proyek-proyek ini juga berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan. Tingkat kemiskinan Indonesia berhasil ditekan dari 9,71% pada 2021 menjadi 9,22% pada 2022, sebagian besar berkat kontribusi proyek-proyek infrastruktur padat karya.Â
Dari perspektif stabilitas fiskal, peningkatan kontribusi tabungan domestik dalam pembiayaan infrastruktur merupakan pencapaian penting. Pada 2020, sekitar 46% pembiayaan infrastruktur berasal dari tabungan domestik, dan angka ini meningkat menjadi 51% pada 2022. Peningkatan ini menurunkan ketergantungan pada pinjaman luar negeri yang rentan terhadap volatilitas nilai tukar, sekaligus memperkuat fondasi keuangan negara.Â
Namun, di balik pencapaian ini, terdapat beberapa tantangan yang harus diatasi agar program tabungan dan investasi pemerintah dapat mencapai potensi maksimalnya. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal, terutama di daerah terpencil. Tingkat inklusi keuangan nasional mencapai 76% pada 2022, yang berarti masih ada 24% masyarakat yang belum terjangkau oleh layanan keuangan. Kesenjangan ini menghambat kemampuan masyarakat di daerah terpencil untuk berpartisipasi dalam program tabungan atau memanfaatkan peluang investasi.Â
Efisiensi pelaksanaan proyek infrastruktur juga menjadi perhatian utama. Menurut laporan Bank Dunia, beberapa proyek besar menghadapi keterlambatan dan pembengkakan biaya akibat perencanaan yang kurang matang dan pengawasan yang lemah. Masalah ini tidak hanya memengaruhi efektivitas anggaran negara tetapi juga mengurangi dampak jangka panjang investasi terhadap pertumbuhan ekonomi.Â
Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis yang lebih terintegrasi. Pertama, peningkatan akses keuangan di daerah terpencil harus menjadi prioritas. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas jaringan lembaga keuangan mikro dan koperasi, serta memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau masyarakat yang selama ini belum tersentuh layanan keuangan formal.Â
Kedua, optimalisasi teknologi dalam pemantauan dan evaluasi proyek infrastruktur dapat membantu mengurangi inefisiensi. Sistem berbasis digital memungkinkan pengawasan yang lebih transparan, sehingga potensi pemborosan dan korupsi dapat diminimalisir. Selain itu, pemanfaatan teknologi juga dapat meningkatkan akurasi data untuk perencanaan proyek yang lebih baik.Â
Ketiga, belajar dari praktik terbaik negara lain dalam mengelola pembiayaan pembangunan dapat menjadi strategi yang efektif. Skema pembiayaan alternatif, seperti green bonds atau investasi berkelanjutan, menawarkan peluang untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional tanpa membebani anggaran negara secara berlebihan.Â