Mohon tunggu...
Amelia Delima Citra
Amelia Delima Citra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Economic

Selanjutnya

Tutup

Financial

Navigasi Stabilitas Ekonomi Melalui Historis Twin Defisit Indonesia

3 November 2024   21:00 Diperbarui: 19 November 2024   05:13 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia, fenomena Twin deficit (defisit anggaran pemerintah dan defisit neraca perdagangan) mencerminkan tantangan struktural yang berpengaruh signifikan terhadap stabilitas ekonomi. Twin deficit terjadi ketika kebijakan fiskal yang tidak seimbang mendorong pengeluaran negara melebihi pemasukan, sementara neraca perdagangan menunjukkan ketergantungan tinggi pada impor atau kurangnya daya saing ekspor. Implikasi dari situasi ini berdampak pada stabilitas ekonomi jangka pendek dan menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang memerlukan perhatian serius dari pembuat kebijakan.

Pada Era Orde Baru, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui kebijakan pembangunan besar-besaran. Pemerintah mengimplementasikan proyek-proyek ambisius dalam infrastruktur dan industrialisasi untuk meningkatkan produktivitas dan mempercepat pembangunan ekonomi. Melalui pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), pemerintah mengalokasikan anggaran besar untuk proyek infrastruktur dan program swasembada pangan. Namun, di balik pertumbuhan ini, pengeluaran yang besar untuk proyek-proyek tersebut menciptakan ketergantungan pada utang luar negeri yang terus meningkat. Ketergantungan ini menyebabkan timbulnya defisit anggaran seiring dengan membengkaknya pengeluaran pemerintah yang tidak diimbangi oleh penerimaan negara yang memadai.

Masalah Twin deficit menjadi nyata ketika krisis finansial Asia melanda pada tahun 1997-1998. Krisis ini memicu pelemahan nilai tukar rupiah dan menyebabkan tingginya beban pembayaran utang luar negeri dalam mata uang asing. Ketika cadangan devisa menipis dan utang luar negeri menumpuk, Indonesia mengalami tekanan ekonomi yang luar biasa. Di sisi lain, krisis tersebut menyebabkan perlambatan ekonomi yang signifikan sehingga penerimaan negara turut berkurang. Akibatnya, defisit anggaran dan defisit neraca perdagangan melebar drastis, memperburuk Twin deficit yang sudah ada. Fenomena ini menunjukkan bahwa ketergantungan pada utang luar negeri dan ketidakseimbangan dalam pengelolaan fiskal bisa menjadi bom waktu bagi perekonomian nasional. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengelola kebijakan fiskal secara hati-hati dengan mempertimbangkan risiko jangka panjang, terutama dalam konteks perekonomian terbuka yang rentan terhadap perubahan global.

Memasuki Era Reformasi, Indonesia berupaya memperbaiki kondisi ekonomi yang hancur akibat krisis. Reformasi ekonomi menjadi agenda utama untuk mengatasi masalah struktural, termasuk upaya pengurangan defisit anggaran dan perbaikan neraca perdagangan. Kebijakan fiskal yang lebih ketat diterapkan dengan mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan memprioritaskan efisiensi anggaran. Beberapa langkah signifikan, seperti desentralisasi fiskal dan peningkatan pengawasan terhadap pengeluaran pemerintah, menjadi bagian dari upaya ini. Meskipun ada perbaikan jangka pendek, Twin deficit tetap menjadi tantangan yang sulit diatasi sepenuhnya. Reformasi struktural yang dibutuhkan ternyata lebih kompleks dan memerlukan waktu yang cukup panjang.

Pada era ini, kebijakan pemerintah tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi domestik tetapi juga oleh perubahan ekonomi global. Ketergantungan Indonesia pada ekspor komoditas seperti minyak kelapa sawit, batubara, dan minyak bumi membuat perekonomian rentan terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar internasional. Ketika harga komoditas global menurun, penerimaan dari ekspor komoditas Indonesia ikut merosot, yang berkontribusi pada melemahnya neraca perdagangan. Di sisi lain, ketika harga impor, terutama barang-barang konsumsi dan bahan baku industri, meningkat, Indonesia kembali mengalami tekanan defisit neraca perdagangan. Oleh karena itu, untuk mencapai stabilitas fiskal dan perdagangan yang lebih berkelanjutan, diversifikasi ekonomi menjadi langkah penting yang perlu dilakukan pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu.

Dalam menghadapi fluktuasi ekonomi global, kebijakan moneter memainkan peran yang signifikan dalam pengelolaan Twin deficit. Suku bunga yang tinggi, misalnya, ditetapkan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dan menahan laju inflasi. Namun, kebijakan ini membawa konsekuensi negatif, terutama bagi sektor pemerintah dan swasta yang bergantung pada pinjaman. Biaya pinjaman yang tinggi meningkatkan beban utang dalam negeri dan memperlambat investasi sektor swasta yang membutuhkan modal. Dampaknya, aktivitas ekonomi cenderung melambat, yang mengakibatkan rendahnya penerimaan pajak serta daya saing ekspor Indonesia karena peningkatan biaya produksi. Keterbatasan ini menunjukkan pentingnya koordinasi yang lebih baik antara kebijakan fiskal dan moneter agar tidak menciptakan tekanan tambahan pada Twin deficit.

Selain itu, globalisasi yang meningkatkan aliran barang dan modal juga menimbulkan tantangan tersendiri. Indonesia menghadapi persaingan yang ketat di pasar global, yang mengharuskan pemerintah meningkatkan daya saing produk domestik agar tidak terus mengalami defisit neraca perdagangan. Upaya peningkatan daya saing ini memerlukan pembenahan di sektor swasta, termasuk melalui reformasi regulasi dan dukungan terhadap industri dalam negeri. Kebijakan yang mendukung inovasi dan efisiensi pada sektor industri akan membantu sektor swasta dalam memperkuat posisi di pasar global, meningkatkan ekspor, dan mengurangi ketergantungan pada barang impor.

Penguatan sektor swasta sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi juga menjadi salah satu langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada utang dan sumber daya alam. Diversifikasi ekonomi diperlukan untuk memperluas sektor-sektor ekonomi yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi dan tidak rentan terhadap fluktuasi harga komoditas. Sebagai contoh, sektor pariwisata dan teknologi informasi menawarkan potensi besar dalam menggerakkan ekonomi tanpa terlalu tergantung pada ekspor komoditas primer. Pariwisata, misalnya, dapat menghasilkan devisa yang signifikan dan menciptakan lapangan kerja di berbagai daerah. Teknologi informasi juga menawarkan peluang bagi industri kreatif dan digital yang tengah berkembang pesat di era modern. Pengembangan sektor-sektor ini dapat membantu Indonesia mencapai ketahanan ekonomi yang lebih kuat dan mengurangi tekanan pada Twin deficit.

Twin deficit bukanlah tantangan yang dapat diselesaikan dengan kebijakan jangka pendek. Permasalahan ini memerlukan strategi komprehensif dan berkelanjutan yang melibatkan berbagai sektor, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat sipil. Penting bagi pemerintah dan pembuat kebijakan untuk terus beradaptasi dengan perubahan ekonomi global sambil memperkuat kerangka kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif. Upaya-upaya ini, jika dilakukan secara konsisten, akan memberikan ruang bagi Indonesia untuk memperkuat daya tahan ekonominya serta mengatasi masalah Twin deficit secara berkelanjutan.

Evaluasi Twin deficit memerlukan kolaborasi lintas sektor yang mengintegrasikan kebijakan fiskal, moneter, dan perdagangan. Selain memperkuat sektor-sektor strategis, pembenahan kebijakan perpajakan, peningkatan transparansi pengeluaran pemerintah, dan penguatan akuntabilitas fiskal menjadi langkah penting dalam mencapai kestabilan ekonomi. Dengan sinergi kebijakan yang tepat dan komitmen terhadap reformasi struktural, Indonesia dapat menciptakan ekonomi yang lebih seimbang dan siap menghadapi tantangan global.

Tantangan Twin deficit dapat dikatakan sebagai pengingat bahwa perekonomian Indonesia harus beradaptasi secara dinamis terhadap perubahan. Hanya melalui strategi yang holistik dan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, masalah Twin deficit dapat dikelola secara efektif dan berkelanjutan. Dengan strategi diversifikasi ekonomi yang mendalam, ketahanan fiskal, serta kebijakan perdagangan yang adaptif, Indonesia dapat menuju masa depan yang lebih stabil, mandiri, dan inklusif bagi seluruh masyarakatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun