Penikahan dini merupakan ikatan yang dilakukan oleh pasangan yang masih tergolong dalam usia muda dalam artian belum mencapai dewasa. Pernikahan dini menjadi masalah sosial yang sudah berlangsung lama di Indonesia, meskipun ada upaya signifikan dari pemerintah dan organisasi masyarakat untuk mengatasinya tetapi fenomena ini masih ditemukan, terutama di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi dan akses pendidikan yang terbatas. Pernikan dini tidak hanya membawa dampak negatif bagi pasangan yang menikah muda namun juga mengorbankan generasi mendatang. Salah satu dampak jangka panjang yang paling signifikan adalah stunting, yang menjadi tantangan besar di Indonesia. Stunting tidak hanya masalah gizi saja, namun juga berdampak pada potensi tumbuh kembang anak, sehingga pada akhirnya akan mengancam masa depan anak.
      Pernikahan dini seringkali melibatkan remaja perempuan yang belum siap secara fisik dan mental untuk menghadapi kehidupan berumah tangga dan mempunyai anak. Tubuh remaja yang dalam keadaan hamil belum cukup matang untuk mengadapi tekanan kehamilan. Kehamilan pada usia muda ini meningkatkan risiko kelahiran prematur, bayi dengan berat badan rendah, hingga kematian ibu dan anak. Selain itu, ibu yang hamil di usia muda seringkali kekurangan pengetahuan dan sumber daya untuk merawat dirinya dan bayi yang masih dalam kandungan. Akibatnya, bayi yang dilahirkan akan kekurangan gizi sehingga menyebabkan stunting.  Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis  pada 1000 hari pertama kehidupan yang sangat penting bagi perkembangan fisik dan otak anak.
Stunting tidak hanya masalah fisik yang tampak, namun juga berdampak besar pada perkembangan otak anak. Anak yang mengalami stunting cenderung mempunyai keterlambatan pada kemampuan belajar , kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sering kali tidak bisa mencapai potensi maksimal dalam hidup mereka. Berdasarkan data menurut World Bank, stunting dapat mengurangi produktivitas individu hingga 10% sepanjang hidupnya. Ini berarti bahwa anak-anak yang lahir dalam kondisi stunting tidak hanya berisiko mengalami gangguan perkembangan, namun juga kehilangan peluang untuk memiliki karier yang baik dan memperbaiki kualitas hidup mereka pada masa depan. Stunting mengancam bukan hanya kesehatan fisik namun juga masa depan generasi penerus bangsa.
Selain itu, pernikahan dini dan stunting menciptakan lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus. Banyak pasangan muda yang menikah dini dan berasal dari keluarga miskin serta tidak mempunyai akses pendidikan yang memadai. Dalam banyak kasus, pernikahan dini dianggap menjadi solusi untuk mengurangi beban ekonomi keluarga, tetapi pada kenyataannya, pernikahan dini justru memperburuk keadaan. Â Ketika seorang wanita menikah di usia muda, ia tidak hanya kehilangan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, tetapi cenderung tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diharapkan untuk merawat diri dan anak-anaknya. Ketidakmampuan untuk memperoleh pendidikan yang layak dan keterbatasan ekonomi mengakibatkan mereka kesulitan untuk keluar dari kemiskinan. Anak--anak yang terlahir dari pernikahan dini juga berisiko besar untuk terjebak pada kemiskinan yang sama.
Anak-anak yang lahir dari pernikahan dini seringkali tidak menerima perhatian dan perawatan yang cukup. Kekurangan gizi yang mereka alami bisa menghambat perkembangan mereka. Tanpa pendidikan yang memadai, anak-anak kesulitan untuk mengakses peluang yang lebih baik di masa depan. Mereka lebih cenderung menghadapi masalah kesehatan, kurang bisa mendapatkan prestasi di sekolah dan mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Hal ini mengarah pada kemiskinan jangka panjang yang bisa mengurangi kualitas hidup mereka dan menghalangi potensi mereka untuk berkontribusi secara positif bagi negara.
Untuk menghentikan lingkaran ini, langkah-langkah konkrit harus diambil oleh seluruh pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, sampai individu itu sendiri. Program pendidikan yang mengedukasi remaja mengenai dampak pernikahan dini wajib diadakan. Remaja perlu diberi pemahaman yang jelas bahwa pernikahan dini tidak hanya merugikan mereka sebagai pasangan, namun juga generasi mendatang. Pemerintah wajib memastikan bahwa setiap remaja mempunyai akses yang cukup terhadap pendidikan, sehingga mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk meraih masa depan yang lebih baik. Selain itu, layanan kesehatan untuk ibu hamil, terutama yang menikah dini, harus ditingkatkan. Ibu muda harus mendapatkan perhatian lebih supaya mereka bisa menjalani kehamilan dengan baik, menerima gizi yang cukup, dan mengurangi risiko kelahiran prematur atau stunting pada anak.
Pernikahan dini tidak hanya menjadi masalah pribadi, tetapi masalah sosial yang mempengaruhi semua masyarakat. Dampaknya pada generasi masa depan yang menghadapi masa depan yang terbatas jika mereka terlahir dalam kondisi stunting. Oleh karena itu, sangat  penting bagi kita untuk untuk berkomitmen bersama dalam mengurangi angka pernikahan dini dan memastikan setiap anak mempunyai kesempatan untuk tumbuh sehat, cerdas, dan mencapai potensi terbaik mereka. Mengakhiri pernikahan dini dan stunting merupakan langkah awal untuk menciptakan generasi yang lebih baik, lebih sehat dan lebih produktif. Sebagai agen perubahan, mahasiswa berperan aktif dan berkontribusi melalui kegiatan pencegahan stunting, edukasi tentang bahaya seks bebas, makanan bergizi, dan perilaku hidup sehat lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H