Mohon tunggu...
Amelia Ariesty
Amelia Ariesty Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahasa Gaul Jaksel sebagai Sarana Identitas Remaja Jakarta

10 Juni 2024   20:56 Diperbarui: 10 Juni 2024   21:27 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa menjadi alat komunikasi verbal manusia, baik itu berupa bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Menurut Sudaryanto, bahasa pada dasarnya merupakan alat atau sarana untuk komunikasi antar manusia yang menjadi salah satu ciri untuk membedakan manusia dengan makhluk lain. hal tersebut karena manusia punya kemampuan untuk berpikir dan mengembangkan akal budinya. Oleh sebab itu, manusia bisa mengembangkan suatu alat untuk berkomunikasi supaya bisa mengungkapkan pikiran perasaan ataupun keinginannya yaitu lewat bahasa. Perkembangan bahasa tersebut tentunya akan terus terjadi di dalam masyarakat. Menurut sosiolinguistik yang merupakan cabang ilmu bahasa yang mempelajari hubungan antara bahasa dan faktor-faktor kemasyarakatannya, masyarakat bahasa tidak pernah homogen dan selalu heterogen. Artinya, penggunaan bahasa akan selalu beragam, baik dilihat dari usia, status sosial, status ekonomi pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan maupun tempat tinggal. Keberagaman dan perkembangan bahasa tersebut tentunya akan muncul lewat interaksi sosial.

Interaksi sosial adalah aktivitas atau tindakan yang bisa dipengaruhi oleh berbagai hal di lingkungan sosial individu mulai dari harta kekayaan, kebudayaan, hukum, etika adat istiadat, kesehatan dan lain-lain. Kelompok lingkungan sosial tersebut nantinya juga akan memunculkan berbagai cara pengucapan tata bahasa dan kosakata yang akan mencerminkan perbedaan. Perbedaan bahasa tentunya yang bisa dengan mudah kita lihat adalah perbedaan bahasa masyarakat kota dan masyarakat desa. Masyarakat kota cenderung sudah mulai tercampur dengan adanya arus globalisasi yang masuk. Arus globalisasi menyebabkan perkembangan di berbagai aspek kehidupan, termasuk bahasa. Hal tersebut menyebabkan perkembangan bahasa yang mulai bercampur dengan campuran yang dianggap trend oleh masyarakat kota, khususnya remaja atau anak muda. Hal tersebut sering disebut juga bahasa "gaul".

Bahasa gaul merupakan bahasa yang mempunyai perubahan istilah dari bahasa prokem pada tahun 1980-an. Bahasa gaul ini merupakan bentuk bahasa yang digunakan oleh generasi muda atau remaja sebagai alat ekspresi diri dan komunikasi informal. Bahasa gaul menjadi ciri khas remaja dan generasi muda karena kata-kata dan kalimatnya diubah sehingga hanya bisa dimengerti oleh kalangan mereka. Beberapa tahun kebelakang, muncul tren baru, yaitu bahasa "Jaksel". Awalnya, bahasa gaul "Jaksel" hanya sebagian saja yang mengetahui bahasa tersebut dan masih asing di kalangan masyarakat. Bahasa "Jaksel" ini merupakan istilah dari bahasa gaul Jakarta Selatan karena awal kemunculannya karena banyak remaja di daerah Jakarta Selatan yang menggunakan bahasa campuran Indonesia dan Inggris. Bahasa gaul "Jaksel" merupakan penggunaan bahasa sehari-hari yang mencampurkan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. maksud dari percampuran penggunaan bahasa ini adalah kebanyakan remaja menggunakan bahasa Indonesia dipadukan dengan bahasa Inggris seperti "literally, which is, even, to be honest, basically, usually, prefer, confuse, sceptical, it means, OTW (on the way), too much, slay, NGL (not gonna lie) and at least". Beberapa kata tersebut yang biasanya digunakan dalam percakapan di kalangan remaja dan sering kali ditambahkan slang word sebagai kata penghubung di awal atau akhir kalimat.

Bahasa gaul Jaksel digunakan sebagai alat komunikasi antar remaja di Jakarta Selatan dan menjadi bagian penting dari eksistensi serta identitas mereka dalam lingkungan sosial. Remaja seringkali ingin tetap terlihat up to date dan tidak ketinggalan trend. Apalagi bahasa gaul "Jaksel" ini sudah mulai trend di kalangan remaja di luar Jakarta Selatan. Hal tersebut disebabkan bahasa gaul "Jaksel" muncul di trending media dan banyak yang membahas hal tersebut. Akhirnya, bahasa gaul "Jaksel" dianggap sebagai trend dan berpengaruh terhadap siapa yang berbicara menggunakan bahasa ini dianggap sebagai sesuatu yang keren dan mengikuti zaman. Bahkan, akibat bahasa gaul "Jaksel" menjadi trend di media sosial meria, "Jaksel" disebut sebagai "mentalitas" bukan domisili.

Fenomena penggunaan bahasa gaul "Jaksel" di kalangan remaja ini bisa di analisis menggunakan pemikiran Pierre Bourdieu, yaitu habitus, modal dan arena (field). Teori arena produksi kultural dalam pemikiran sosiologi Bourdieu bertujuan untuk menganalisa dan memahami bagaimana proses terbangunnya struktur sosial dari unsur-unsur tertentu yang terdapat pada ruang sosial. Arena produksi kultural sastra bisa dipahami sebagai praktik sosial untuk menganalisa dan memahami proses terbangunnya struktur sastra berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalam ruang sosial. Bourdieu juga berpikir bahwa ruang sosial adalah tempat terjadinya proses interaksi sosial yang mana ruang tersebut akan dilengkapi oleh agen-agen dengan berbagai ciri yang berbeda namun saling terkait satu sama lain. Teori habitus adalah struktur kognitif yang digunakan individu untuk memahami dunia dan bertindak di dalamnya. Habitus dibentuk oleh pengalaman hidup dan lingkungan sosial seseorang. Pada fenomena penggunaan bahasa gaul "Jaksel" di kalangan remaja merupakan bagian dari habitus mereka karena mencerminkan bagaimana mereka dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang dinamis. Mereka tumbuh di lingkungan yang penuh dengan pengaruh global dan lokal yang akhirnya membentuk kebiasaan selera dan cara mereka berkomunikasi. Bahasa gaul Jaksel juga akhirnya menjadi simbol dari identitas mereka yang ingin dianggap up to date dan keren. Selain itu, jika dilihat dari sisi modal, modal merupakan sekumpulan sumber kekuatan dan kekuasaan yang benar-benar bisa digunakan. Modal budaya yang dimaksud bisa mencakup pengetahuan, keterampilan, pendidikan dan preferensi budaya yang dipunyai oleh individu yang bisa memberikan status atau kekuasaan dalam masyarakat. Jika dikaitkan dengan fenomena penggunaan bahasa gaul Jaksel pada remaja, yaitu bagi mereka yang menggunakan bahasa tersebut bisa dianggap sebagai bentuk modal budaya. Remaja yang menggunakan bahasa ini di kehidupan sehari-hari dianggap bisa meningkatkan status sosial mereka diantara teman-teman nya. Penggunaan kata-kata dalam bahasa Inggris yang disisipkan dalam percakapan sehari-hari bisa menunjukkan bahwa mereka punya pengetahuan tentang bahasa, trend global dan mampu beradaptasi dengan budaya yang masuk yang akhirnya bisa memberi keunggulan dalam interaksi sosial. Jika dilihat dari sisi arena, arena menurut Bourdieu adalah ruang sosial, di mana individu dan kelompok saling bersaing untuk mendapatkan modal dan kekuasaan. Jika dikaitkan dengan fenomena penggunaan bahasa Jaksel pada remaja, remaja masuk dalam arena sosial yang kompetitif di mana status dan identitas merupakan hal yang penting. Dalam arena, bahasa gaul Jaksel menjadi salah satu cara untuk menunjukkan keunggulan dan memperoleh pengakuan. Mereka yang fasih menggunakan bahasa ini akan dianggap lebih trendi dan mengikuti perkembangan zaman serta memberikan status yang lebih tinggi dalam kelompok sosial mereka. Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa gaul Jaksel punya fungsi sebagai alat untuk membangun identitas dan status sosial di kalangan remaja. Penggunaan bahasa ini juga tidak hanya mencerminkan adaptasi mereka terhadap pengaruh global tetapi juga menunjukkan bahwa mereka bisa menggunakan bahasa sebagai modal budaya. Pemikiran Bourdieu ini bisa membantu untuk melihat bagaimana praktik sehari-hari seperti penggunaan bahasa bisa terhubung dengan struktur sosial yang lebih luas dan dinamika kekuasaan dalam masyarakat.

References
Alfiah, D. P. N., & Siagian, I. (2023, Oktober). Bahasa Gaul "Jaksel" Sebagai Budaya Dikalangan Remaja Dalam Kajian Fonologi. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 9(19).
Puspita, I. D., Kasih, B. R., & Widyaningtyas, R. P. (2022). Fenomena Bahasa Jaksel Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia di Kalangan pengguna Twitter dan Instagram. Jurusan Ilmu Ilmu Sosial FIS Universitas Negeri Surabaya.
Udaya, H. (2022). Sastra sebagai praktik sosial: aplikasi pemikiran Bourdieu dalam telaah arena produksi kultural novel Islam kontemporer. Penerbit Garudhawaca.
Utami, S. W. B., & Handayani, D. (2023). Bahasa dalam Perspektif Sosiolinguistik. Airlangga University Press.
Wicaksono, B., Nursanti, S., & Utami Dewi, W. (2022, November). Motif dan Makna Penggunaan Bahasa "Jaksel" di Kalangan Mahasiswa Pengguna Bahasa "Jaksel" Dalam Kehidupan Sehari-hari. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(21).
Wijana, D. P. (2021). Pengantar Sosiolinguistik. Gadjah Mada University Press.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun