Mohon tunggu...
Amelia ArianaLestari
Amelia ArianaLestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Saya seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang saat ini sedang berada di semester 7. Hobi saya adalah menulis, membaca dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Polemik Pemberian Alat Kontrasepsi di Kalangan Pelajar

4 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 4 Oktober 2024   17:02 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah telah mengeluarkan peraturan terkait pengadaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah. Aturan itu menuai kontroversi di masyarakat. Hal tersebut tertuang dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 terkait pelaksanaan Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal 103 dari PP tersebut sebetulnya lebih menekankan pentingnya edukasi anak usia sekolah dan remaja terkait kesehatan reproduksi. Mulai dari mengetahui sistem, fungsi, hingga proses reproduksi. Lebih lanjut, ayat ke-4 dari pasal tersebut mengatur tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk anak usia sekolah dan remaja, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi. Bunyi ayat tersebut menimbulkan mispersepsi di kalangan masyarakat. Sebagian berpendapat penyediaan alat kontrasepsi tersebut secara tidak langsung 'menormalisasi' hubungan seksual di luar pernikahan. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan penyediaan alat kontrasepsi bukan untuk pelajar, melainkan untuk remaja yang sudah menikah. Pernikahan anak di Indonesia tetap menjadi masalah serius dengan angka pernikahan anak dan kehamilan remaja yang tinggi. Meski pemerintah telah mengambil langkah-langkah seperti Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dan revisi undang-undang, namun tantangan terkait kehamilan sebelum pernikahan masih ada. Penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah menimbulkan pro dan kontra yaitu sisi positifnya adalah dapat mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi sisi negatifnya adalah khawatir menjadi kesalahpahaman masyarakat tentang pelegalan seks sebelum nikah dan penyalahgunaan alat kontrasepsi untuk menyembunyikan kekerasan seksual. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Hamzi Fikri menegaskan penyediaan alat kontrasepsi untuk anak sekolah hanya untuk anak atau remaja usia sekolah yang sudah menikah. Dia menepis anggapan ayat keempat dari Pasal 103 PP Nomor 28 Tahun 2024 yang menjadi polemik itu melegalkan hubungan seksual di luar pernikahan.

Hamzi menjelaskan Pasal 103 yang mengatur tentang alat kontrasepsi itu sebetulnya lebih menekankan pentingnya edukasi anak usia sekolah dan remaja terkait kesehatan reproduksi. Yakni, mulai dari mengetahui sistemnya, fungsi, hingga proses reproduksi. Sementara itu, Kadinkes Kota Mataram Emirald Isfihan menjelaskan yang menjadi permasalahan di kalangan masyarakat saat ini adalah alat kontrasepsi seperti kondom yang dijual bebas. Menurutnya, penyediaan alat kontrasepsi berdasarkan Pasal 103 merupakan bagian dalam perlindungan hukum yang semestinya. Khususnya, perlindungan hukum terhadap anak-anak atau remaja yang dari sisi kesehatan tidak harus hamil, atau belum saatnya hamil. Namun, sudah terlanjur menikah. Terkait peraturan pengadaan alat kontrasepsi tersebut, Emirald menilai dari sisi kesehatan ada upaya pencegahan stunting dari pemerintah. Pasalnya, pernikahan dini menjadi salah satu penyebab stunting. Peraturan terkait pengadaan alat kontrasepsi bagi remaja dan anak usia sekolah dari pemerintah pusat menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Khususnya, pada ayat ke empat dari Pasal 103 PP Nomor 28 Tahun 2024, terkait pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Diketahui, ayat keempat dari pasal tersebut mengatur tentang pelayanan kesehatan reproduksi untuk anak usia sekolah, dan remaja, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi. Sebagian masyarakat beranggapan ayat empat tersebut menormalisasi hubungan seksual di luar pernikahan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali terus melakukan skrining tentang kesehatan reproduksi kepada anak usia sekolah dan remaja di sekolah maupun di luar sekolah. Sosialisasi dilakukan dengan menyediakan posyandu remaja dan pelayanan kesehatan reproduksi, juga perihal penggunaan alat kontrasepsi bagi pasangan sah. Dalam aplikasi tersebut terdapat buku saku yang bisa dibaca oleh remaja dan pengantin sah yang berisi informasi tentang filosofi pernikahan, pra nikah, kehamilan, kesehatan jiwa, gerakan masyarakat hidup sehat (Germas), hingga penggunaan alat kontrasepsi. Ia mengingatkan penggunaan alat kontrasepsi tidak ditujukan untuk semua remaja, melainkan hanya diperuntukkan bagi remaja yang sudah menikah. Tujuannya, untuk menunda kehamilan ketika calon ibu belum siap karena masalah ekonomi atau kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun