Fiqh Muamalah ialah sebuah hukum yang ditetapkan oleh Allahh SWT yang mangulas tentang permasalahan ekonomi dari sudut pandang Syari' at Islam. Hukum- hukum tersebut berhubungan dengan cara- cara tingkah laku manusia dalam melakukan transaksi Muamalah. Ruang lingkup Fiqh Muamalah meliputi adabaiyah serta madiyah. Adabiyah terdiri dari ijab serta Kabul, silih meridhai, tidak terdapat keterpaksaan dari salah satu pihak, hak serta kewajiban, kejujuran orang dagang, penipuan, pemalsuan, penumpukan, serta seluruh seuatu yang bersumber dari indra manusia yang terdapat kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup manusia. Madiyah terdiri dari jual beli, gadai, jaminan serta tanggungan, pemindahan utang, jatuh bangkrut, batas berperan, perseroan ataupun perkongsian, perseroan harta serta tenaga, sewa- menyewa, pemeberian hak guna gunakan, benda titipan, benda penemuan, garapan tanah, sewa menyewa tanah, upah, guagatan, syaembara, pembagian kekayaan bersama, pemberian. Adabiyah serta Madiyah keduanya silih berkaitan, sebab dalam Fiqh Muamalah tercakup dalam rukun serta ketentuan transaksi.
Dalam perihal urusan harta, pada kehidupan manusia, pasti melakukan pengelolaan harta. Pengelolaan harta milik ini biasanya dilakukan melalui gadai. Transaksi gadai ini diperbolehkan dan sudaha ada sejak zaman Rasulullah SAW yang hingga saat ini masih berlaku dan dipraktikkan. Dimana Rahn ini termasuk dalam ruang likup fiqih muamalah yaitu Madiyah. Dalam Bahasa Arab gadai ini disebut juga dengan Al-Rahn yang memiliki arti jaminan. Gadai merupakan termasuk kedalam kategori utang piutang, yang mana orang yang berhutang ini menyerahkan atau menggadaikan barangnya untuk menjadi jaminan dalam sebuah hutang. Penyerahan barang ini harus termasuk kedalam barang yang bernilai untuk dijadikan jaminan utang, barang tersebut dapat berupa benda benda bergerak maunpun tidak. Kepemilikan yang berada dalam benda yang digadaikan tetap berada pada orang yang menggadaikannya, namun yang berbeda adalah dijaga dan disimpan oleh pihak lain penerima gadai atau orang yang berpiutang. Konsep tersebut dalam konteks fiqih muamalah disebut dengan istilah Rahn. Sebagaimana, Â dasar landasan hukum akad rahn terdapat pada Qur'an surah Al Baqarah ayat 283. Dan berpegang teguh pada Fatwa DSN- MUI no. 25/ III/2002 yang menjelaskan tentang Rahn.
Namun, Saat ini Lembaga lenbaga keuangan maupun  pegadaian telah melakukan pengembangan produk mereka. Termasuk Pegadaian Syariah ini, selain menerima kegiatan gadai (rahn) ia juga melakukan kegiatan pembiayaan. Salah satu pembiayaan yang terdapat dalam pegadaian Syariah ini yaitu pembiayan Amanah. Dimana pembiayaan ini terkhusus untuk karyawan, pegawai dan pengusaha kecil (mikro) agar nasabah dapat memiliki kendaraan pribadi seperti motor, mobil secara Syariah dan dapat diangsur dengan mudah.Konsep ini dalam pegadaian Syariah biasanya melakukan kegiatan tersebut dengan akad rahn tasjily. Akad Rahn Tasjily ini terjadi Ketika pihak nasaabah menyerahakan BPKB kendaraannya sebagai barang jaminan kepada pihak pegadaian Syariah, namun kendaraan tersebut tetap Bersama pemiliknya. Sebagaimana pegadaian Syariah melakukan akad rahn tasjily ini berpegang tegung terhadap Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-MUI/III/2008 yang menjelaskan tentang akad rahn tasjily yaitu merupakan jaminan barang atas uang tetapi barang jaminan tetap berada dalam penguasaan rahin dan bukti kepemilikannya  atau BKPB ini diserahkan kepada pihak gadai yaitu sebagau pemberi penjamin.
Prinsip dalam mengelola harta yang terdapat dalam pegadaian ialah sesuai dengan syariat islam terhadap penyediaan fasilitas dan pelayanan untuk masyarakat umum merupakan karakteristik Rahn. Dengan syarat yang diberikan oleh Rahn ini relatif dapat membantu  masyarakat yang sedang membutuhkan pembiayaan, maka dari itu Rahn disebut memiliki efek pengaman sosial dengan prinsipnya yaitu prinsip bebas bunga. Pegadaian tidak diperbolehkan menghimpun dana langsung pada masyarakat berbentuk simpanan. Jadi, mekanisme atau skema operasional akad Rahn pada Pegadaian Syariah yaitu, pihak nasabah atau orang yang berhutang meyerahkan barang jaminan berupa bnda bergerak maka kemuian pihak orang yang berpiutang (pegadaian) akan menyimpan, merawat dan menjaganya. Dalam proses penyimpanan tersebut timbulah biaya tempat yang merupakan nilai investasi, dan biaya perawatan keselurahan proses menjaganya. Bagi Perusahaan Pegadaian, dasar ini dibenarkan adanya dengan mengenakan biaya tempat pada nasabah dengan jumlah yang telah disepakati keduanya. Jadi Pegadaian Syariah akan mendapati keuntungan melalui biaya-biaya tersebut, melainkan bukan bunga yang diperhitungkan dari pinjaman dana, jadi dana yang didapatkan benar-benar terbebaskan dari riba
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H