Mohon tunggu...
Amelia Suindra
Amelia Suindra Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa S1 Administrasi Publik (UNY) - SMAN 1 Seyegan

Saya mahasiswa S1 Administrasi Publik Universitas Yogyakarta. Selama kuliah saya aktif dalam berbagai kegiatan ekstrakulikuler dan organisasi mahasiswa. Saya adalah orang yang bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan mampu bekerjasama dalam tim. Saya memiliki minat untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang kesekreriatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketika Air Bersih Bertabrakan dengan Air Hukum: Dilema HAM dalam Kasus Wadas

20 April 2024   17:08 Diperbarui: 21 April 2024   20:22 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Perampasan lahan adalah masalah yang sering terjadi di Indonesia, yang membawa dilema HAM dalam menjamin hak hukum warga negara. Salah satu kasus ini terjadi di Desa Wadas , Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, yang saat ini menghadapi konflik antara pemerintah dan masyarakat.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang diberikan kepada setiap individu untuk melindungi diri dari penggunaan kekuasaan oleh pemerintah atau pihak lain. Namun, dalam kasus di Desa Wadas, HAM mungkin tidak dapat diaplikasikan sepenuhnya.

Dilema HAM dalam kasus ini adalah bagaimana untuk mengatasi konflik ini tanpa mengganggu hak hukum warga negara. Hukum adat dan hukum negara harus dilakukan secara berbalik-balik, sehingga masyarakat  dapat memiliki hak atas tanah yang mereka tinggali dengan menunjukkan bukti-bukti dokumen tertulis.

Konflik  di Desa Wadas telah menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masyarakat lokal. Konflik ini terjadi karena pemerintahan yang tidak melibatkan aspirasi masyarakat dalam pengukuran lahan dan pengambilan keputusan. Pada tahun 2022, Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengklaim bahwa kekerasan oleh aparat terhadap warga Wadas merupakan pelanggaran HAM. 

Pelanggaran HAM dalam kasus di Desa Wadas adalah bahwa pemerintah telah melanggar ketentuan mengenai alur konsultasi publik dalam Peraturan Pemerintah (PP) 19/2021, serta kewajiban mendengar aspirasi masyarakat terdapat dalam Undang-Undang Administrasi Pemerintahan beserta asas-asas yang menjadi dasar dalamnya. Penerbitan Izin Penetapan Lokasi (IPL) penambangan batuan oleh Gubernur Jawa Tengah telah dikritik sebagai cacat substansi karena hanya memperhatikan surat dari instansi yang memerlukan tanah tanpa memperhatikan hak-hak Desa Wadas. 

Untuk mengatasi konflik ini, perlu dilakukan beberapa langkah, yaitu:

1. Pengakuan Hukum Adat: Pemerintah harus memperhatikan hukum adat yang telah diterima oleh masyarakat . Hukum adat harus diakui, dihormati, dan dilindungi oleh negara.

2. Pengelolaan Wilayah: Pemerintah harus mengelola wilayah dengan baik, yang tidak hanya mengakibatkan penggusuran lahan, tetapi juga menyebabkan konflik antara pemerintah dan masyarakat.

3. Pengadilan Hukum Adat: Pemerintah harus menyediakan mekanisme pengadilan hukum adat yang efektif untuk mengatasi konflik agraria.

4. Pembuatan Perjanjian Mou: Pemerintah dan masyarakat adat harus berkoordinasi dalam membuat perjanjian Mou yang dapat memfasilitasi beasiswa program KIP-K dan meningkatkan kemampuan masyarakat.

5. Pengembangan Pendidikan dan Kesehatan: Pemerintah harus mengembangkan pendidikan dan kesehatan yang dapat membantu masyarakat  dalam menanggulangi konflik ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun