Mohon tunggu...
Ameera Cahya
Ameera Cahya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Studi Kejepangan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Doxing sebagai Sebuah Pelanggaran Privasi di Dunia Maya

19 Juni 2024   22:37 Diperbarui: 19 Juni 2024   23:01 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Doxing adalah tindakan mengumpulkan dan menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa izin mereka. Informasi yang dibocorkan bisa berupa nama lengkap, alamat rumah, nomor telepon, alamat email, data pekerjaan, dan informasi sensitif lainnya. Biasanya, pelaku doxing menggunakan teknik peretasan, pencarian melalui media sosial, dan eksploitasi data publik untuk mengumpulkan informasi ini. Tujuan utama doxing adalah untuk mempermalukan, mengintimidasi, atau mengancam korban, serta menimbulkan kerugian emosional, fisik, atau finansial. Tindakan ini dapat memiliki konsekuensi serius, termasuk pelecehan, ancaman kekerasan, dan bahkan kerugian terhadap reputasi dan karier seseorang. Kasus doxing dapat terjadi kepada siapa saja, tetapi sebagian besar yaitu sebanyak 56% korban doxing adalah wartawan atau jurnalis.

Doxing terjadi karena berbagai faktor yang melibatkan motivasi individu dan dinamika sosial yang lebih luas. Salah satu alasan utama doxing adalah balas dendam. Ketika seseorang merasa disakiti, dirugikan, atau diabaikan oleh orang lain, mereka mungkin mencari cara untuk menghancurkan reputasi atau privasi orang tersebut sebagai bentuk pembalasan. Perasaan marah atau dendam ini sering diperkuat oleh anonimitas yang ditawarkan oleh internet, dimana pelaku merasa aman dari konsekuensi langsung karena identitas mereka tersembunyi.

Selain itu, anonimitas di internet memungkinkan individu untuk bertindak tanpa rasa takut akan pertanggungjawaban. Mereka merasa lebih berani melakukan tindakan yang mungkin mereka hindari di kehidupan nyata, karena mereka percaya bahwa tindakan mereka tidak dapat dilacak. Hal ini memberikan rasa kekuasaan yang besar dan dapat mendorong perilaku agresif seperti doxing. Rasa superioritas atau keinginan untuk menunjukkan kekuatan juga memainkan peran signifikan. Pelaku doxing mungkin ingin menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengakses dan menyebarkan informasi pribadi orang lain, yang pada gilirannya memberikan mereka perasaan dominasi dan kontrol.

Dinamika kelompok dan pengaruh sosial juga menjadi faktor penting. Dalam beberapa kasus, individu terlibat dalam doxing sebagai cara untuk mendapatkan penerimaan atau pengakuan dari kelompok tertentu. Tindakan ini bisa didorong oleh tekanan dari teman sebaya atau keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok yang dihormati di dunia maya. Pengaruh negatif dari kelompok semacam ini dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang mereka mungkin tidak lakukan secara individu.

Untuk mengatas permasalahan doxing yang kian hari semakin meningkat, diperlukan pendekatan yang komprehensif yang mencakup pada bidang hukum dan edukasi. Dari pandangan hukum, perlu adanya undang-undang yang lebih ketat dan spesifik terkait privasi dan kejahatan siber yang mampu menjerat pelaku doxing dengan sanksi yang berat. Penegakan hukum yang efektif juga diperlukan untuk memastikan pelaku mendapatkan konsekuensi yang setimpal dan memberikan efek jera. Namun sayangnya, di Indonesia sendiri pelaku doxing masih jarang untuk ditangani dengan serius. Sehingga lebih banyak diberlakukan sanksi sosial bagi pelaku, namun tidak ada perlindungan sedikitpun terhadap korban.

Tak hanya itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga privasi juga krusial. Kampanye edukasi tentang cara melindungi informasi pribadi di internet, serta bagaimana bereaksi jika menjadi korban doxing, harus diperluas. Pengguna internet perlu diajarkan untuk berhati-hati dalam berbagi informasi pribadi dan mengenali tanda-tanda upaya pengumpulan data yang mencurigakan, terutama kepada anak di bawah umur. Oversharing sering terjadi kepada remaja di bawah umur yang merasa bebas dengan internet. Sehingga ketidak hati-hatian tersebut dapat mengakibatkan mereka menjadi korban doxing.. Selain itu, dukungan psikologis dan hukum harus tersedia bagi korban doxing untuk membantu mereka mengatasi dampak emosional dan praktis dari serangan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun