Setiap bulan Juni, kota kecil Namwon di Korea Selatan menjadi tuan rumah turnamen 'Baduk Chunhyang'. Baduk atau Go merupakan permainan strategis yang dimainkan oleh dua pemain layaknya Catur. Pada tahun 2024, turnamen ini telah memasuki tahun ketujuhnya.
Turnamen ini diselenggarakan oleh seorang pengusaha Korea Selatan yang sangat mencintai Go dan ingin meningkatkan minat terhadap permainan Go di kalangan pemain amatir.
Nama Chunhyang sendiri diambil dari tokoh utama dalam novel roman klasik Korea yang sangat terkenal, 'Chunhyang-jeon'. Chunhyang adalah nama seorang gadis, sedangkan Jeon berarti novel, sehingga Chunhyang-jeon berarti kisah tentang Chunhyang.
Chunhyang-jeon adalah kisah cinta antara Yi Mongryong, putra seorang pejabat pemerintah, dan Chunhyang, putri seorang pelacur. Meskipun berbeda status sosial, cinta mereka mampu mengatasi segala rintangan. Ini adalah kisah Romeo dan Juliet versi Korea.
Turnamen Baduk Chunhyang khusus diikuti oleh para pemain baduk wanita. Jika sebelumnya turnamen ini hanya diikuti oleh pemain amatir, tahun ini beberapa pemain baduk wanita profesional juga turut berpartisipasi.
Ada aturan di babak final yang mengharuskan kedua finalis mengenakan pakaian tradisional Korea, Hanbok dalam bertanding. Para finalis tersebut akan mengenakan Hanbok dan mengambil foto konsep di Paviliun Gwanghallu sebelum pertandingan.
Karena di masa lalu Jepang pernah menjajah Korea selama 35 tahun, dapat dikatakan perasaan orang Korea terhadap Jepang sangat kompleks. Kadang-kadang, karena luka masa lalu, ada rasa permusuhan terhadap Jepang.
Jika pemain Go Korea berpartisipasi dalam turnamen di Jepang dan harus mengenakan kimono, pakaian tradisional Jepang, dipastikan orang Korea akan menolak. Sebaliknya, jika pemain Go Jepang berpartisipasi dalam turnamen di Korea Selatan dan harus mengenakan Hanbok, orang Jepang juga akan menolak.
Namun, Nakamura sendiri tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Bagi penggemar Go di Korea Selatan dan Jepang, hal ini tentu terasa menyejukkan.