Mohon tunggu...
Hana Hana
Hana Hana Mohon Tunggu... -

Suka Nulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

JIL, JIN dan Palu Arit Hanyalah Sebuah Romantisme

18 Agustus 2015   13:29 Diperbarui: 18 Agustus 2015   13:34 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak terkejut dengan munculnya lambang palu arit. Lambang ini begitu tabu pada masa orde baru, sama dengan tabu-nya tulisan tauhid pada saat ini. Apakah harus khawatir dengan munculnya lambang itu? Nanti kita simpulkan bersama.

Bagaimana dengan JIL? Jujur aja, pasar utama JIL adalah kaum eksekutif muda. Target mereka adalah mahasiswa yang pada sedang masa-masa puber pemikiran. Berharap masuk pada masyarakat awam, ide dan pemikiran JIL mental sendiri. Masyarakat awam tidak paham dengan ide JIL tersebut. Akhirnya, JIL yang marak 10 tahun terakhir, sekarang tidak terdengar gaungnya. Kerja keras, tetapi hasil tidak ada. Bahkan syukurnya, mereka-mereka yang sempat terpengaruh dengan ide dan gagasan JIL malah menjadi orang Islam beneran, he he he.

JIN? barangkali akan serupa dengan JIL. Ini hanya rebranding saja. Namun mencoba pasar yang lebih luas. Masyarakat awam, kaum akademis, birokrat dan lain sebagainya. Tujuannya? Nah ini dia aku yang tidak paham dari dulu. Apa sih tujuan JIL dan JIN ini? Ibarat kata, mereka "dakwah"-nya ingin mengajak umat Islam kemana? Jujur saja, ini yang aku tidak paham he he. Dan akhirnya, JIN itu sendiri pun akan hilang dengan sendirinya, karena tujuan tidak jelas. Pernah dulu tinggal satu kosan dengan kativis JIL, dari sekian panjang diskusi tentang agama, ketika waktu sholat masuk, diajak sholat berjamaah ke masjid, eh malah ngeles lagi sibuk negrjain tugas. Nah yang kayak gitu, gimana mau dakwahim umat. 

Nah sekarang palu arit. Siapapun tahun eranya komunis sudah tamat. Lantas mengapa di Indonesia kian marak? ya itu tadi saya sebut diatas, hanya romantisme. Inti komunisme adalah penyamarataan hak antar sesama warga negara. Ide ini baru akan bisa diterapkan jika pemimpin adala seorang yang otoriter. Korea Utara salah satu contohnya. Untuk Indonesia? sekali lagi hanya romantisme. Lain halnya jika orang pada zaman ini mengartikan komunisme itu sebagai paham tidak mengakui adanya tuhan alias atheis. Nah, ini berarti makna komunisme yang berkembang sudah melenceng jauh dari makna yang sebenarnya. Coba saja berdiskusi dengan anak-anak yang pada masa orde baru baru lahir, mereka memiliki pendapat yang berbeda dengan makna komunisme. Mungkin peserta pawai kemerdekaan yang kita baca pada media-media, mereka lebih mengartikan komunisme sebagai atheis ketimbang pemerataan hak warga negara. Mengapa? ya jelas saja, pada era ini, romantisme lebih kental ketimbang sejarah. Dan perilaku menjauhkan manusia dari Tuhan lebih menggila ketimbang di banding tahun-tahun sebelumnya.

Kembali kepertanyaan diatas, apakah kita harus khawatir terhadap munculnya lambang palu arit itu? Menurutku kita tidak perlu khawatir jika mereka yang sekarang giat dan berminat dengan paham komunisme seperti mana dulu asal nya. Tetapi jika mereka mengartikan komunisme sebagai sikap atheisme, itu yang perlu di khawatirkan. Sudahlah salah memahami, ga tahu konsep dan sejarahnya, bodoh pula lagi.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun