Mohon tunggu...
Dwi Ratih Kholishah
Dwi Ratih Kholishah Mohon Tunggu... -

Awalnya aku hanya seorang anak perempuan, kemudian aku menjadi pelayan masyarakat dan menikah dengan seorang aktivis sosial. dari perkawinan kami lahirlah seorang anak istimewa yamg samgat kami cintai bernama UWAIS ...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kado Empat Tahun Perkawinan

22 Juli 2016   14:11 Diperbarui: 22 Juli 2016   14:24 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Hidup tanpa ujian mungkin ibarat sayur tanpa garam, flat. Karena justru ujian itu yang memberikan kita kekuatan untuk menjadi lebih baik, menjadikan hidup lebih ‘nikmat’. Walaupun memang ujian itu kadang menyakitkan dan membuat ‘baper’. Namun sebagai muslim kita yakin bahwa Allah tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hambaNya. 

Jadi kita harus yakin mampu melewati ini semua. Dan setiap rasa sakit yang kita rasakan, baik sakit lahir maupun bathin, akan menggugurkan dosa-dosa asal kita sabar dalam menjalaninya. Sabar bukan perkara mudah, katanya lebih mudah diucapkan untuk menghibur orang lain dibandingkan menjalankannya. Namun ujian demi ujian mengajarkan bahwa sabar adalah nikmat. Sabar adalah jalan bagi kita untuk memahami makna Laa Ilaaha Ila Allah, ketika kita mengosongkan hati kita dari segala berhala yang membelenggu, dari segala rasa yang tak perlu (Laa Ilaaha) dan hanya menyisakan ruang untuk Nya, Hanya Dia (Illa Allah). Ketika kita menggantungkan harapan dan Do’a pada Nya. Ketika sabar karena hanya mengharap Ridho Nya.

Namun demikian, sebagai manusia kita tetap harus interospeksi diri. Apabila ujian yang Allah berikan yang memang adalah takdir bagi kita, adalah teguran bagi dosa-dosa kita di masa lalu. Boleh jadi ujian itu Allah berikan untuk mengembalikan kita ke jalan yang benar. Memberikan kita jeda untuk mendapat anugerah yang jauh lebih baik dan berkah di masa yang akan datang. Karenanya sabar bukan berarti pasrah, tapi tawakal akan ketentuannya setelah usaha dan do’a-do’a yang kita panjatkan. 

Itu yang aku pahami setelah semua yang terjadi. Aku harus yakin akan kasih sayang Nya melalui ujian yang ia berikan dan interospeksi dengan diri ini apabila dosa-dosa di masa lalu menjadi cobaan bagi kehidupan di masa sekarang. Tapi aku merasa lebih banyak hal yang dapat aku syukuri dibandingkan hal-hal yang aku keluhkan. Kalau dicermati apa yang aku alami tak seberapa dibandingkan ujian kaum muslimin di negeri-negeri yang berkecamuk, baik karena perang saudara maupun perang agama. Tak seberapa dibandingkan ujian-ujian sesama muslim yang diterpa bencana. Tak seberapa dengan ujian-ujian yang diterima setiap anak manusia di bumi ini. Ya, tak ada manusia yang tak diuji oleh Allah.

Aku masih merasa sangat beruntung, meski orang lain melihat diriku sebagai insan yang tidak beruntung. Mereka memandang dengan rasa kasihan, sudut pandang yang sangat tak menyenangkan. Anak pertama kami menyandang Cerebral Palsy cenderung Spastik dan mengalami Global Development Delay, perkembangannya secara umum terlambat. Ibarat kecepatan kendaraan anak normal 50 km/jam anak ku Cuma 5 km/jam meski akhir-akhir ini kami melihatnya stag, perkembangannya jalan di tempat. Kadang sebagai orang tua merasa sedih melihatnya belum mampu mandiri di usia tiga tahun, kondisinya tak lebih seperti anak 3 bulan saja. 

Bukan, kami tidak malu dengan kondisinya, tapi lebih merasa bersalah karena belum melakukan yang terbaik, terutama aku, sebagai ibunya. Berbagai cara dan usaha kami lakukan, aku dan suami sering tak sepakat dalam beberapa hal, tapi karena rasa cinta kami pada anak semata wayang memutuskan kami menjadi orang tua yang kompak. Suamiku keluar dari pekerjaannya yang lama dan mencari pekerjaan baru yang tak terlalu menyita waktu. Salah satu dari kami mengalah, karena pekerjaanku sebagai abdi negara tak dapat di tawar. 

Seminggu dua kali kami terapi, setiap bulan kontrol ke dua dokter. Tak cukup dengan itu kami pergi untuk terapi alternatif juga dan pengobatan herbal. Sudahkah ada hasil? kami yakin ada namun ukurannya ya itu tadi berbeda dengan anak normal. Hanya kami ingin menjalankan sunnatullahkesembuhannya yaitu dengan terus berusaha tanpa henti dan berdo’a tiada putus. Untuk hasil kami tawakkal, biarlah Allah yang menentukan.

Empat bulan lalu, aku terlambat datang bulan dan testpack menunjukkan dua garis merah samar. Inilah anugerah dari Sang Maha Rahman, kami bahagia tak terkira. Anak kedua ini kami harapkan akan menjadi anugerah pembawa kebahagiaan bagi kami, pelipur gundah kami. Sulung kami pasti bahagia karena memiliki teman bermain kelak. Kata Dokter Rehabilitasi Medik kami, kelak adiknya yang akan membantu perkembangan kakaknya agar lebih pesat. 

Aku berprasangka baik bahwa Allah memberikan anugerah ini sebagai hadiah kesabaran kami selama ini, dia akan menjadi anak yang sehat, normal, sholih dan kuat dalam kandunganku hingga dilahirkan kelak. Kami pergi ke dokter kandungan sejak awal dan memeriksa kadar virus tokso dalam darahku, dan hasilnya negatif, dokter mengatakan kandunganku baik-baik saja, Janin nya juga tumbuh dengan baik, sehat dan aktif. Kami tetap menjalankan aktivitas seperti biasa, berangkat terapi setiap dua kali sepekan. 

Pergi ke pengobatan alternatif dan aku tetap bekerja. Memasuki bulan Romadhon pun aku tetap berpuasa, aku yakin kuat dan Allah akan memberikan kekuatan pada janinku. Berbagai fikiran positif ku tanamkan dalam otakku. Meski kemudian setelah seminggu pertama romadhon, sekitar usia kehamilan 3 bulan mulai terdapat keluhan berupa flek. Kondisi fisikku di usia 30+ juga berbeda, lebih cepat lelah. Aku di perintahkan bedrest tiga hari dan meminum obat penguat kandungan.

Setelah merasa fit, aku kembali dengan aktifitas seperti biasa. Suamiku masih setia mengantar jemput ke kantor karena setelah ketahuan flek aku tak membawa kendaraan sendiri. Dan kabar buruk itu diawali pada senin jam 11 siang, seminggu setelah bedrest. Perutku mulas, awalnya kukira mulas biasa dan akupun ke kamar mandi namun setelah BAB mulasnya tak berhenti malah semakin sakit. Aku pergi ke mushala kantor dan istirahat sambil menghubungi suamiku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun