Ada hal 'renyah' lain selain keripik tempe Sanan yang bisa 'dikunyah' di Malang yakni bahasa walikan ala Malang. Penggemar bola di negeri ini pasti mahfum dengan istilah ONGIS NADE alias SINGO EDAN julukan kesebelasan Arema. Bahasa walikan--maksudnya cara membacanya terbalik--mungkin bisa disebut sebagai bahasa 'resmi' warga Malang yang sepertiga penghuninya adalah mahasiswi/wa ini. Tapi banyak sekali yang menganggap bahasa satu ini hanyalah bahasa 'gaul' yang diciptakan begitu saja tanpa makna apa-apa.
Konon, saat menjelang kemerdekaan dahulu, bahasa walikan sudah mulai berkembang, khususnya para pejuang kemerdekaan. Ini semacam bahasa sandi yang diciptakan untuk menghindari kecurigaan intel asing. Entah mengapa jadinya harus membolak-balik kata-kata, yang pasti untuk beberapa waktu saya harus membiasakan diri mendengar percakapan yang terasa aneh di telinga mulanya. Bahasa walikan ini tak hanya akan kita temui di terminal, stasiun, pasar tradisional yang biasanya dipakai para pedagang kaki lima, supir angkot, tukang parkir maupun preman, tapi juga kalangan menengah dan mereka yang mapan secara pendidikan--akademisi maksudnya.
Jadi kalau Anda datang ke Malang, bersiaplah mendengar ucapan-ucapan seperti: sam, wis ape ngalup a? artinya: mas, sudah mau pulangkah?, atau ebes kodew artinya orang tua perempuan/ibu, ebes=bapak, libom=motor, adapes rotom=sepeda motor, kana=anak, kamu=umak, kecil=licek, sinam=manis, kodew=cewek/perempuan. tapi ada juga beberapa kata yang tidak dibalik meski dipakai dalam bahasa walikan ini, misalnya seperti idrekan=pekerjaan, ojir=duit. Nah, jika ada kesempatan bertandang ke Malang, Anda bisa mempraktekkan bahasa walikan ini, tapi sebelum itu coba terjemahkan yang berikut ini: kana licek-licek wis numpak libom dan onok kodew sinam, sam...........nah gampang kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H