Mohon tunggu...
Ari Ambarwati
Ari Ambarwati Mohon Tunggu... -

Pengajar, peneliti dan peminat sastra anak, suka blusukan ke pasar tradisional, penikmat kuliner dan wastra tradisional Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Padang Bulan: Candai Kegetiran

2 Juli 2010   07:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:09 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andrea Hirata akhirnya meluncurkan sepaket dwi novelnya (saya lebih suka menggunakan kata-kata ini daripada Dwilogi Padang Bulan) PADANG BULAN serta CINTA DI DALAM GELAS. Seperti gaya Hirata dalam empat novel terdahulu, Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov, Padang Bulan menawarkan hal-hal menarik untuk disimak.

Dalam Padang Bulan, Hirata lebih personal memotret kehidupan cinta Ikal dan perjuangan si Enong, gadis miskin tapi kaya dengan cita-cita serta luapan kebaikan yang senantiasa meletup-letup. Ikal terus memperjuangkan cintanya pada gadis Tionghoa. Jatuh bangun, perih gembira, suka duka Ikal menegakkan kembali harapan dan mimpinya yang kadang pasang surut untuk menggapai cinta A ling digambarkan Hirata dengan jenaka. Ikal harus belajar catur pada Ninochka Stronovsky, kawannya yang piawai main catur demi mengalahkan Zinar, calon suami A Ling. Dia juga harus , di meja pertandingan catur. Kalah, Ikal berbalik hauan mengasah kemampuannya berolah ping pong, lawan Zinar, kalah lagi. Demikian juga saat bertanding bola dengan Zinar. lagi-lagi Ikal kalah. Kekalahan demi kekalahan itu dibingkai Hirata dalam kejenakaan. Betapa kekalahan tak lagi penting karena sesungguhnya mimpi dan proses meraih mimpi merupakan keindahan tersendiri yang tak boleh dipinggirkan begitu saja manakala kekalahan menjadi hasil akhirnya..............

Bagaimana pula Enong, gadis miskin, yang akhirnya 'ditahbiskan' sebagai perempuan penambang timah pertama itu terus mewujudkan keinginannya untuk terus belajar bahasa Inggris di tengah keterbatasan, kesulitan serta kesempitan hidup yang acap tak memberinya pilihan untuk kaya secara materi. Ia teguh kukuh mempelajari bahasa Inggris dengan cara apapun. Dengan media apapun, selama ia mampu menggunakan 'keterbatasan' nya sebagai gadis dengan cita-cita tinggi, menjadi guru bahasa Inggris.

Maka, maknai kegetiran, kemanisan yang acap terserak mewarnai perjalanan hidup kita dengan apa adanya. Candai saja mereka sekaligus, karena dengan mencandai kegetiran sekaligus kemanisan hidup, kita bisa memungut pesan terbaik yang disampaikan sang Pembuat Hidup...............

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun